Kriteria ketuntasan minimal - Seperti diketahui, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menerapkan prinsip keberagaman potensi setiap sekolah. Antara satu sekolah dengan sekolah lain akan memiliki potensi berkembang yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, kurikulum sekolah dirumuskan sesuai dengan potensi sekolah masing-masing.
Perumusan kurikulum dimaksud dilakukan pada awal tahun pelajaran dalam suatu kegiatan lokakarya yang dihadiri oleh segenap unsur yang terkait dengan pendidikan sekolah. Unsur terkait dimaksud adalah pihak sekolah (kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi), komite sekolah dan unsur dinas pendidikan kabupaten/kota.
Implikasi sistem ini mengakibatkan terjadinya keberagaman teknis pengaturan pendidikan di sekolah. Corak dan model kegiatan pendidikan dapat disesuaikan oleh masing-masing sekolah atau masing-masing daerah. Salah satunya adalah masalah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Akan berbeda antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya angka KKM mata pelajaran-nya. Angka ini dirumuskan melalui lokakarya dewan guru dengan mempertimbangkan potensi lingkungan sekolah, peserta didik dan kondisi sarana prasara yang tersedia.
Sebagai contoh, KKM mata pelajaran IPA di sekolah A adalah 75 sedangkan di sekolah B hanya 70. Mengapa berbeda? Sekolah A ternyata memiliki input siswa yang lebih baik, lingkungan yang lebih mendukung dan sarana belajar yang memadai. Sedangkan sekolah B kondisinya tidak cukup memadai. Hal ini berakibat bahwa seorang siswa di sekolah A mendapatkan nilai 70 belum mencapai KKM mata pelajaran. Sementara di sekolah B sudah dapat dikatakan tuntas karena sudah memenuhi KKM mata pelajaran IPA.
Sebagai catatan, skala penetapan KKM adalah antara 0 sampai 100 dengan mekanisme sebagai berikut:
KKM indikator ---> KKM Kompetensi dasar (KD) --- > KKM standar kompetensi (SK) ---> KKM mata pelajaran.
0 komentar:
Posting Komentar