Raun Raun ke Pangalengan
Sabtu, 26 September 200922 january 2007 Hari minggu pagi motor oriont dan avada kami persiapkan untuk perjalanan ke pangalengan,lampu karbit buatan jerman tahun 1890 sudah terpasang dimotor tak lupa klakson bakwan dan bel delman bertengger juga dengan maksud untuk menyaingi delman delman di daerah soreang, tujuan kami ke perkebunan malabar dan makam K.a.r Boscha. Perjalanan yang memakan waktu dua setengah jam tidak menemui kendala berarti, malah ditengah jalan ada seorang bapak pengendara sepeda motor mengikuti kami, kami kira mungkin bapak tersebut mengagumi motor yang kami pakai, saya dan jerry pun tak lama kemudian berhenti untuk istirahat sejenak untuk ngopi dan melemaskan otot, bapak tersebut juga ternyata ikut berhenti dan menyapa kami setelah ngobrol ternyata bapak itu penggemar sepeda ontel dan bermaksud menawarkan sepedanya untuk dijual, akhirnya kami minta alamat beliau untuk kami kunjungi dilain waktu. Bangunan pabrik teh kami dokumentasikan tak lupa makam k.a.r boscha. Banyak orang bertanya ini sepeda apa motor ?, lalu kami jawab ini sepeda bermotor....betul kan Tanjakan tanjakan kami lalui, bahkan dengan motor avadanya jerry yang low gear sepertinya tanjakan tak berarti, tak seperti motor yang saya naiki dengan gear high speed, begitu ada tanjakan speed melemah tak keruan...untung ada pedal yang langsung bisa digenjot ketika tenaga berkurang......turbo!...dengan tenaga dengkul...he..he. Misi selesai.......
ronteng goes to tjeribon
Hari rabu 23 september 2009, empat hari setelah Idul Fitri kami berangkat ke cirebon - berangkat dari bandung jam 2 siang sesampainya di cileunyi motor humber mengalami masalah dengan pengapiannya, untungnya jerry dengan cekatan memperbaikinya dan perjalanan pun bergerak lagi menuju sumedang, untungnya jalan menuju ke sumedang tidak terlalu macet berlainan dengan arah sebaliknya yg cukup merayap. Kota sumedang kita lewati dengan rencana berhenti istirahat di warung langganan di tomo,dengan berharap bisa makan sop kaki sapi di warung tersebut, ternyata warung memang buka dengan tanpa menu masakan kesukaan saya, teu acan balanja ibu teh...bilih teu acan rame da atuh.....begitu pemilik warung memberi alasan dengan ringannya ditimpali senyum kecut saya..hik...hik. Tepat pukul 7.30 motor levis saya mengalami masalah dengan businya, bawaan yang telah kami siapkan ternyata lupa membawa busi serep.terpaksa motor dijalankan dengan cara dimatikan karena diuntungkan dengan jalanan yang menurun, tepat di peristirahan di tomo kami berhenti mencari bengkel,berharap ada yang buka...ternyata sia sia satu satunya bengkel yang ada disekitar situ tutup, akhirnya kami coba dengan memecahkan isolator businya....itupun tak berhasil juga menghidupkannya, akhirnya kami mencari akal.......ketemu! saya berkata pada jerry...gimana kalau kita minta busi sisa di mobil yang tengah parkir di tempat peristirahatan sekitar situ, mudah mudahan mereka membawa serep, lalu dengan sigapnya jerry bergerilya mencari mobil yang tengah parkir. satu mobil ditanya,mobil kedua ditanya,akhirnya mobil ke tujuh sebuah mobil kijang super warna merah dengan iklasnya memberi satu satunya busi serep yang dimilikinya kepada jerry,walaupun dengan jaket loreng GI dan iket dikepala jerry tampak seperti jawara, dengan baik hatinya bapak tersebut memberinya.....hatur nuhun pa, sing salamet di jalan, sing tong mogok da busina di candak ku abdi....amin. Dengan harap cemas busi kami pasang karena busi bekas kami bersihkan dulu dengan teliti jam sudah menunjukan pukul 9.38 malam, lalu...kami coba hidupkan...bruuum si levis kembali menyalak-perjalanan berlanjut lagi. Kira kira pukul 11 malam kami sampai di daerah jamblang kami berhenti lagi karena motor humber yang jerry tumpangi mengalami masalah lagi dengan platinanya, dengan fisik yang lumayan kecapekan kami beristirahat di tukang nasi jamblang yang tepat disamping kami berhenti, setelah makan dan memesan teh manis kami coba memperbaiki motor humber kembali. ternyata setelah diutak atik sekitar satu jam motor tetap ngadat akhirnya kami putuskan bermalam seadanya di tempat tersebut,beruntung ada seorang satpam toserba griya dengan baiknya menawarkan untuk bermalam di mushola tempatnya bekerja. Pagi pagi kami berusaha mencari bengkel terdekat untuk mencari platina yang cocok,dengan susah payah akhirnya ketemu juga. perjalanan berlanjut lagi. Keraton Kacirebonan kami singgahi, pelabuhan cirebon, rumah rumah tua kami dokumentasikan karena kami berharap suatu saat foto foto kami menjadi saksi rumah rumah tua yang tak lama lagi akan tergerus kemajuan jaman berganti dengan mal mal yang berjamur di kota kota besar. Karena visi dan misi kami mendokumentasikan rumah rumah tua yg ada di seluruh negeri ini, dan memberitahukan kepada pemiliknya untuk menjaga arsitekturnya tetap terjaga dengan baik, seperti kami mencontohkan kepada mereka motor tua kami pun bila dijaga dengan baik tetap bisa eksis sampai saat ini, bahkan bisa mengelana jauh mengunjungi mereka di pelosok negeri ini.......amin NATURA ARTIST MAGISTRA
Motor Pertama di Indonesia
Sepeda motor memiliki sejarah yang panjang di negeri ini. Sepeda motor sudah hadir di negara ini sejak masih berada di bawah pendudukan Belanda dan masih bernama Hindia Timur, Oost Indie atau East India.
Data yang ada menyebutkan bahwa sepeda motor hadir di Indonesia sejak tahun 1893 atau 115 tahun yang lalu. Uniknya, walaupun pada saat itu negara ini masih berada di bawah pendudukan Belanda, orang pertama yang memiliki sepeda motor di negeri ini bukanlah orang Belanda, melainkan orang Inggris. Dan, orang itu bernama John C Potter, yang sehari-hari bekerja sebagai Masinis Pertama di pabrik gula Oemboel (baca Umbul) Probolinggo, Jawa Timur.
Dalam buku Krèta Sètan (de duivelswagen) dikisahkan bagaimana John C Potter memesan sendiri sepeda motor itu ke pabriknya, Hildebrand und Wolfmüller, di Muenchen, Jerman.(foto atas kanan) Sepeda motor itu tiba pada tahun 1893, satu tahun sebelum mobil pertama tiba di negara ini. Itu membuat John C Potter menjadi orang pertama di negeri ini yang menggunakan kendaraan bermotor. Sepeda motor buatan Hildebrand und Wolfmüller itu belum menggunakan rantai, belum menggunakan persneling, belum menggunakan magnet, belum menggunakan aki (accu), belum menggunakan koil, dan belum menggunakan kabel-kabel listrik. Sepeda motor itu menyandang mesin dua silinder horizontal yang menggunakan bahan bakar bensin atau nafta. Diperlukan waktu sekitar 20 menit untuk menghidupkan dan mestabilkan mesinnya.
Pada tahun 1932, sepeda motor ini ditemukan dalam keadaan rusak di garasi di kediaman John C Potter. Sepeda motor itu teronggok selama 40 tahun di pojokan garasi dalam keadaan tidak terawat dan berkarat. Atas bantuan montir-montir marinir di Surabaya, sepeda motor milik John C Potter itu direstorasi (diperbaiki seperti semula) dan disimpan di kantor redaksi mingguan De Motor. Kemudian sepeda motor antik itu diboyong ke museum lalu lintas di Surabaya, yang kini tidak diketahui lagi di mana lokasinya.
Seiring dengan pertambahan jumlah mobil, jumlah sepeda motor pun terus bertambah. Lahirlah klub-klub touring sepeda motor, yang anggotanya adalah pengusaha perkebunan dan petinggi pabrik gula. Berbagai merek sepeda motor dijual di negeri ini, mulai dari Reading Standard, Excelsior, Harley Davidson, Indian, King Dick, Brough Superior, Henderson, sampai Norton. Merek-merek sepeda motor yang hadir di negeri ini dapat dilihat dari iklan-iklan sepeda motor yang dimuat di surat kabar pada kurun waktu dari tahun 1916 sampai 1926.
Lintas Jawa
Tidak mau kalah dengan pengendara mobil, pengendara sepeda motor pun berupaya membukukan rekor perjalanan lintas Jawa dari Batavia (Jakarta) sampai Soerabaja (Surabaya) yang berjarak sekitar 850 kilometer.
Kemudian, 16 Mei 1917, Frits Sl uijmers dan Wim Wygchel yang secara bergantian mengendarai sepeda motor Excelsior memperbaiki rekor yang dibukukan Gerrit de Raadt. Mereka mencatat waktu 20 jam dan 24 menit, dengan kecepatan rata-rata 42 kilometer per jam.
Rekor itu tidak bertahan lama. Sembilan hari sesudahnya, 24 Mei 1917, Goddy Younge dengan sepeda motor Harley Davidson membukukan rekor baru dengan catatan waktu 17 jam dan 37 menit, dengan kecepatan rata-rata 48 kilometer per jam. Rekor itu sempat bertahan selama lima bulan sebelum dipecahkan oleh Barend ten Dam yang mengendarai sepeda motor Indian dalam waktu 15 jam dan 37 menit pada tanggal 18 September 1917, dengan kecepatan rata-rata 52 kilometer per jam.
Melihat rekornya dipecahkan oleh Barend ten Dam, enam hari sesudahnya, 24 September 1917, Goddy Younge yang berasal dari Semarang kembali mengukir rekor baru dengan catatan waktu 14 jam dan 11 menit, dan kecepatan sepeda motor Harley Davidson yang dikendarainya rata-rata 60 kilometer per jam.
Pada awal tahun 1960-an, mulai masuk pula skuter Vespa, yang disusul dengan skuter Lambretta pada akhir tahun 1960-an. Pada masa itu, masuk pula sepeda motor asal Jepang, Suzuki, Honda, Yamaha, dan belakangan juga Kawasaki. Seiring dengan perjalanan waktu, sepeda motor asal Jepang mendominasi pasar sepeda motor di negeri ini. Urutan teratas ditempati oleh Honda, diikuti oleh Yamaha di tempat kedua dan Suzuki di tempat ketiga. (JL)
(Kompas, 16 Agustus 2008)
copypaste dr : bundatyas, http://cakrawalaindah2.wordpress.com/2007/11/09/bicycle-for-earth/
Dan sekarang sejarah itu akan terulang kembali dengan hadirnya motor rakitan saya sendiri satu indian 1917 replica dan Levis 2 stroke yang menemani penunggangnya dengan setia kemana pun kami bertualng. nantikan foto foto kami selanjutnya,ciaao....
0 komentar:
Posting Komentar