Konsep wilayah
Wilayah (region) didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang di batasi oleh kriteria tertentu dan bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat di bagi menjadi empat jenis yaitu; (1) wilayah homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, (4) wilayah administrative.
a. Wilayah Homogen
Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari aspek/kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat atau ciri-ciri kehomogenan ini misalnya dalam hal ekonomi (seperti daerah dengan stuktur produksi dan kosumsi yang homogen, daerah dengan tingkat pendapatan rendah/miskin dll.), geografi seperti wilayah yang mempunyai topografi atau iklim yang sama), agama, suku, dan sebagainya. Richarson (1975) dan Hoover (1977) mengemukakan bahwa wilayah homogen di batasi berdasarkan keseragamamnya secara internal (internal uniformity).
b. Wilayah Nodal
Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (interland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi. Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian wilayah nodal yang paling ideal untuk di gunakan dalam analisis mengenai ekonomi wilayah, mengartikan wilayah tersebut sebagai ekonomi ruang yang yang di kuasai oleh suatu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.
Batas wilayah nodal di tentukan sejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi bila di gantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi lainnya. Hoover (1977) mengatakan bahwa struktur dari wilayah nodal dapat di gambarkan sebagai suatu sel hidup dan suatu atom, dimana terdapat inti dan plasma yang saling melengkapi. Pada struktur yang demikian, integrasi fungsional akan lebih merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar kepentingan masyarakat di dalam wilayah itu, dari pada merupakan homogenitas semata-mata. Dalam hubungan saling ketergantungan ini dengan perantaraan pembelian dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa secara lokal, aktifitas-aktifitas regional akan mempengaruhi pembangunan yang satu dengan yang lain.
Wilayah homogen dan nodal memainkan peranan yang berbeda di dalam organisasi tata ruag masyrakat. Perbedaan ini jelas terlihat pada arus perdagangan. Dasar yang biasa di gunakan untuk suatu wilayah homogen adalah suatu out put yang dapat diekspor bersama dimana seluruh wilayah merupakan suatu daerah surplus untuk suatu out put tertentu, sehinga berbagai tempat di wilayah tersebut kecil atau tidak sama sekali kemungkinannya untuk mengadakan perdagangan secara luas di antara satu sama lainya. Sebaliknya, dalam wilayah nodal, pertukaran barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut merupakan suatu hal yang mutlak harus ada. Biasanya daerah belakang akan menjual barang-barang mentah (raw material) dan jasa tenaga kerja pada daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi.
c. Wilayah Administratif
Wilayah administratif adalah wilayah yang batas-batasnya di tentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti: propinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW. Sukirno (1976) menyatakan bahwa di dalam praktik, apabila membahas mengenai pembangunan wilayah, maka pengertian wilayah administrasi merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya pengunaan pengertian tersebut disebabkan dua factor yakni: (a) dalam kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai badan pemerintahan. Dengan demikian, lebih praktis apabila pembangunan wilayah didasarkan pada suatu wilayah administrasi yang telah ada; dan (b) wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan atas suatu administrasi pemerintah lebih mudah dianalisis, karena sejak lama pengumpulan data diberbagai bagian wilayah berdasarkan pada suatu wilayah administrasi tersebut.
Namun dalam kenyataannya, pembangunan tersebut sering kali tidak hanya dalam suatu wilayah administrasi, sebagai contoh adalah pengelolaan pesisir, pengelolaan daerah aliran sungai, pengelolaan lingkungan dan sebagainya, yang batasnya bukan berdasarkan administrasi namun berdasarkan batas ekologis dan seringkali lintas batas wilayah administrasi. Sehinga penanganannya memerlukan kerja sama dari suatu wilayah administrasi yang terkait.
d. Wilayah Perencanaan
Boudeville (dalam Glasson, 1978) mendefinisikan wilayah perencanan (planning region atau programming region) sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapt dilihat sebagai wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk memungkinkan persoalan-persoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai satu kesatuan.
Klassen (dalam Glasson, 1978) mempunyai pendapat yang hampir sama dengan Boudeville, yaitu bahwa wilayah perencanaan harus mempunyai ciri-ciri: (a) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi, (b) mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada, (c)mempunyai struktur ekonomi yang homogen, (d) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan (growth point), (e) mengunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan, (f) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya.
Wilayah perencanaan bukan hanya dari aspek fisik dan ekonomi, namun ada juga dari aspek ekologis. Misalnya dalam kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sugai (DAS). Pengelolaan daerah aliran sungai harus direncanakan dan dikelola mulai dari hulu sampai hilirnya.
0 komentar:
Posting Komentar