Pemanfaatan Citra Quickbird Guna Menunjang Penyediaan Informasi Spasial Pulau Kecil Terluar Studi Kasus di Pulau Meatimiarang, Maluku
(THE USE OF QUICKBIRD IMAGE TO SUPPORT THE SPATIAL INFORMATION PROVISION OF OUTER SMALL ISLAND - Case Study: Meatimiarang Island, Maluku)
Syachrul Arief, Mone Iye Cornelia M., Putri Maessarah
Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut – Bakosurtanal
Jl. Raya Jakarta Bogor KM.46, Telp/fax. 021.8759481
mone_iye[at]yahoo.com, syachroel[at]gmail.com, putri_meissarah[at]yahoo.co.id
ABSTRAK
Pengembangan pulau kecil dengan pengelolaan yang terpadu memerlukan dukungan informasi yang lengkap agar pemanfaatan potensinya tidak menimbulkan degradasi lingkungan. Pulau kecil merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki karakteristik yang unik terkait dengan kondisi geografis, fisik, iklim, sosial budaya maupun ekonomi. Secara ekonomis, pulau kecil memiliki potensi sumber daya alam serta jasa-jasa lingkungan lainnya yang tinggi, yang apabila tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada kesejahteraan kehidupan generasi mendatang. Oleh karena itu, informasi spasial terkait sumber daya alam laut yang ada di pulau kecil sangat diperlukan guna membantu para pengambil keputusan dalam pengelolaan wilayah pulau kecil.
Lokasi studi dilakukan di Pulau Meatimiarang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku, yang termasuk salah satu pulau kecil terluar Indonesia. Identifikasi data spasial sumber daya alam laut yang dilakukan meliputi analisis ekosistem terumbu karang, mangrove, dan keanekaragaman hayati wilayah pesisir lainnya menggunakan citra Quickbird 2007 dan survei ke lapangan. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa analisis citra Quickbird sangat membantu dalam mendapatkan informasi sumber daya alam laut secara spasial.
Kata Kunci : Pulau kecil, sumber daya alam laut, Quickbird, Pulau Meatimiarang.
ABSTRACT
Development of small island with an integrated management requires the comprehensive information so that the exploitation did not trigger the environmental degradation. The small island is one of the coastal ecosystems which have unique characteristics related to geographical conditions, physical, climatic, socio-cultural and economic. Economically, small islands have the potential of natural resources and other environmental services, which if not properly managed can impact on the welfare of future generations. Therefore, spatial information related to marine natural resources in small islands is needed to assist decision makers in term of management in small island territories.
Study conducted in Meatimiarang Island, Southwest Maluku District, Maluku Province, which categorized as one of the outermost small islands of Indonesia. Spatial data identification of marine resources including coral reefs, mangroves, and other coastal biodiversity has done using Quickbird 2007 and field survey. The results of this study indicate that Quickbird image analysis is very helpful in getting spatial information about marine natural resources.
Keywords: Small Island, marine resources, Quickbird, Meatimiarang Island.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.500 pulau yang memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri, dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dan populasi lebih dari 230 juta jiwa1. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar2, Indonesia memiliki 92 pulau yang merupakan pulau-pulau kecil terluar dan berbatasan dengan sepuluh negara tetangga yakni Australia, Malaysia, Singapura, India, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, dan Timor Leste. Definisi pulau kecil terluar adalah pulau dengan luas area kurang atau sama dengan 2000 km2 (dua ribu kilometer persegi) yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.
Pulau-pulau terluar berperan sebagai garis depan kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia dan memiliki arti penting dalam penentuan batas teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara tetangga. Dari pulau-pulau terluar ini terdapat titik-titik pangkal yang kemudian apabila diambil garis lurus akan membentuk garis pangkal kepulauan mencakup seluruh wilayah Indonesia serta dijadikan acuan untuk pengukuran lebar wilayah maritim Indonesia.
Selama ini ada beberapa persoalan yang berkaitan dengan pengelolaan pulau-pulau kecl terluar, antara lain eksistensi dan kelangsungan keberadaan pulau itu sendiri, lokasi pulau yang terisolasi, dan masalah kesejahteraan masyarakat di sekitar pulau itu.3 Pemerintah wajib mengambil tindakan-tindakan pengelolaan terpadu sehingga keberadaan pulau-pulau kecil terluar sebagai garda terluar dari garis batas Indonesia dengan negara tetangga dapat terjaga dengan baik. Untuk itu, dibutuhkan dukungan informasi yang lengkap mengenai potensi sumber daya alam yang terdapat di pulau-pulau kecil terluar tersebut guna membantu para pengambil keputusan dalam membuat kebijakan.
Pulau Meatimiarang adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Timor dan berbatasan dengan negara Timor Leste/Australia. Pulau Meatimiarang ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah kabupaten Maluku Barat Daya, provinsi Maluku. Pulau ini berada di sebelah timur dari negara Timor Leste dengan koordinat 8° 21′ 9″ LS, 128° 30′ 52″ BT4. Informasi mengenai pulau ini masih sangat terbatas apabila dibandingkan dengan peran strategis yang disandangnya sebagai pulau kecil terluar.
Berdasarkan hal diatas, studi ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai potensi sumberdaya alam laut yang dimiliki oleh Pulau Meatimiarang menggunakan citra quickbird serta memberikan beberapa rekomendasi pengelolaan yang perlu dilakukan guna mengembangkan eksistensinya sebagai pulau terluar.
METODE PENELITIAN
Lokasi studi dilakukan di Pulau Meatimarang yang secara administratif merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku (Gambar 1). Survei dilakukan pada bulan Juni 2009.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam studi ini mencakup: (i) Penyiapan peta kerja, melalui kegiatan digitasi, kompilasi peta kerja, dan pencetakan peta kerja termasuk peta citra; (ii) Pengolahan citra satelit untuk mendapatkan peta tentatif sebaran sumberdaya pesisir dan laut yang akan diverifikasi di lapangan; (iii) Survei lapangan dengan mengikuti prosedur pada pedoman survei cepat terintegrasi dan Norma Prosedur Pedoman Spesifikasi dan Standar (NPPSS) – Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut (PSSDAL) BAKOSURTANAL; (iv) Pengolahan data lapangan, meliputi kegiatan analisa data lapangan, plotting hasil lapangan ke peta kerja, dan re-interpretasi citra; dan (v) Penyusunan laporan.
Gambar 1. Lokasi Pulau Meatimearang
Alat yang digunakan dalam survei lapangan adalah lembar pengisian data lapangan, peralatan SCUBA, GPS, kamera dan video, kuesioner, dan peta hasil pengolahan citra yang akan diverifikasi. Data-data yang digunakan yaitu citra Quickbird, peta RBI dan LPI BAKOSURTANAL, serta data sekunder (data statistik, literatur). Pemetaan liputan lahan dan sumberdaya alam laut Pulau Meatimirang dilakukan dengan menggunakan gabungan teknik penginderaan jauh dengan hasil survei lapangan. Citra yang digunakan adalah satelit Quickbird, hasil perekaman tanggal 14 November 2007 Pengolahan citra dilakukan menggunakan software ENVI 4.1dan ArcView 3.3.
Klasifikasi digital telah dilakukan yaitu klasifikasi terselia dengan menggunakan analisis tetangga terdekat (maximum likelihood) yang berasumsi bahwa nilai spektral terdistribusi normal. Klasifikasi tersebut menuntut tersedianya training sampel, training sampel yang digunakan yaitu titik-titik GPS hasil survey. Proses klasifikasi menggunakan citra quickbird menghasilkan data yang optimal, mengingat resolusi citra yang mencapai 60 cm dan diindikasikan sebagai piksel murni.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pulau Meatimiarang terletak di antara Laut Banda dan Laut Timor. Pulau ini terletak pada suatu atol yang memanjang dari barat laut ke tenggara dan dikelilingi hamparan karang yang cukup luas serta mempunyai laguna di tengahnya. Pulau seluas 13,29 Km2 ini merupakan bagian wilayah Desa Luang Barat, Kecamatan Mdona Hiera, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku.
Pulau Meatimiarang merupakan salah satu dari 92 pulau kecil terluar milik Indonesia. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Di pulau ini terdapat Titik Dasar (TD) Nomor 109, pada koordinat 08° 21' 09" LS dan 128° 30' 52" BT. Penegasan titik dasar tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia5.
Akses untuk menuju ke Pulau Meatimiarang hanya dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi laut berupa kapal kecil atau perahu. Tidak adanya kapal perintis yang singgah di sini disebabkan karena tidak adanya fasilitas dermaga atau pelabuhan dan ukuran pulau yang tergolong kecil. Faktor topografi laut ikut berpengaruh, pulau ini dikelilingi karang landai dan cukup luas sehingga menyulitkan apabila kapal besar akan merapat. Bahkan, nakhoda kapal kecilpun harus mengetahui kapan saat terjadinya air laut surut untuk menghindari kapal kandas.
Pulau Meatimiarang berpenghuni kurang lebih 16 KK dengan jumlah jiwa sebanyak 40 orang. Pada umumnya penduduk tersebut berasal dari Desa Luang Barat yang terletak di Pulau Luang. Tipe rumah penduduk di pulau ini umumnya bersifat non permanen, terbuat dari bagian-bagian pohon kelapa. Dari hasil wawancara dengan penduduk setempat didapatkan informasi bahwa mereka menghuni pulau ini hanya untuk sementara waktu yaitu selama mereka menangkap ikan dan hasil laut lainnya yang banyak ditemukan di sekitar Pulau Meatimiarang. Hasil tangkapan tersebut dikumpulkan terlebih dahulu di pulau ini, kemudian baru dibawa ke Pulau Luang untuk dijual. Adakalanya sebelum dijual, ikan dikeringkan terlebih dulu. Harga 1 kg ikan kering dapat mencapai Rp. 15.000.
Menurut pengamatan di lapangan, Tim Survei memprediksi bahwa lambat laun penduduk tersebut akan menjadi penghuni tetap Pulau Meatimiarang. Beberapa fakta yang terlihat antara lain kecenderungan untuk meningkatkan kualitas rumah dari non permanen menjadi semi permanen, bahkan permanen dengan menggunakan bahan baku semen. Fakta berikutnya adalah lamanya waktu singgah yang dapat lebih dari 6 bulan, anak-anak yang terus lahir dan dibesarkan di pulau ini, dan adanya sarana peribadatan. Di satu sisi, dampak positif adanya penghuni yang tetap akan semakin memperkuat eksistensi pulau ini sebagai pulau terluar. Di sisi lain dengan adanya penghuni di pulau yang terpencil ini, pemerintah dituntut untuk lebih memperhatikan nasib mereka, terutama masalah ekonomi dan pendidikan.
Topografi Pulau Meatimiarang sangat datar landai, kemiringan lereng berkisar antara 0-3 %. Pengaruh laut sangat mendominasi terhadap bentuk lahan di pulau ini. Hal ini wajar karena ukuran pulau sangat kecil dan cukup jauh dari pulau terdekatnya atau pulau induk. Secara umum bentuk lahan utama Pulau Meatimirang adalah dataran aluvial pantai. Material pasir hasil hempasan gelombang air laut terdeposit membentuk dataran yang berada lebih tinggi dibanding air pasang tertinggi. Bentuk lahan lainnya berupa rataan pasang surut berupa pantai berpasir dan pantai berbatu. Bentuk lahan berupa teras pantai terdapat disisi selatan pulau. Gelombang laut yang cukup kuat terdapat di sebelah selatan pulau ini karena berupa laut lepas. Arus gelombang terlebih dahulu pecah kurang lebih 100 meter sebelum menerjang daratan di sisi selatan pulau. Keadaan inilah yang akan berakibat adanya teras pantai.
Dari citra Quickbird, didapatkan beberapa informasi mengenai liputan lahan yang penting di pulau ini, diantaranya:
a. Blok /petak pembuatan garam
Beberapa blok/petak pembuatan garam dapat dijumpai di sisi barat dan selatan Pulau Meatimiarang (Gambar 2a). Sumberdaya alam laut di perairan sekitar Pulau Meatimiarang cukup melimpah, salah satu sumberdaya tersebut adalah Kima. Kima merupakan biota laut yang dilindungi karena populasinya cenderung menurun. Umumnya nelayan setempat mengambil isi atau daging kima untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan sehari-hari. Cangkang kima yang cukup keras sebagai produk sisa umumnya dibuang. Oleh penduduk setempat cangkang tersebut dimanfaatkan sebagai tempat (wadah) air asin dari laut (Gambar 2b). Melalui proses pengeringan alami oleh sinar matahari, air laut tersebut akan memadat menjadi garam. Ke depan, perlu upaya penyadaran terhadap beberapa pihak yang mengeksploitasi kima secara berlebihan. Disamping itu perlu ada upaya konversi dari cangkang kima menggunakan wadah lain yang lebih ramah lingkungan.
Gambar 2. (a) Citra Quickbird menunjukkan blok pembuatan garam di Pulau Meatimiarang; (b) Contoh pemanfaatan kima dalam pembuatan garam
b. Kebun Kelapa
Pohon kelapa tumbuh subur secara alami di sebagian besar areal Pulau Meatimiarang (Gambar 3a dan 3b). Pohon kelapa sangat berguna bagi penduduk setempat. Beberapa bagian dari pohon kelapa digunakan oleh penduduk setempat yang berprofesi sebagai nelayan untuk membuat rumah semi permanen, misalnya daun kelapa dimanfaatkan untuk dinding rumah dan kayu kelapa untuk membuat rangka rumah. Selain itu, penduduk setempat memanfaatkan buah kelapa untuk membuat minyak kelapa untuk kebutuhan sehari-hari. Belum ada upaya intensif untuk memanfaatkan produk kelapa menjadi produk andalan yang dapat meningkatkan taraf hidup penduduk sekitar.
Gambar 3 (a) Citra Quickbird menunjukkan sebaran pohon kelapa di Pulau Meatimiarang; (b)Pohon kelapa yang banyak ditemukan di Pulau Meatimiarang
c. Rumah semi permanen
Rumah semi permanen didirikan oleh beberapa penduduk musiman. Mereka berasal dari desa induk yaitu Pulau Luang. Rumah dibangun sebagai tempat singgah sementara agar lebih dekat dengan sumber matapencaharian sebagai nelayan. Rumah non permanen terbuat dari bahan pohon kelapa, terutama atap rumah, dan jarak antar rumah rata-rata 10 sampai 25 meter. Kondisi rumah non permanen tidak memenuhi syarat rumah sehat. Dari catatan survei, hanya ada 3 petak rumah permanen yang terbuat dari bahan baku semen yaitu gereja, kantor jaga mercusuar, dan rumah salah satu penduduk. Rumah semi permanen dan permanen berada di pantai barat Pulau Meatimiarang (Gambar 4a dan 4b).
Gambar 4 (a) Citra Quickbird menunjukkan rumah semi permanen di Pulau Meatimiarang; (b) Contoh rumah semi permanen
d. Kompleks Mercusuar
Mercusuar yang terdapat di Pulau Meatimiarang dibuat pada jaman Kolonial Belanda (Gambar 5a dan 5b). Bangunan mercusuar mempunyai kontruksi besi, ditopang oleh 7 pondasi beton kuat, tinggi mercusuar kurang lebih 25 meter, dan berada di pantai sisi barat. Sumber tenaga sinar lampu mercusuar memakai solar sel sehingga secara otomatis menyala saat malam hari. Di sekitar mercusuar berdiri beberapa bangunan rumah yang berfungsi sebagai kantor dan tempat bagi karyawan penjaga mercusuar. Namun selama beberapa tahun terakhir kantor tersebut kosong sehingga tidak ada yang menjaga fasilitas dan fungsi mercusuar. Dari informasi penduduk setempat, beberapa penjaga yang bertugas mengalami sakit sehingga harus meninggalkan pulau ini untuk melakukan pengobatan.
Gambar 5 (a) Citra Quickbird menunjukkan kompleks mercusuar di Pulau Meatimiarang; (b) Kompleks mercusuar yang sudah tidak berpenghuni
e. Tegalan atau Ladang
Tegalan atau ladang diusahakan oleh penduduk secara musiman. Mereka memanfaatkan lahan-lahan yang umumnya berpasir dengan menanam tanaman semusim, misalnya jagung dan ketela pohon. Dari interpretasi Citra Quickbird dan survei lapangan, keberadaan tegalan atau ladang berasosiasi dengan jalan-jalan setapak yang terhubung dengan blok-blok rumah (Gambar 6a dan 6b).
Gambar 6 (a) Citra Quickbird menunjukkan tegalan/ladang di Pulau Meatimiarang; (b) Contoh tegalan/ladang
f.Alang-Alang
Alang-alang umumnya tumbuh pada lahan-lahan kosong dan diantara pohon-pohon kelapa (Gambar 7a dan 7b). Alang-alang berupa vegetasi pantai berduri tajam.
Gambar 7 (a) Citra Quickbird menunjukkan alang-alang di Pulau Meatimiarang; (b) Contoh alang-alang
g. Mangrove
Pohon mangrove terdapat di sebagian kecil bagian pantai Pulau Meatimiarang. Dalam beberapa pengamatan, pohon mangrove hanya tumbuh antara 1 sampai 5 pohon saja, terutama di sisi timur. Pohon mangrove juga terdapat di Moraw, daratan kecil di sebelah barat Pulau Meatimiarang. Dalam konteks pulau, Moraw merupakan bagian tak terpisahkan dengan Pulau Meatimiarang.
Gambar 8 (a) Citra Quickbird menunjukkan sebarang mangrove di Pulau Meatimiarang; (b) Contoh mangrove
h. Rataan pasir
Pulau Meatimiarang sebagian besar di kelilingi oleh hamparan pasir putih yang cukup cantik. Apabila air surut, hamparan pasir putih dapat mencapai 500 meter dari bibir pantai.
Gambar 9 (a) Citra Quickbird menunjukkan rataan pasir di sekitar di Pulau Meatimiarang; (b) Rataan pasir saat air laut surut
Terumbu karang di Pulau Meatimiarang termasuk tipe karang tepi (fringing reef) yang tersebar disekeliling pulau. Fungsi terumbu karang adalah sebagai penahan gelombang; tempat memijah, tempat berkembang biak, dan tempat mencari makan bagi ikan. Selain itu, terumbu karang juga berperan sebagai habitat bagi berbagai biota laut dan ikan karang serta menjadi daya tarik pariwisata laut. Dilihat dari tipe konturnya, pantainya memiliki kemiringan yang sangat landai sehingga pada saat surut garis pantai pasir menjorok sekitar 100 m kearah laut. Pada bagian tubir, kontur perairannya cukup curam. Pulau ini memiliki gugusan karang yang menyatu dengan tipe substrat pasir dengan sedikit lumpur.
Secara umum kondisi terumbu karang di Pulau Meatimiarang termasuk dalam katagori sedang. Softcoral dapat ditemukan diseluruh titik stasiun pengamatan dengan persen penutupan 5-50%. Titik yang memiliki penutupan softcoral terbesar berada pada Stasiun 14 yaitu di tepi gobah Pulau Meatimiarang. Ancaman kerusakan yang bersifat antropogenik tidak terlihat di wilayah ini karena hanya sedikit sekali ditemukan akibat bahan peledak dari nelayan luar. Masih sedikitnya aktivitas perikanan dan jumlah penduduk yang sangat sedikit di pulau-pulau tersebut menjadikan kawasan terumbu karang masih alami. Ancaman oleh faktor alami ditemukan seperti Achantaster plancii namun dalam jumlah relatif sedikit.
Secara garis besar, dari pemanfaatan citra Quickbird dan survei lapangan yang telah dilakukan, didapatkan informasi bahwa kondisi Pulau Meatimiarang saat ini masih dalam kondisi yang memprihatinkan karena sebagian besar wilayahnya masih belum dimanfaatkan dengan optimal. Peranan strategis Pulau Meatimiarang menuntut perhatian dan kerjasama antara pemerintah lokal dan pusat dalam hal pengelolaan potensi sumberdaya alam yang ada di pulau ini secara optimal. Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan kondisi yang ditemukan dari survei yang telah dilakukan, yaitu: adanya potensi terumbu karang dan pesisir pantai untuk dijadikan obyek wisata terutama di bagian timur pulau, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan sehingga tidak merusak kondisi ekosistem yang saat ini masih dalam keadaan baik dan stabil; perlunya pembangunan beberapa infrastruktur (sarana dan prasarana) guna menunjang fungsi pulau ini sebagai pulau terluar yang berpenghuni, seperti dermaga/pelabuhan kecil, jalan, infrastruktur untuk listrik dan penerangan, sekolah, dan fasilitas kesehatan; perlunya pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM yang ada di pulau ini, misalnya pelatihan mengenai cara budidaya kima dan pemanfaatan tanaman kelapa yang banyak ditemui di pulau ini; serta perlunya institusi di tingkat lokal guna mendampingi masyarakat umum dalam mengembangkan rencana aksi dan strategi di tingkat lokal.
KESIMPULAN
Pemanfaatan citra Quickbird sangat membantu dalam pengumpulan data dan penyediaan informasi umum mengenai potensi sumberdaya yang ada di pulau kecil terluar, dalam hal ini di Pulau Meatimiarang, Provinsi Maluku. Informasi ini dapat digunakan sebagai masukan awal bagi penyusunan kebijakan dan program pengelolaan pulau kecil terluar di tingkat lokal maupun pemerintah pusat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Tim Survei Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut BAKOSURTANAL yang telah banyak membantu dalam pengumpulan dan pengolahan data.
DAFTAR PUSTAKA
1 Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, M.K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Seas. Part Two. Periplus Editions (HK) Ltd.
2 http://www.infohukum.dkp.go.id/produk/581.pdf, diakses pada tanggal 16 November 2009.
3 Bengen, D.G and Retraubun, A.W.S. 2006. Menguak Realitas dan Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-Sosio Sistem Pulau-Pulau Kecil. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut (P4L). ISBN 979-98867-2-4.
4 http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Meatimiarang, diakses pada tanggal 16 November 2009.
5 www.dephut.go.id/files/PP_37_08.pdf, diakses tanggal 17 November 2009.
0 komentar:
Posting Komentar