by
Reynold Sumayku
Pelepasliaran sekitar 40 ekor kura-kura leher ular (Chelodina mccordi) ke habitatnya di Pulau Rote dalam seremoni yang melibatkan menteri kehutanan beberapa waktu lalu itu bisa jadi merupakan langkah pelestarian yang nyaris terlambat—tetapi mungkin pula menjadi awal keberhasilan. Nyaris terlambat karena kini si kura-kura hampir tidak pernah lagi ditemukan di habitat aslinya, danau, rawa, atau lahan basah Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur. Berikut beberapa foto tentang kura-kura leher ular dan acara tersebut:
Kura-kura leher ular dalam penangkaran di Jakarta.
Dalam penangkaran, kura-kura yang dewasa ditempatkan di bak-bak yang diberi eceng gondok agar mirip seperti habitat.
Telur-telurnya seperti di atas.
Menjelang dikemas untuk dibawa ke Pulau Rote.
Siap dikeluarkan dari peti kemas begitu tiba di Pulau Rote.
Dikeluarkan dan akan diberi air agar tetap sehat menjelang pelepasliaran keeseokan harinya.
Pengecekan lokasi pelepasliaran.
Senja di Danau Peto, tempat pelepasliaran, sehari sebelum hari-H.
Persiapan menjelang kedatangan menteri untuk acara esok hari.
Acara malam. Merayakan kekerabatan dengan tarian dan tuak.
Pagi menjelang. Berdandan untuk penampilan dalam pergelaran kesenian sebelum pelepasliaran.
Topi tradisional Rote, ti'i langga. Ini topi siapa punya ya?
Tarian penyambut menteri.
Kesepakatan tiga keluarga untuk melindungi kura-kura leher ular ditandai dengan pemotongan kerbau.
Menteri Kehutanan MS Kaban (kiri, bertopi) melepaskan kura-kura ke danau.
Prasasti di tepi danau.
0 komentar:
Posting Komentar