Geografi sebagai salah satu kajian ilmu pengetahuan alam adalah studi dan pertelaan mengenai perbedaan fenomena alam tentang sebaran makhluk hidup yang di bumi dan mencakup semua faktor yang dapat mengubah atau mempengaruhi permukaan bumi secara fisik, perubahan iklim, dan berbagai proses kegiatan makhluk hidup atau bukan.
Salah satu cabang geografi adalah “biogeografi” atau “geografi biologi”. Biogeografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebaran secara spesial makhluk hidup pada saat yang lalu dan saat ini. Untuk tujuan praktis sesuai dengan pembagian makhluk hidup menjadi tumbuhan dan hewan, biogeografi pada umumnya dibagi atas “geografi tumbuhan” (fitogeografi) dan “geografi hewan” (zoogeografi).
Fitogeografi dan zoogeografi adalah bagian dari ilmu pengetahuan biogeografi yang mempelajari studi dan deskripsi perbedaan fenomena distribusi vegetasi di bumi termasuk semua faktor yang mengubah permukaan bumi oleh faktor fisik, iklim atau oleh interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya.
Secara singkat fitogeografi adalah kajian yang mempelajari sebaran makhluk hidup di bumi pada masa yang lalu dan saat ini. Kajian tentang distribusi vegetasi dapat dilakukan menurut jenis-jenisnya secara terpisah atau secara keseluruhan pola distribusi tumbuhan dapat secara luas atau secara terbatas pada wilayah tertentu. Berdasarkan terdapat atau tidak terdapat jenis-jenis tumbuhan di suatu wilayah, dikenal 3 kelompok taksa tumbuhan, yaitu tumbuhan yang tersebar luas, tumbuhan endemik dan tumbuhan discontinue. Contoh tumbuhan tersebar luas (wides) antara lain, plantago mayor, atau agathis australis; tumbuhan endemik adalah Ginko biloba atau Rafflesia arnoldii, dan tumbuhan discontinue adalah Empetum nigrum atau Larrea trdentata.
Tumbuhan tersebar luas atau yang sering dinamakan juga tumbuhan kosmopolit adalah kelompok taksa tumbuhan yang penyebarannya hampir di seluruh dunia. Untuk tumbuhan yang tersebar luas di wilayah tropis tumbuhan dan dinamakan tumbuhan “pantropis”
Tumbuhan endemik merupakan taksa tumbuhan yang penyebarannya terbatas di wilayah yang tidak terlalu luas, yang disebabkan oleh kondisi lingkungan setempat dan barier. Terdapat macam-macam tumbuhan endemik, antara lain tumbuhan endemik benua, endemik regional dan lokal atau setempat.
Tumbuhan discontinue adalah taksa tumbuhan yang kehadirannya di suatu wilayah yang luas terpisah-pisah dalam kantong-kantong taksa tumbuhan tertentu. Terbentuknya taksa tumbuhan discontinue antara lain disebabkan oleh faktor barier ekologi, gagal bermigrasi, dan gagal beradaptasi pada lingkungan tertentu.
Kemudian dalam skala evolusi terdapat jenis yang mampu bertahan melalui perubahan genetik atau mutasi sehingga dapat beradaptasi pada lingkungan baru, dan terpisah-pisah di wilayah-wilayah tertentu melalui migrasi atau adanya perubahan benua atau wilayah sesuai dengan teori paparan benua (continental drift).
Menurut konsep dinamika fitogeografi, terdapat beberapa penyebab yang mempengaruhi pola dasar distribusi vegetasi, yaitu: a) kondisi habitat, b) respon tumbuhan, c) sifat adaptasi, d) migrasi dan e) kelangsungan hidup yang sebagian besar tergantung pada sifat proses evolusi dan kemampuan bermigrasi.
Sesuai dengan sifat toleransi dan adaptasi terhadap kondisi habitat dan iklim, dikenal beberapa kelompok distribusi tumbuhan, yaitu kelompok: a) tumbuhan kosmopolit dan sub-kosmopolit (Gnamineae), tumbuhan wilayah tropis (Araceae), tumbuhan wilayah sub-tropis (Salicaceae), tumbuhan discontinue (Papaveraceae), tumbuhan endemis (Bixaceae) dan tumbuhan wilayah ekstrim, misalnya gurun (Pedaliaceae).
Pola distribusi vegetasi berlangsung secara alamiah atau melalui proses seleksi alam atau mutasi sebagai hasil respon toleransi dan adaptasi vegetasi terhadap amplitudo ekologi habitat dan iklim. Respon tersebut dapat bersifat luas (eurytopic) atau bersifat sempit (stenotopic) yang ditentukan oleh faktor “perangkat genetik” (genetic set up) yang dimiliki oleh setiap jenis, sekelompok suku atau taksa tumbuh-tumbuhan tertentu.
Amplitudo ekologi yang menjadi penentu pola distribusi tumbuhan di bumi. Menurut Brown dan Gibson (1983) amplitude di tentukan oleh jenis-jenis tumbuhan, keperakaan dan sifat adaptasi terhadap cahaya, prefensi tumbuhan terhadap sifat tanah (habitat), kemampuannya menghadapi gangguan (“cathastrophe”), dan interaksi-spesifik antara tumbuhan dengan tumbuhan atau tumbuhan dengan hewan.
Perangkat genetik mempunyai peranan dalam mengatur dan menentukan sifat toleransi dan adaptasi terhadap perubahan amplitudo ekologi yang berlangsung dalam proses seleksi alam dan mutasi selama evolusi. Hasil seleksi alam atau mutasi menghasilkan tumbuhan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan habitat, iklim dan kondisi lingkungannya. Tumbuhan demikian dinamakan “tumbuhan ekotip”.
DAFTAR PUSTAKA
Myers, A. A. And P. S. Giller (Eds). (1998). Analytical Biogeography: An integrated approach to the study of animal and plant distributions. London: Chapman and Hall.
Weis, M. (1963). Fitogeografi. Bandung: Sumber Djay
0 komentar:
Posting Komentar