Menggunakan metode penelitian baru, peneliti berhasil memahami lebih baik efek yang dihasilkan oleh tanaman hijau pada udara di kota besar.

(Abiyu Pradipa. Sumber: Phys.Org)
Membangun Generasi Emas Bangsa Indonesia 2025
Darryl Virgiawan Tanod/Fotokita.net
Pernah dengar istilah pengungsi iklim? Pengungsi iklim adalah populasi manusia yang akan terusir dari tempat tinggalnya akibat dampak perubahan iklim. Seperti diketahui, melelehnya lapisan es terbesar dunia membawa dampak yang jauh lebih besar bukan hanya bagi populasi hewan penghuni kutub, namun juga manusia yang hidup di belahan dunia yang berdekatan.
Menurut International Institute for Environment and Development (IIED), setidaknya 634 juta orang yang tinggal di sepanjang garis pantai dengan posisi 10 meter di bawah permukaan air laut, mereka menyebutnya Zona Pesisir Elevasi Rendah, akan terpaksa mengungsi akibat pelelehan es di dua lapisan es—Antartika dan Greenland. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh National Snow and Ice Data Center dan the National Center for Atmospheric Research terhadap laju reduksi lapisan es mengindikasikan bahwa pada 2050 seluruh lapisan es dunia akan sirna.
Salah satu negara yang paling rentan adalah China dengan jumlah 144 juta pengungsi iklim potensial. Selanjutnya India (63 juta) dan Bangladesh (62 juta). Bagaimana dengan Indonesia?
Agak mengejutkan, Indonesia termasuk dalam daftar lima besar, 42 juta. Negara lain yang masuk dalam sepuluh besar di antaranya Jepang (30 juta), Mesir (26 juta), dan AS (23 juta).
Jika benar menjadi kenyataan, ini merupakan perpindahan manusia paling masif yang pernah terjadi. Beberapa pengungsi bisa dengan mudah berpindah ke daerah yang lebih tinggi di negara mereka. Lainnya, bukan tidak mungkin mesti bermigrasi ke negara lain karena sudah begitu padatnya daerah dataran tinggi di negara mereka, seperti Bangladesh sebagai contoh.
Jika mendengar angka tahun 2050 mungkin sebagian besar dari kita akan santai-santai saja karena kedengarannya sepertinya masih sangat jauh di masa depan. Namun, waktu itu seperti terbang (tempus fugit) dan tanpa sadar, kita sudah berada pada masa depan yang “jauh” itu. Jika sudah begitu, apa lagi yang bisa dilakukan?
Kemauan politik-ekonomi dari negara-negara penghasil emisi terbesar merupakan cara paling rasional untuk meredam laju perubahan iklim global. Sementara, kita mungkin bisa memulai dengan hidup lebih bersahabat dengan lingkungan. Itu kalau kita tidak mau jadi pengungsi iklim 30-40 tahun mendatang.
Oleh : Ahyuni, ST, M.Si Dosen Geografi UNP Abstrak Propinsi Sumatera Barat secara keruangan memiliki permasalahan seperti keterbatasan lahan, konflik pemanfaatan lahan, kerawanan terhadap bencana dan pencemaran air akibat pemanfaatan lahan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor keruangan yang menjadi karakteristik geografis Propinsi Sumatera Barat. Implikasinya terhadap strategi perencanaan pembangunan wilayah yaitu pembangunan wilayah harus bertumpu pada kelestarian lingkungan, pengembangan kegiatan ekonomi yang memiliki daya saing, bernilai ekonomi dan bernilai tambah tinggi serta menata permukiman yang terbebas dari permasalahan yang ditimbulkan oleh faktor keruangan. Pendahuluan Propinsi Sumatera Barat memiliki luas 42.297,30 Km2 dengan jumlah penduduk 4,5 juta jiwa terdiri atas 12 (dua belas) kabupaten dan 7 (tujuh) kota. Di Propinsi Sumatera Barat terdapat beberapa gunung seperti Gunung Merapi, Singgalang, Sago, Talang, Tandikat, Talamau dan juga empat danau besar yaitu : Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas dan Danau Dibawah. Wilayah Sumatera Barat terbagi atas 30 DAS. Sungai yang mengaliri DAS tersebut bermuara ke arah pantai barat Pulau Sumatera, dan kearah timur melalui Propinsi Riau dan Propinsi Jambi. Propinsi Sumatera Barat mempunyai beragam bentang alam mulai dari bentang alam pesisir pantai, dataran rendah, dataran sedang perbukitan hingga dataran tinggi pegunungan. Bentuk wilayah terbagi atas : datar seluas 578.000 Ha (13,41%), datar berombak seluas 186.000 Ha (4,31%), bergelombang seluas 316.000 Ha (7,33%), berbukit seluas 964.000 Ha (22,36%), dan bergunung seluas 2.267.000 Ha (52,59 %). Lebih dari setengah luas lahan merupakan dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan yang membelah Propinsi Sumatera Barat dalam arah utara selatan. Kawasan sekitar lereng Gunung Merapi, Singgalang, Sago, Talang, Tandikat, Talamau merupakan kawasan vulkanik subur yang cocok untuk pengembangan berbagai komoditi hortikultura, tanaman pangan dan perkebunan. Selain itu, pada kawasan yang berada sepanjang Bukit Barisan ini terdapat berbagai potensi komoditi yang bersifat endemik seperti ikan bilih yang potensial untuk dikembangkan secara ekonomis. Kondisi geologi menyebabkan Propinsi Sumatera Barat memiliki potensi mineral-mineral berharga seperti emas, perak, bijih besi, mangan, timah hitam, obsidian dan lainnya, tanah yang subur, alam yang indah dan banyaknya sumber air termasuk air panas yang berasal dari kawasan gunung api yang masih aktif maupun yang tidak aktif. Akan tetapi selain potensi fisik yang tergambar diatas, Propinsi Sumatera Barat merupakan wilayah yang memiliki beberapa permasalahan fisik yang harus dihadapi dalam pembangunan. Permasalahan fisik ini merupakan sisi lain dari potensi fisik sumber daya alam yang terbentuk akibat proses geologi yang sama. Potensi kesuburan tanah, mineral, keragaman bentang alam dan potensi sumber daya air timbul akibat proses geologi yang juga menimbulkan berbagai permasalahan seperti terbatasnya lahan yang dapat dibudidayakan, kerawanan terhadap bencana alam dan ancaman dampak lingkungan dari berbagai aktifitas pemanfaatan lahan. Peta Wilayah Administratif Propinsi Sumatera Barat Permasalahan Keruangan Dalam Pembangunan Propinsi Sumatera Barat a. Keterbatasan Pemanfaatan Lahan Lahan untuk pengembangan budidaya di Propinsi Sumatera Barat relatif terbatas. Lahan dengan kelerengan lebih dari 40 % mencapai luas 1.650.918 Ha (39,03%). Luas kawasan hutan mencapai 2.599.386 Ha (61,46%) yang terbagi atas kawasan hutan berfungsi lindung seluas 1.756.608 Ha dan hutan produksi seluas 842.778 Ha. Luas keseluruhan kawasan lindung di Propinsi Sumatera Barat mencapai luas 1.910.679 Ha (45,17%). Hanya 54,83 % lahan di Propinsi Sumatera Barat yang dapat dibudidayakan termasuk didalamnya kawasan hutan produksi. Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan Propinsi Sumatera Barat Sumber : Draft RTRW Propinsi Sumbar 2005 - 2019 Dengan karakteristik alam yang berbukit dan bergunung serta dengan luas kawasan lindung yang mencapai 45,17 %, maka lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya terbatas. Beberapa daerah kabupaten seperti Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pesisir Selatan memiliki luas kawasan budidaya memiliki proporsi kawasan budidaya sangat kecil yaitu kurang dari setengah luas wilayah administratif yaitu masing-masingnya 17,91 % dan 16,12%, dan 41,34% (tabel 1). Kalau dikaitkan dengan jumlah keluarga miskin, persentasi kemiskinan pada kabupaten ini termasuk tinggi yaitu masing-masingnya 31,50 % ,48,89 % dan 39,27 %, diatas rata-rata Propinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 28 %. Keterbatasan lahan dan keterisoliran menjadi diantara penyebab dari kemiskinan penduduk. Di Propinsi Sumatera Barat masih terdapat desa terisolir atau daerah tertinggal dan akses antar daerah terhambat karena kendala geografis atau karena larangan membuka akses melewati kawasan hutan lindung. Pada daerah dengan proporsi kawasan lindung yang besar banyak terdapat kantong-kantong permukiman terisolir ini. Kawasan terisolir tersebut banyak terdapat di Kabupaten Solok Solok Selatan, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai. Tabel 1: Proporsi Luas Kawasan Budidaya Terhadap Luas Wilayah No Kabupaten/Kota Luas (Ha) Proporsi Luas Kawasan Budidaya Terhadap Luas Wilayah Wilayah Administrasi Kawasan Budidaya Kawasan Lindung Kabupaten 1 Kepulauan Mentawai 601.135 392.380 208.755 65,27% 2 Pesisir Selatan 579.495 239.551 339.944 41,34% 3 Solok 373.800 66.933 306.867 17,91% 4 Solok Selatan 334.620 227.075 107.545 67,86% 5 Sawahlunto/Sijunjung 313.080 160.287 152.793 51,20% 6 Dharmasraya 296.113 256.657 39.456 86,68% 7 Tanah Datar 133.600 93.645 39.955 70,09% 8 Padang Pariaman 132.879 103.679 29.200 78,03% 9 Agam 223.230 150.156 73.074 67,27% 10 Limapuluh Kota 335.430 165.570 169.860 49,36% 11 Pasaman 444.763 71.703 373.060 16,12% 12 Pasaman Barat 338.777 321.377 17.400 94,86% Kota 1 Padang 69.496 26.430 43.066 38,03% 2 Solok 5.764 5.100 664 88,48% 3 Sawahlunto 27.345 19.035 8.310 69,61% 4 Padang Panjang 2.300 2.037 263 88,57% 5 Bukitinggi 2.524 2.090 434 82,81% 6 Payakumbuh 8.043 8.010 33 99,59% 7 Pariaman 7.336 7.336 - 100,00% Propinsi Sumbar 4.229.730 2.319.051 1.910.679 54,83% Sumber : Draft RTRW Propinsi Sumatera Barat 2005 - 2019 Tabel 2: Kepadatan Penduduk dan Jumlah Penduduk Miskin No Kabupaten/Kota Kepadatan penduduk bersih (jiwa/Ha) Jumlah KK Miskin Keterangan jumlah KK miskin Kabupaten 1 Kepulauan Mentawai 0,17 80,33 % Diatas rata-rata (+) 2 Pesisir Selatan 1,74 39,27 % Diatas rata-rata (+) 3 Solok 5,24 31,50 % Diatas rata-rata (+) 4 Solok Selatan 0,59 28,43 % Diatas rata-rata (+) 5 Sawahlunto/Sijunjung 1,11 28,94 % Diatas rata-rata (+) 6 Dharmasraya 0,66 22,25 % Dibawah rata-rata (-) 7 Tanah Datar 3,62 21,49 % Dibawah rata-rata (-) 8 Padang Pariaman 3,62 30,46 % Diatas rata-rata (+) 9 Agam 2,85 25,83 % Dibawah rata-rata (-) 10 Limapuluh Kota 1,96 23,99 % Dibawah rata-rata (-) 11 Pasaman 3,39 48,89 % Diatas rata-rata (+) 12 Pasaman Barat 0,90 45,10 % Diatas rata-rata (+) Kota 1 Padang 29,69 23,12 % Dibawah rata-rata (-) 2 Solok 10,92 22,47 % Dibawah rata-rata (-) 3 Sawahlunto 2,83 17,29 % Dibawah rata-rata (-) 4 Padang Panjang 21,94 13,76 % Dibawah rata-rata (-) 5 Bukitinggi 49,94 16,58 % Dibawah rata-rata (-) 6 Payakumbuh 13,03 21,17 % Dibawah rata-rata (-) 7 Pariaman 10,28 20,90 % Dibawah rata-rata (-) Rata-Rata Propinsi Sumbar 1,96 28,00 % Sumber : BPS Propinsi Sumatera Barat Catatan : kepadatan penduduk bersih adalah rasio jumlah penduduk terhadap luas kawasan budidaya b. Konflik Pemanfaatan Lahan Potensi pertambangan yang ada terkandung di dalam kawasan hutan lindung itu, seperti biji besi, logam dasar dan emas. Kabupaten yang mempunyai tingkat ekonomi yang relatif tertinggal dibanding kabupaten lain seperti Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Solok Selatan yang memiliki lahan budidaya terbatas merupakan daerah potenial untuk mengembangkan kegiatan pertambangan. Kalau potensi tersebut dapat digarap maka kabupaten tersebut dapat menjadi kabupaten yang maju perekonomiannya dibanding kabupaten lain di Propinsi Sumatera Barat. Akan tetapi permasalahannya lahan tambang umumnya terdapat pada kawasan berstatus lindung dan merupakan lahan tambang terbuka sedangkan eksploitasi tambang terbuka tidak dibolehkan dilakukan di kawasan lindung. c. Kerawanan terhadap Bencana Alam Lahan di Propinsi Sumatera Barat lebih dari 52 % adalah dataran tinggi pegunungan dan sekitar 92 % mempunyai landform atau posisi geomorfik volkan. Sebagian besar menurut umur geologi tergolong batuan muda yang berasal dari jaman kuarter (Fiantis, 2007). Faktor kelerengan yang besar, curah hujan yang tinggi dan kondisi geologi menyebabkan Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan terhadap bencana gerakan tanah. Di Sumatera, terdapat Patahan Besar Sumatera (Great Sumatra Fault) di sepanjang pesisir barat Sumatera yang membentuk Bukit Barisan dan Patahan Mentawai (Mentawai Fault) di kepulauan Mentawai. Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Kepulauan Indonesia yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks. Kondisi ini disebabkan letaknya yang berada pada daerah tumbukan 2 lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan dan lempeng Euroasia di bagian utara yang ditandai dengan terdapatnya pusat-pusat gempa tektonik di Kepulauan Mentawai dan sekitarnya. Akibat tumbukan kedua lempeng besar ini selanjutnya muncul gejala tektonik lainnya yaitu busur magmatik yang ditandai dengan munculnya rangkaian pegunungan Bukit Barisan beserta gunung apinya dan sesar/patahan besar Sumatera yang memanjang searah dengan zona tumbukan kedua lempeng. Berdasarkan data yang diperoleh, luas lahan kritis hasil identifikasi citra landsat Badan Planologi Kehutanan pada tahun 2001 yaitu 551.387 Ha yang terdiri dari 339.748 Ha didalam kawasan hutan dan 211.639 Ha diluar kawasan hutan. Sampai saat ini baru kurang lebih 30% yang telah direboisasi dan direhabilitasi. Lahan kritis ini menjadi penyebab meningkatnya kerawanan terhadap bencana banjir. Propinsi Sumatera Barat dengan demikian merupakan daerah yang rawan terhadap berbagai bahaya bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, bahaya letusan gunung api, banjir dan tsunami. Peta Sesar (fault) di Propinsi Sumatera Barat Sumber : http//www.pirba.ristek.go.id, didownload tgl 17 November 2008 d. Pencemaran Sungai Propinsi Sumatera terbagi atas 6 Satuan Wilayah Sungai (SWS), 30 DAS dan 13 Sub DAS. SWS tersebut yaitu Anai Sualang, Rokan, Kampar, Indragiri, Silaut, dan Batang Hari. SWS yang bermuara di Pantai Barat yaitu Anai Sualang dan Silaut dan SWS lainnya bermuara di pantai timur Pulau Sumatera. Sungai-sungai yang bermuara di pantai timur merupakan satu sistem jaringan sungai dimana SWS Rokan, SWS Kampar dan SWS Inderagiri mengalir melalui Propinsi Riau dan SWS Batang Hari mengalir melalui Propinsi Jambi. Dengan demikian terpeliharanya sumber air di Propinsi Sumatera Barat merupakan hal penting bukan saja untuk kepentingan propinsi sendiri tetapi juga untuk propinsi tetangga. Beberapa sungai di Propinsi Sumatera Barat terindikasi telah tercemar. Zat pencemar kimia anorganik yang ditemukan seperti cuprum, nitrit, zinc, O2 terlarut, dan Hg (air raksa). Zat pencemar mikrobiologi fecal coliform dan total coliform. Zat pencemar tersebut dihasilkan oleh kegiatan pertambangan, industri dan permukiman penduduk sepanjang alur sungai. Air sungai Batang Hari di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya dan air Sungai Batang Bubus/Malandu di Kabupaten Pasaman (Bapedalda Propinsi Sumatera Barat dan Dinas PSDA Propinsi Sumbar) terindikasi telah tercemar air raksa (Hg) akibat pertambangan emas yang dilakukan. Hal ini menjadi masalah penting karena air sungai tersebut sebagian menjadi sumber air bersih penduduk pinggir sungai yang bukan saja di Propinsi Sumatera Barat tetapi juga propinsi Jambi. Penutup : Implikasi Untuk Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah Propinsi Sumatera Barat perlu mempertimbangkan berbagai kendala dan potensi spesifik yang dihadapi. Dengan keterbatasan lahan dan ancaman bahaya bencana, maka pengembangan lahan perlu dilakukan dengan dasar keserasian pemanfaatan lahan. Pemanfaatan lahan budidaya perlu dilakukan seoptimal mungkin dengan mengembangkan berbagai komoditi unggulan pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan pariwisata didukung prasarana yang lengkap. Untuk merumuskan strategi pengembangan wilayah dapat dipakai model yang dikembangkan oleh Glikson(Golany,1976). Model tersebut merupakan adaptasi dari model pengembangan ruang yang dibuat oleh Patrick Geddes (gambar 1). Aspek keruangan menurut Patrick Geddes dapat dilihat sebagai interaksi antara tiga variabel : penduduk (P), lokasi (L), dan kegiatan ekonomi (KE). Ketiga variabel tersebut saling berkaitan sehingga membentuk sembilan variabel. Dalam pengembangan wilayah ditambahkan variabel I (infrastruktur) yang menjadi pendukung agar seluruh variabel lain dapat saling berinteraksi. Kesepuluh variabel tersebut yaitu : 1) variabel P adalah karakteristik demografi penduduk, 2) variabel L adalah karakteristik fisik alam seperti geografi, iklim dan hidrologi, 3) variabel kegiatan ekonomi (KE) adalah berbagai usaha yang dilakukan dalam pengembangan kegiatan ekonomi, 4) variabel P/L adalah kegiatan bermukim penduduk dalam ruang, 5) P/KE adalah pengaruh faktor penduduk terhadap ekonomi seperti produktifitas tenaga kerja, 6) L/P adalah pengaruh karakteristik fisik terhadap sebaran lokasi permukiman, 7) L/KE adalah pengaruh karakteristik fisik terhadap sebaran sumber daya dan lokasi kegiatan produksi, 8) KE/L adalah pemanfaatan lahan untuk berbagai bentuk kegiatan ekonomi, 9) KE/P adalah pengaruh pembangunan ekonomi terhadap karakteristik sosio ekonomi, dan 10) variabel I adalah ketersediaan jaringan infrastruktur seperti jaringan transportasi, listrik, air bersih, telepon. Gambar 1 : Variabel Perencanaan Wilayah Berdasarkan potensi dan permasalahan keruangan pembangunan Propinsi maka pengembangan wilayah dapat difokuskan dalam beberapa strategi seperti berikut ini. Strategi Utama Strategi L : preservasi/rehabilitasi lingkungan Strategi KE : dengan kendala keterbatasan lahan maka pengembangan ekonomi perlu didasarkan pada pengembangan komoditi/produk unggulan yang memiliki daya saing, bernilai ekonomi dan bernilai tambah tinggi Strategi KE/L : pengembangan kawasan sentra produksi untuk berbagai komoditi unggulan. Strategi L/KE : kajian ekonomi lokasi untuk pengembangan kegiatan ekonomi pada lahan yang memiliki sensitifitas tinggi untuk dijadikan kawasan budidaya terutama untuk kegiatan eksploitasi pertambangan pada kawasan lindung. Strategi L/P : penataan lokasi penduduk pada kawasan rawan bencana gempa, letusan gunung api, banjir dan longsor dan resettlement kantong permukiman penduduk terisolir yang sulit untuk mendapatkan akses transportasi. Strategi I : pengembangan akses kawasan tertinggal/terisolir dan akses kawasan sentra produksi. Strategi pendukung Strategi P : pendidikan masyarakat berkaitan dengan kesadaran tentang ancaman bahaya bencana alam dan kesadaran tentang produk unggulan Propinsi Sumatera Barat. Strategi P/KE : peningkatan ketrampilan dan pengetahuan masyarakat dalam produksi. Strategi KE/P : pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam mengembangkan komoditi/produk unggulan. Strategi P/L : penataan ruang dan pengembangan permukiman agar tercipta lingkungan yang produktif. Fokus Dalam Perencanaan Wilayah Propinsi Sumatera Barat dapat dijelaskan dalam gambar 2 berikut ini. Gambar 2 : Fokus Dalam Perencanaan Wilayah Propinsi Sumatera Barat Daftar Pustaka : ___________ , 2006, Draft RTRW Propinsi Sumatera Barat 2005 – 2019, Pemerintah Propinsi Sumatera Barat Fiantis, Dian, 2007, Sumber Daya Lahan Vulkanis Sumbar, Harian Padang Ekspress, 28 Juli Golany, Gideon, 1976, New Town Planning : Principle and Practice, John Wiley and Sons, New York Sugandhy Aca, 1999, Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gramedia, Jakarta
Jika Anda hidup di kota besar, banyaknya polusi menambah tingkat kesulitan untuk menerapkan hidup "sehat" saat ini. Terlebih dengan adanya pilihan makanan yang sangat bervariasi. Entah itu makanan yang bergizi atau malahan makanan yang mengandung lemak tinggi. Namun kita harus tetap berusaha untuk dapat menjalankan hidup sehat tersebut, terutama menerapkah hidup "sehat" bagi anak-anak kita.
Berikut ini merupakan trik agar kita bisa tetap hidup sehat di tengah-tengah "serangan" polusi: 1. Perhatikan makanan bergizi Selain makanan 4 sehat 5 sempurna, yang disarankan adalah penganan yang mengandung kalsium tinggi. Sederhananya, jika tubuh fit, secara alamiah kita akan lebih resistan terhadap polusi, termasuk zat-zat yang tidak diperlukan tubuh.
2. Olahraga rutin Olahraga membuat metabolisme tubuh semakin baik sehingga selalu siap menangkap dan mengeluarkan zat-zat yang berbahaya bagi tubuh termasuk bakteri, virus dan polutan.
3. Membersihkan udara di rumah Menggunakan penyejuk udara (AC) sebenarnya tidak terlalu berarti. Justru AC yang menggunakan ozon bisa menimbulkan ground ozone yang membahayakan karena sifatnya beracun. Lebih baik, sediakan ventilasi rumah sebanyak mungkin untuk mendapat udara segar. Kalaupun ingin menggunakan AC, pilih yang aman untuk lingkungan (biasanya tertera pada produk). Tidak lupa lakukan perawatan berkala, seperti bersihkan saringan minimal sekali seminggu dan hindari penggunaan yang terus-menerus.
4. Menghijaukan lingkungan Lakukan penghijauan di rumah. Kenapa tumbuhan begitu penting? Karena tanaman bisa menghisap partikel-partikel (zat-zat polutan) yang bebas di udara.
5. Berlibur ke pegunungan atau pantai Sempatkan waktu untuk berlibur ke daerah yang rendah polusi seperti ke pegunungan atau pantai. Setidaknya bisa jadi refreshing dan membuat kita "lepas" dari polusi meski hanya untuk sementara waktu.
Jadi, siapkan diri Anda mulai hari ini untuk menerapkan hidup "sehat". Semoga trik-trik diatas bermanfaat!
1. Pengertian Geografi dan Geografi Lingkungan
Sebelum mendefinisikan geografi lingkungan (environmental geography), sangat berguna untuk memandang terlebih dulu konsep geografi secara umum. Salah satu kesalahan konsep yang umum terjadi adalah memandang geografi sebagai studi yang sederhana tentang nama-nama suatu tempat. Implikasi dari pemahaman seperti itu menyebakan terjadinya reduksi terhadap hakekat geografi. Geografi menjadi pengetahuan untuk menghafalkan tempat-tempat dimuka bumi, sehingga bidang ini menjadi kurang bermakna untuk kehidupan. Geografi sering juga dipandanng identik dengan kartografi atau membuat peta. Dalam prakteknya sering terjadi para geograf sangat trampil dalam membaca dan memahami peta, tetapi tidak tepat jika kegiatan membuat peta sebagai profesinya.
Kata geografi berasal dari geo=bumi, dan graphein=mencitra. Ungkapan itu pertama kali disitir oleh Eratosthenes yang mengemukakan kata “geografika”. Kata itu berakar dari geo=bumi dan graphika=lukisan atau tulisan. Jadi kata geographika dalam bahasa Yunani, berarti lukisan tentang bumi atau tulisan tentang bumi. Istilah geografi juga dikenal dalam berbagai bahasa, seperti geography (Inggris), geographie (Prancis), die geographie/die erdkunde (Jerman), geografie/ aardrijkskunde (Belanda) dan geographike (Yunani).
Bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk mengenali lingkungan di permukaan bumi. Pengenalan itu diawali dengan mengunjungi tempat-tempat secara langsung di muka bumi, dan berikutnya menggunakan peralatan dan teknologi yang makin maju. Sejalan dengan pengenalan itu pemikiran manusia tentang lingkungan terus berkembang, pengertian geografi juga mengalami perubahan dan perkembangan. Pengertian geografi bukan sekedar tulisan tentang bumi, tetapi telah menjadi ilmu pengetahuan tersendiri disamping bidang ilmu pengetahuan lainnya. Geografi telah berkembang dari bentuk cerita tentang suatu wilayah dengan penduduknya menjadi bidang ilmu pengetahuan yan memiliki obyek studi, metode, prinsip, dan konsep-konsep sendiri sehingga mendapat tempat ditengah-tengah ilmu lainnya.
Berkaitan dengan kemajuan itu, konsep geografi juga mengalami perkembangan. Ekblaw dan Mulkerne mengemukakan, bahwa geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi dan kehidupannnya, mempengaruhi pandangan hidup kita, makanan yang kita konsumsi, pakaian yang kita gunakan, rumah yang kita huni dan tempat rekreasi yang kita nikmati.
Bintarto (1977) mengemukakan, bahwa geografi adalah ilmu pengetahuan yang mencitra, menerangkan sifat bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk serta mempelajari corak khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur bumi dalam ruang dan waktu.
Hasil semlok peningkatan kualitas pengajaran geografi di Semarang (1988) merumuskan, bahwa geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan atau kelingkungan dalam konteks keruangan.
James mengemukakan geografi berkaitan dengan sistem keruangan, ruang yang menempati permukaan bumi. Geografi selalu berkaiatan dengan hubungan timbal balik antara manusia dan habitatnya.
Berdasarkan telaah terhadap konsep tersebut penulis berpendapat, bahwa geografi merupakan studi yang mempelajari fenomena alam dan manusia dan keterkaitan keduanya di permukaan bumi dengan menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah. Dalam pengertian itu beberapa aspek yang esensial, yaitu (1) adanya hubungan timbal balik antara unsur alam dan manusia (reciprocal). (2) Hubungan itu dapat bersifat interelatif, interaktif, dan intergratif sesuai dengan konteksnya. (3) cara memadang hubungan itu berisifat keruangan.
Berdasarkan konsep tersebut, studi Geografi bekaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
* Where is it? * Why is it there? * So what?
Dalam kata yang lain, Geografi mempelajari penyebaran keruangan dari sesuatu (bahasa, kegiatan ekonomi, pencemaran, rote transportasi, tanah, iklim, dan dan fenomena lainnya) untuk menemukan mengapa fenomena itu menyebar sebagaimana adanya. Geografi selanjutnya mencoba untuk menggambarkan terjadinya distribusi itu, dan dengan pemahaman itu dapat mengusulkan pemecahan masalah yang terjadi.
Preston James mencoba untuk memecahkan pertanyaan apakah geografi dengan memberikan batasan geografi menjadi empat tradisi utama, yaitu:
1. The spatial tradition Geographers have long been concerned with mapping and the spatial arrangement of things. Some geographers were developing statistical methods to improve both the description and analysis of such spatial patterns (James). Because this trend was not without its critics, the James article is often seen as a fence-mending effort within the discipline. 2. The area studies tradition Geographers such as Reclus and Humboldt were famous for their exhaustive descriptions of places. Even today, many geographers develop an expertise in the study of one or two regions. Typically, geographers will learn the language or langauges spoken in the region being studied and they will develop an understanding of both the natural physical features and of the human activities and patterns. The goal is to become an expert on the region as it is and to study specific problems or questions about the region. 3. The man-land tradition Beginning with George Perkins Marsh in the middle of the nineteenth century, geographers have sought to understand how the natural environment either determines or constrains human behavior and how humans, in turn, modify the physical world around them. Given the inherent sexism of this title, most geographers would now use the term “human-environment” to describe this tradition. 4. The Earth sciences tradition Many geography programs in the United States emerged from geology departments, and the connection between the disciplines remains strong. Most geographers — even if they focus on human geography — receive some training in such physical geography areas landforms, climate, soils, and the distribution of plants.
Keberadaan geografi lingkungan tak terlepas dari masalah lingkungan, khsususnya hubungan antara pertumbuhan penduduk, konsumsi sumberdaya, dan peningkatan intensitas masalah akibat ekploitasi sumberdaya yang berlebihan. Geografi lingkungan dapat memberikan kombinasi yang kuat perangkat konseptual untuk memahami masalah lingkungan yang kompleks.
Geografi lingkungan cenderung pada geografi manusia atau intergrasi geografi manusia dan fisik dalam memahami perubahan lingkungan global. Geografi lingkungan menggunakan pendekatan holistik. Geografi lingkungan melibatkan beberapa aspek hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan. Untuk memahami masalah-masalah lingkungan tidak mungkin tanpa pemahaman proses ekonomi, budaya, demografi yang mengarah pada konsumsi sumberdaya yang meningkat dan generasi yang merosot. Kebanyakan proses tersebut kompleks dan tranasional. Solusi potensial hanya dengan memahami fungsi siklus biokimia (sirkulasi air, karbon, nitrogen, dan sebagainya) dan juga teknologi yang digunakan manusia untuk campur tangan pada siklus itu.
Atas dasar perspektif tersebut, dapat disarkan bahwa geografi lingkungan merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan fenomena alam (fisis) maupun manusia di permukaan bumi. (Environmental geography is the scientific study ot the location and spatial variation in both physical and human phenomena of Earth) (James Hayes-Bohanan).
2. Obyek Geografi
Setiap disiplin ilmu memilki obyek yang menjadi bidang kajiannya.
Obyek bidang ilmu tersebut berupa obyek matrial dan obyek formal. Obyek material berkaitan dengan substansi materi yang dikaji, sedangkan obyek formal berkaitan dengan pendekatan (cara pandang) yang digunakan dalam menganalisis substansi (obyek material) tersebut.
Pada obyek material, antara bidang ilmu yang satu dengan bidang ilmu yang lain dapat memiliki substansi obyek yang sama atau hampir sama.Obyek material ilmu geografi adalah fenomena geosfer, yang meliputi litosfer, hidrosfer, atmosfer, biosfer, dan antroposfer. Obyek materal itu juga menjadi bidang kajian bagi disiplin ilmu lain, seperti geologi, hidrologi, biologi, fisika, kimia, dan disiplin ilmu lain. Sebagai contoh obyek material tanah atau batuan. Obyek itu juga menjadi bidang kajian bagi geologi, agronomi, fisika, dan kimia.
Oleh karena itu untuk membedakan disiplin ilmu yang satu dengan disiplin ilmu yang lain dapat dilakukan dengan menelaah obyek formalnya. Obyek formal geografi berupa pendekatan (cara pandang) yang digunakan dalam memahami obyek material. Dalam konteks itu geografi memilki pendekatan spesifik yang membedakan dengan ilmu-ilmu lain. Pendekatan spesifik itu dikenal dengan pendekatan keruangan (spatial approach). Selain pendekatan keruangan tersebut dalam geografi juga dikenali adanya pendekatan kelingkungan (ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach).
3. Prinsip Geografi
Prinsip merupakan dasar yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan suatu fenomena atau masalah yang terjadi. Prinsip juga berfungsi sebagai pegangan/pedoman dasar dalam memahami fenomena itu. Dengan prinsip yang dimiliki, gejala atau permasalahan yang terjadi secara umum dapat dijelaskan dan dipahami karakteristik yang dimilikinya dan keterkaitan dengan fenomena atau permasalahan lain.
Setiap bidang ilmu memiliki prinsip sendiri-sendiri. Ada kemungkinan satu atau beberapa prinsip bidang ilmu itu memiliki kesamaan dengan prinsip bidang ilmu yang lain, tetapi juga ada kemungkinan berbeda sama sekali. Dalam bidang geografi dikenali sejumlah prinsip, yaitu: prinsip penyebaran, prinsip interelasi, prinsip deskripsi dan prinsip korologi.
1. Prinsip Penyebaran Dalam prinsip ini fenomena atau masalah alam dan manusia tersebar di permukaan bumi. Penyebaran fenomena atau permasalahan itu tidak merata. Fenomena sumber air tentu tidak dijumpai di semua tempat. Demikian pula permasalahan pencemaran air juga tidak dijumpai disemua sungai atau laut. 2. Prinsip Interelasi Fenomena atau permasalahan alam dan manusia saling terjadi keterkaitan antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya. Keterkaitan itu dapat terjadi antara aspek fenomena alam dengan aspek fenomena alam lain, atau fenomena aspek manusia dengan aspek fenomena manusia. Fenomena banjir yang terjadi di wilayah hilir terjadi karena kerusakan hutan di bagian hulu. Kerusakan hutan alam itu dapat terjadi karena perilaku menusia. Perilaku manusia yang demikian terjadi karena kesadaran terhadap fungsi hutan yang rendah. 3. Prinsip Deskripsi Fenomena alam dan manusia memiliki saling keterkaiatan. Keterkaitan antara aspek alam (lingkungan) dan aspek manusia itu dapat dideskripsikan. Pendiskripsian itu melalui fakta, gejala dan masalah, sebab-akibat, secara kualitatif maupun kuantitatif dengan bantuan peta, grafik, diagram, dll. 4. Prinsip Korologi Prinsip korologi merupakan prinsip keterpaduan antara prinsip penyebaran, interelasi dan deskripsi. Fenomena atau masalah alam dan manusia dikaji penyebarannya, interelasinya, dan interaksinya dalam satu ruang. Kondisi ruang itu akan memberikan corak pada kesatuan gejala, kesatuan fungsi dan kesatuan bentuk.
4. Konsep Esensial Geografi
Konsep merupakan pengertian yang menunjuk pada sesuatu. Konsep esensial suatu bidang ilmu merupakan pengertian-pengertian untuk mengungkapan atau menggambaran corak abstrak fenomena esensial dari obyek material bidang kajian suatu ilmu. Oleh karena itu konsep dasar merupakan elemen yang penting dalam memahami fenomena yang terjadi.
Dalam geografi dikenali sejumlah konsep esensial sebagai berikut.
Menurut Whiple ada lima konsep esensial, yaitu:
1. bumi sebagai planet 2. variasi cara hidup 3. variasi wilayah alamiah 4. makna wilayah bagi manusia 5. pentingnya lokasi dalam memahami peristiwa dunia
Dalam mengungkapkan konsep geografi itu harus selalu dihubungkan dengan penyebarannya, relasinya, fungsinya, bentuknya, proses terjadinya, dan lain-lain sebagainya. Sebagai contoh ungkapan konsep “variasi cara hidup” setidaknya harus terabstraksikan mata pencaharian penduduk, proses terbentuknya mata pencaharian itu, penyebaran mata pencaharian itu, jumlah penduduk yang bekerja pada masing-masing mata pencaharian itu, dan dinamika mata pencaharian itu.
Menurut J Warman ada lima belas konsep esensial, yaitu:
1. wilayah atau regional 2. lapisan hidup atau biosfer 3. manusia sebagai faktor ekologi dominan 4. globalisme atau bumi sebagai planet 5. interaksi keruangan 6. hubungan areal 7. persamaan areal 8. perbedaan areal 9. keunikan areal 10. persebaran areal 11. lokasi relatif 12. keunggulan komparatif 13. perubahan yang terus menerus 14. sumberdaya dibatasi secara budaya 15. bumi bundar diatas kertas yang datar atau peta
Dengan menggunakan konsep-konsep tersebut dapat diungkapkan berbagai gejala dan berbagai masalah yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Penggunaan konsep itu akan memudahkan pemahaman terhadap sebab akibat, hubungan, fungsi, proses terjadinya gejala dan masalah sehari-hari. Selanjutnya dari kenyataan itu dikembangkan menjadi satu abstraksi, disusun model-model atau teori berkaitan dengan gejala, masalah dan fakta yang dihadapi. Jika ada satu masalah dapat dicoba disusun model alternatif pemecahannya. Sedangkan jika yang dihadapi suatu kenyaan kehidupan yang perlu ditingkatkan tarapnya, maka dapat disusun model dan pola pengembangan kehidupan itu. Dari berbagai konsep itu dapat disusun suatu kaidah yang tingkatnya tinggi dan berlaku secara umum yang disebut generalisasi.
5. Ruang Lingkup Geografi
Studi geografi mencakup analisis gejala manusia dan gejala alam. Dalam studi itu dilakukan analisis persebaran-interelasi-interaksi fenomena atau masalah dalam suatu ruang.
Menurut Rhoad Murphey ruang lingkup geografi sebagai berikut. (1) distribusi dan hubungan timbal balik antara manusia di permukaan bumi dengan aspek-aspek keruangan permukiman penduduk dan kegunaan dari bumi. (2) hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungan fisiknya sebagai bagian studi perbedaan area. (3) kerangka kerja regional dan analisis wilayah secara spesifik.
Berdasarkan uraian tersebut terlihat, bahwa ruang lingkup geografi tidak terlepas dari aspek alamiah dan aspek insaniah yang menjadi obyek studinya. Aspek itu diungkapkan dalam satu ruang berdasarkan prinsip-prinsip penyebarannya, relasinya, dan korologinya. Selanjutnya prinsip relasi diterapkan untuk menganalisis hubungan antara masyarakat manusia dengan lingkungan alamnya yang dapat mengungkapkan perbedaan arealnya, dan penyebaran dalam ruang. Akhirnya prinsip, penyebaran, dan korologi pada studi geografi dapat mengungkapkan karakteristik suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya sehingga terungkap adanya region-region yang berbeda satu sama lain.
Untuk mengunkanpan fenomena atau permasalahan yang terjadi digunakan pertanyaan-pertanyaan geografi. Untuk pertanyaan what? Geografi dapat menunjukkan fenomena apa yang terjadi? Untuk pertanyaan when, geografi dapat menunjukkan kapan peristiwa itu terjadi. Untuk pertanyaan where? Geografi dapat menunjukkan lokasi terjadinya peristiwa. Untuk pertanyaan why? Geografi dapat menunjukkan relasi-interelasi-interaksi-integrasi gejala-gejala itu sebagai faktor yang tidak terlepas satu sama lain. Untuk pertanyaan how? Geografi dapat menunjukkan kualaitas dan kuantitas gejala dan interelasi/interaksi gejala-gejala tadi dalam ruang yang bersangkutan.
6. Hakekat Geografi
Untuk mendapat konsep yang lebih mendalam dalam uraian berikut akan dibahas hakekat geografi. Menurut Karl Ritter bahwa geografi mempelajari bumi sebagai tempat tinggal manusia. Dalam konsep itu, sebagai tempat tinggal manusia berkenaan dengan ruang yang memiliki struktur, pola, dan proses yang terbentuk oleh aktivitas manusia.
Selain itu konsep “tempat tinggal manusia” tidak hanya terbatas pada permukaan bumi yang ditempati oleh manusia, tetapi juga wilayah-wilayah permukaan bumi yang tidak dihuni oleh manusia sepanjang tempat itu penting artinya bagi kehidupan manusia.
Bertitik tolak pada pemikiran itu studi geografi meluputi segala fenomena yang terdapat dipermukaan bumi, baik alam organik maupun alam anorganik yang ada hubungannya dengan kehidupan manusia. gejala organik dan anorganik itu dianalisis peyebarannya, perkembangannya, interelasinya, dan interaksinya.
Sebagai suatu bidang ilmu, geografi selalu melihat fenomena dalam konteks ruang secara keseluruhan. Gejala dalam ruang diperhatikan secara seksama. Perhatian itu dilakukan dengan selalu mengkaji faktor alam dan faktor manusia, dan keterkaitan keduanya yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan. Gejala – interelasi- interaksi – integrasi keruangan menjadi hakekat kerangka kerja utama geografi. Kerangka analisisnya selalu menggunakan pertanyaan geografi.
7. Klasifikasi dan Cabang-Cabang Geografi
Disiplin ilmu geografi memiliki cakupan obyek yang luas. Obyek itu mencakup fenomena alam dan manusia, dan keterkaitan antar keduanya.Untuk mempelajari obyek yang demikian luas tumbuh cabang-cabang geografi yang dapat memberikan analisis secara mendalam terhadap obyek yang dipelajarinya. Cabang-cabang ilmu geografi dapat dirinci sebagai berikut.
Menurut Huntington, geografi terbagi empat cabang, yaitu:
1. Geografi Fisik yang mempelajari faktor fisik alam 2. Pitogeografi yang mempelajari tanaman 3. Zoogeografi yang mempelajarai hewan 4. Antropogeografi yang mempelajari manusia.
Menurut Muller dan Rinner, cabang-cabang geografi terdiri atas:
1. Geografi Fisik yang terdari atas geografi matematika, geografi tanah dan hidrologi, klimatologi, geografi mineral dan sumberdaya, geografi tanaman, dan geografi tata guna lahan 2. Geografi Manusia meliputi geografi budaya (geografi penduduk, geografi sosial, dan geografi kota), Geografi ekonomi (geografi pertanian, geografi transportasi dan komunikasi) geografi politik 3. Geografi regional
Menurut Hagget, cabang geografi dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Geografi fisik merupakan cabang geografi yang mempelajari gejala fisik di permukaan bumi. Gejala fisik itu terdiri atas tanah, air, udara dengan segala prosesnya. Bidang kajian dalam geografi fisik adalah gejala alamiah di permukaan bumi yang menjadi lingkungan hidup manusia. Oleh karena itu keberadaan cabang ilmu ini tidak dapat dipisahkan dengan mansuia. 2. Geografi Manusia 1. Geografi manusia merupakan cabang geografi yang obyek kajiannya keruangan manusia. Aspek-aspek yang dikaji dalam cabang ini termaasuk kependudukan, aktivitas manusia yang meliputi aktivitas ekonomi, aktivitas politik, aktivitas sosial dan aktivitas budayanya. Dalam melakukan studi aspek kemanusiaan, geografi manusia terbagi dalam cabang-cabang geografi penduduk, geografi ekonomi, geografi politik, geografi permukiman dan geografi sosial. 2. Geografi penduduk merupakan cabang geografi manusia yang obyek studinya keruangan penduduk. Obyek studi ini meliputi penyebaran, densitas, perbandingan jenis kelamin penduduk dari suatu wilayah. 3. Geografi Ekonomi merupakan cabang geografi manusia yang bidang kajiannya berupa struktur keruangan aktivitas ekonomi. Titik berat kajiannya pada aspek keruangan struktur ekonomi masyarakat, termasuk bidang pertanian, industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, jasa, dan sebagainya. Dalam analisisnya, faktor lingkungan alam ditinjau sebagai faktor pendukung dan penghambat struktur aktivitas ekonomi penduduk. Geografi ekonomi mencakup geografi pertanian, geografi industri, geografi perdagangan, geografi transportasi dan komunikasi. 4. Geografi Politik merupakan cabang geografi manusia yang bidang kajiannya adalah aspek keruangan pemerintahan atau kenegaraan yang meliputi hubungan regional dan internasional, pemerintahan atau kenegaraan dipermukaan bumi. Dalam geografi politik, lingkungan geografi dijadikan sebagain dasar perkembangan dan hubungan kenegaraan. Bidang kajian geografi politik relatif luas, seperti aspek keruangan, aspek politik, aspek hubungan regional, dan internasional. 5. Geografi permukiman adalah cabang geografi yang obyek studinya berkaitan dengan perkembangan permukimam di suatu wilayah permukaan bumi. Aspek yang dibahas adalah kapan suatu wilayah dihuni manusia, bagaimana bentuk permukimannya, faktor apa yang mempengaruhi perkembangan dan pola permukiman. 3. Geografi Regional merupakan diskripsi yang menyeluruh antara aspek manusia dan aspek alam (lingkungan). Fokus kajiannya adalah interelasi, interaksi dan integrasi antara aspek alam dan manusia dalam suatu ruang tertentu.
Dalam pengkajian gejala dan masalah geografi harus selalu terpadu. Walaupun geografi fisik mengkaji aspek fisik, tetapi selalu mengkaitkannya dengan aspek manusia dalam suatu “ruang”. Sebaliknya geografi manusia selalu mengkaitkan dirinya dengan aspek-aspek fisik geografi. Geografi akan kehilangan “jati dirinya” jika tidak terjadi konsep keterpaduan.
Dalam tataran sistematika tersebut, geografi lingkungan merupakan bagian dari geografi regional. Karena, dalam perspektif bidang ini memberi tekanan pada hubungan antara manusia dengan lingkungannya sehingga terlihat karakteristk lingkungan di wilayah tersebut.
8. Pendekatan-Pendekatan Geografi
Geografi merupakan pengetahuan yang mempelajarai fenomena geosfer dengan menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah. Berdasarkan definisi geografi tersebut ada dua hal penting yang perlu dipahami, yaitu:
1. obyek studi geografi (Obyek studi geografi adalah fenomena geosfere yang meliputi litosfere, hidrosfera, biosfera, atmosfera, dan antrophosfera), dan 2. pendekatan geografi
Mendasarkan pada obyek material ini, geografi belum dapat menunjukan jati dirinya. Sebab, disiplin ilmu lain juga memiliki obyek yang sama. Perbedaan geografi dengan disiplin ilmu lain terletak pada pendekatannya. Sejalan dengan hal itu Hagget (1983) mengemukakan tiga pendekatan, yaitu:
1. pendekatan keruangan, 2. pendekatan kelingkungan, dan 3. pendekatan kompleks wilayah
Pembangunan yang terus meningkat di segala bidang, khususnya pembangunan di bidang industri, semakin meningkatkan pula jumlah limbah yang dihasilkan termasuk yang berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dan bahaya terhadap kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya, limbah bahan berbahaya dan beracun harus dikelola secara khusus agar dapat dihilangkan atau dikurangi sifat bahayanya. Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas telah mendorong Pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1994 tanggal 30 April 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3551) yang kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3595). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 ini kembali diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31) dan terakhir diperbaharui kembali melalui Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang. Dasar hukum dari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini antara lain adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) sebagaimana kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699, mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 19 September 1997) serta Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274). Lingkungan hidup didefenisikan oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan yang dimaksud dengan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Inti masalah lingkungan hidup adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup (organisme) dengan lingkungannya yang bersifat organik maupun anorganik yang juga merupakan inti permasalahan bidang kajian ekologi. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah oleh Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat dan bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kata-kata “pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup” sebagaimana tercantum dalam tujuan tersebut di atas merupakan “kata kunci” (key words) dalam rangka melaksanakan pembangunan dewasa ini maupun di masa yang akan datang. (Koesnadi Hardjasoemantri, 1990: 127). Istilah “pembangunan berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan” merupakan suatu terjemahan bebas dari istilah “sustainable development” yang menggambarkan adanya saling ketergantungan antara pelestarian dan pembangunan. Istilah ini untuk pertama kalinya mulai diperkenalkan oleh The World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan pada tahun 1980 yang menekankan bahwa kemanusiaan, yang merupakan bagian dalam alam, tidak mempunyai masa depan kecuali bila alam dan sumber daya alam dilestarikan. Dokumen ini menegaskan bahwa pelestarian tidak dapat dicapai tanpa dibarengi pembangunan untuk memerangi kemiskinan dan kesengsaraan ratusan juta umat manusia.
Membesarkan anak dengan baik memang tidak mudah bagi pasangan suami-istri yang bekerja. Dengan panduan berikut mudah-mudahan Anda dapat me...