Tampilkan postingan dengan label pengantar geografi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengantar geografi. Tampilkan semua postingan

PERAN ILMU GEOGRAFI DALAM MINIMISASI AKIBAT KENAIKAN PARAS LAUT DAN BANJIR DAMPAK PEMANASAN GLOBAL

ABSTRAK Pemanasan global (global warming) pada dasamya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (C02), metana (CH4) , dinitrooksida (N20) dan Chlorofluorocarbon (CFC) sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Fenomena ini mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik dan aktivitas sosial-ekonomi masyarakat. Ada beberapa skenario dapat terjadi dengan naiknya paras laut: meningkatnya erosi pantai, banjir di wilayah pesisir yang lebih buruk, terbenamnya wilayah lahan basah pesisir, perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan hutan mangrove, meluasnya intrusi air laut, perubahan lokasi penumpukan sedimen dari sungai, tenggelamnya terumbu karang. Selain itu terjadi ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir.llmu Geografi mengkaji fenomena permukaan bumi, yaitu ruang di permukaan bumi yang terbentuk oleh unsur-unsur geosfer (atmosfer, litosfer, pedosfer, hidrosfer, biosfer, dan antroposfer) yang berupa wilayah, dipelajari dengan menggunakan pendekatan spasial (keruangan), ekologis, dan kompleks wilayah. Makalah ini bertujuan untuk mengkaji peran ilmu geografi dalam minimisasi dampak pemanasan global berupa kenaikan paras air laut (sea level rise) dan banjir. IImu geografi mempelajari wilayah secara utuh menyeluruh mempunyai peran dalam menentukan kerangka kebijakan makro dan mikro operasional yang strategis dalam penataan ruang Daerah Aliran Sungai dan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan, dengan menggunakan ketiga pendekatan ilmu geografi. Kata-Kata kunci: IImu Geografi, pemanasan global. kenaikan paras air laut, banjir PENDAHULUAN Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (C02), metana (CH4), dinitrooksida (N20) dan Chlorofluorocarbon (CFC) sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global, termasuk Indonesia yang terjadi pada kisaran 1,5°- 40° C pada akhir abad 21. Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik * Makalah disajikan pada Seminar Nasional dan PIT XI Ikatan Geograf Indonesia (IGI). Kerjasama IGI Pusat dengan IGI Wilayah Sumatera Barat. Jurusan Geografi Fakultas Imu Sosial Universitas Negeri Padang. Padang 22-23 November 2008. seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb. Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial¬ekonomi masyarakat meliputi: ganggu~n terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara gangguan terhadap permukiman penduduk, pengurangan produktivitas lahan pertanian, peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb. Makalah ini bertujuan untuk mengkaji peran ilmu geografi dalam minimisasi dampak pemanasan global berupa kenaikan paras air laut (sea level rise) dan banjir. ILMU GEOGRAFI IImu Geografi mempelajari fenomena permukaan bumi, yaitu ruang di permukaan bumi yang terbentuk oleh unsur-unsur geosfer (Iitosfer, atmosfer, hidrosfer, pedosfer, biosfer, dan antroposfer), yang berupa wilayah dan isinya, dipelajari dengan pendekatan spasial (keruangan), ekologi (kelingkungan), dan kompleks wilayah (kewilayahan), untuk keperluan pengelolaan wilayah secara optimal dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup umat manusia. Obyek material ilmu geografi adalah fenomena permukaan bumi. Fenomena permukaan bumi merupakan suatu perwujudan atau face permukaan bumi yang dibentuk oleh unsur-unsur geosfer, dan terwujud dari hasil hubungan, interaksi dan interdependensi antara unsur-unsur geosfer. Ruang di permukaan bumi atau wilayah sebagai fenomena permukaan bumi dapat terbentuk mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks. Geosfer merupakan substansi yang menyelubungi bumi mulai dari atmosfer, litosfer, hidrosfer, pedosfer, biosfer, dan antroposfer. Unsur geosfer terdiri atas (1) litosfer atau batuan terluar dari bumi, yakni kulit bumi; (2) atmosfer, yakni udara yang meliput bumi; (3) hidrosfer, adalah air yang menyelubungi bumi; (4) pedosfer, tanah yang menyelubungi bumi baik di darat maupun di laut; (5) biosfer, adalah makhluk hidup baik tetumbuhan maupun hewan; (6) antroposfer, masyarakat manusia dengan segala aspek dan aktivitasnya yang menghuni bumi. Obyek formal ilmu geografi adalah pendekatan spasial, ekologis, dan kompleks wilayah. Pendekatan ilmu geografi bermakna suatu cara berpikir dan melihat kompleksitas fenomena permukaan bumi dalam konteks ruang, lingkungan, dan wilayah. IImu geografi dengan obyek kompleksitas fenomena atau gejala permukaan bumi menggunakan pendekatan spasial, ekologi, dan kompleks wilayah. Pendekatan spasial (keruangan) merupakan suatu kajian untuk mempelajari fenomena permukaan bumi dengan. menggunakan ruang sebagai media untuk analisis. Dimensi spasial yang dimunculkan lebih menonjolkan sebaran, pola, struktur, organisasi, proses, tendensi, asosiasi, interaksi, asosiasi, komparasi dan sinergis elemen-elemen fenomena permukaan bumi. yang dibentuk oleh unsur-unsur geosfer yang berupa wilayah dan potensinya. Penekanan pendekatan spasial adalah pembandingan kekhasan lokasional ruang. Pendekatan ini akan memperhatikan unsur jarak, pola, site dan situation, aksesibiltas dan keterkaitan. Berbeda dari pendekatan spasial yang bertolak dari perbedaan fenomena permukaan bumi yang terbentuk oleh unsur-unsur geosfer (Iitosfer, atmosfer, hidrosfer, pedosfer, biosfer, dan antroposfer) dari satu tempat ke tempat lainnya, pendekatan ekologi memandang rangkaian fenomena permukaan bumi dalam satu kesatuan ruang. Fenomena permukaan bumi membentuk satu rangkaian yang saling berkaitan (sinergis) dalam sebuah ekosistem dengan manusia sebagai unsur utama. Penekanan utama pendekatan ekologi adalah mengelaborasi secara lebih intens tentang keterkaitan elemen-elemen lingkungan dengan manusia dan matra kehidupannya. Ada beberapa tema yang dikembangkankan dalam pendekatan ekologi yaitu keterkaitan antara manusia (perilaku, persepsi) dengan elemen-elemen lingkungan geografi dan keterkaitan antara kearifan lokal, guyub tutur masyarakat dengan elemen-elemen lingkungan geografi (unsur fisik, unsur manusia, dan aksesibiltas). Pendekatan kompleks wilayah merupakan kombinasi pendekatan spasial, dan pendekatan ekologi. Pendekatan kompleks wilayah didasarkan pad a pemahaman yang mendalam mengenai keberadaan suatu wilayah sebagai suatu sistem, di mana di dalamnya terdapat banyak sekali subsistem dan elemen¬ elemen wilayah yang saling berkaitan (sinergis). Keterkaitan tersebut dapat berbentuk keterkaitan mempengaruhi, keterkaitan saling mempengaruhi, keterkaitan tergantung, dan keterkaitan saling tergantung. DAMPAK KENAIKAN PARAS AIR LAUT DAN BANJIR TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN BIO-GEOFISIK DAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT Kenaikan paras air laut seear:a umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan hutan mangrove, (e) meluasnya intrusi air laut, (d) aneaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau keeil. Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang aeak dan musim hujan yang pendek sementara eurah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir meneapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan paras air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan. Kenaikan paras air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada sa at ini saja kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove :f: 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, peneemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan teraneam dengan sendirinya. Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara. Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a) gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua; (c) hilangnya lahan-Iahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih 'buram' apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional, dan (d) penurunan produktivitas lahan pad a sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau¬pulau kecil yang dapat mencapai angka 2.000 hingga 4.000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran' garis pantai sejauh 25 meter, pad a akhir abad 21 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 hektar. Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown - International Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa pad a kurun waktu 1997 - 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh EI Nino. Bahkan \NWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pad a periode yang sama. Apabila tidak diambil langkah-Iangkah yang tepat maka kerusakan hutan, khususnya yang berfungsi lindung, akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang. PERAN ILMU GEOGRAFI DALAM MINIMISASI AKIBAT KENAIKAN PARAS LAUT DAN BANJIR SEBAGAI DAMPAK PEMANASAN GLOBAL IImu geografi mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan, khususnya pembangunan yang berbasis wilayah. Tugas utama seorang geograf adalah mengidentifikasi masalah wilayah, mengenali faktor-faktor lingkungan hidup yang saling berpengaruh langsung maupun tidak langsung, mengidentifikasi hubungan antar variabel yang berpengaruh dan menentukan munculnya masalah wilayah, mengidentifikasi dampak negatif maupun positif dari masalah yang timbul baik pada saat ini maupun saat yang akan datang, dan akhirnya menemukan alternatif pemecahannya baik secara preventif, kuratif maupun inovatif. Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang memiliki skala nasional dan dimensi waktu yang berjangka panjang, IImu geografi mempelajari wilayah secara utuh menyeluruh mempunyai peran dalam menentukan kerangka kebijakan makro dan mikro operasional yang strategis dalam penataan ruang wilayah pesisir dan Daerah Aliran Sungai secara terpadu dan berkelanjutan, dengan menggunakan ketiga pendekatan ilmu geografi. Dalam upaya mengantisipasi dampak kenaikan paras air laut dan banjir maka perlu dilakukan rencana tata ruang wilayah pesisir dan daerah aliran sungai. Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis tersebut, diperlukan pula antisipasi dampak kenaikan muka air laut dan banjir yang bersifat mikro-operasional. Pad a tataran mikro, pengembangan kawasan budidaya pada kawasan pesisir selayaknya dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa alternatif sebagai berikut. Pertama, relokasi, alternatif ini dikembangkan apabila dampak ekonomi dan lingkungan akibat kenaikan muka air laut dan banjir sangat besar sehingga kawasan budidaya perlu dialihkan lebih menjauh dari garis pantai. Dalam kondisi ekstrim, bahkan, perlu dipertimbangkan untuk menghindari sama sekali kawasan¬kawasan yang memiliki kerentanan sangat tinggi. Kedua, akomodasi, alternatif ini bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam atau resiko dampak yang mungkin te~adi seperti reklamasi, peninggian bangunan atau perubahan agriculture menjadi budidaya air payau (aquaculture) ; area-area yang tergenangi tidak terhindarkan, namun diharapkan tidak menimbulkan ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa, asset dan aktivitas sosial-ekonomi serta lingkungan sekitar. Ketiga, proteksi, alternatif ini memiliki dua kemungkinan, yakni yang bersifat hard structure seperti pembangunan penahan gelombang (breakwater) atau tanggul banjir (seawalls) dan yang bersifat soft structure seperti revegetasi mangrove atau penimbunan pasir (beach nourishment). Walaupun cenderung defensif terhadap perubahan alam, alternatif ini perlu dilakukan secara hati-hati dengan tetap mempertimbangkan proses alam yang te~adi sesuai dengan prinsip "working with nature". Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk sempadan pantai, sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat flora-fauna, dan kawasan-kawasan yang sensitif secara ekologis atau memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan alam atau kawasan yang bermasalah. Untuk pulau-pulau kecil maka perlindungan perlu diberikan untuk pulau-pulau yang memiliki fungsi khusus, seperti tempat transit fauna, habitat flora dan fauna langka/dilindungi, kepentingan hankam, dan sebagainya. Agar prinsip keterpaduan pengelolaan pembangunan kawasan pesisir benar-benar dapat diwujudkan, maka pelestarian kawasan lindung pada bagian hulu, khususnya hutan tropis perlu pula mendapatkan perhatian. Hal ini penting agar laju pemanasan global dapat dikurangi, sekaligus mengurangi peningkatan skala dampak pad a kawasan pesisir yang berada di kawasan hilir. PENUTUP Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik dan aktivitas sosial-ekonomi masyarakat. Kenaikan paras air laut secara umum akan mengakibatkan meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan hutan mangrove, meluasnya intrusi air laut, ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh te~adinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat te~adinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi: gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara gangguan terhadap permukiman penduduk, pengurangan produktivitas lahan pertanian, peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb. IImu geografi mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan, khususnya pembangunan yang berbasis wilayah. Tugas utama seorang geograf adalah mengidentifikasi masalah wilayah, mengenali faktor-faktor lingkungan hidup yang saling berpengaruh langsung maupun tidak langsung, mengidentifikasi hubungan antar variabel yang berpengaruh dan menentukan munculnya masalah wilayah, mengidentifikasi dampak negatif maupun positif dari masalah yang timbul baik pada saat ini maupun sa at yang akan datang, dan akhirnya menemukan alternatif pemecahannya baik secara preventif, kuratif maupun inovatif. Dalam upaya mengantisipasi dampak kenaikan paras air laut dan banjir maka perlu dilakukan rencana tata ruang wilayah pesisir dan daerah aliran sungai. Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis tersebut, diperlukan pula antisipasi dampak kenaikan muka air laut dan banjir yang bersifat mikro-operasional. Pada tataran mikro, pengembangan kawasan budidaya pada kawasan pesisir selayaknya dilakukan dengan relokasi, akomodasi, dan proteksi. DAFTAR PUSTAKA Angin, Ignas. Suban., 2008, Tinjauan Filosofis Sains Geografi, Makalah Seminar Nasional Filsafat Sains Geografi, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta 12 Juli 2008. Dibyosaputro, Suprapto,2008, Aksi%gi Geografi Fisik, Makalah Seminar Nasional Filsafat Sains Geografi, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta 12 Juli 2008. Sutikno, 2007, Peran IImu Geografi Dalam Era Otonomi Daerah dan Globalisasi, Makalah Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Geograf Dalam Era Otonomi Daerah dan Globalisasi, Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan IImu Pendidikan Universitas Nusa Cendana, Kupang 31 Oktober 2007.

Definisi Regional

Awal mulanya definisi kawasan dibasiskan atas dasar konsep geografis (region). Namun, kriteria geografis terkait dengan studi kawasan memiliki kelemahan karena tidak mencakup seluruh dinamika yang terjadi dalam kawasan apabila analisisnya diluar geografis-sosial seperti yang terlihat dalam kawasan Timur Tengah yang keanggotaannya tidak terbatas hanya pada keadaan geografis saja.

Dalam mempelajari teori regionalisme ada baiknya kita mengetahui karakteristik- karakteristik suatu kawasan. Sudah banyak sarjana hubungan internasional yang telah mendefinisikan karakteristik utama regionalisme. Salah satunya adalah R Stubbs danG.Underhill yang memberikan uraian secara padat mengenai tiga elemen utama regionalisme. Pertama adalah pengalaman historis masalah-masalah bersama yang dihadapi sekelompok kesejarahan masalah-masalah bersama yang dihadapi sekelompok negara dalam sebuah lingkungan geografis. Elemen ini akan mempengaruhi derajat interaksi antar aktor negara di suatu kawasan.Hal ini dikarenakan kesamaan pengalaman sejarah dan masalah yang dihadapi akan mendorong terciptanya kesadaran regional dan identitas yang sama (regional awareness and identity). Contohnya dapat dilihat dari kawasan Timur Tengah yang anggotanya berasal dari negara-negara yang pernah terjajah oleh kolonialisme negara-negara barat.

Kedua, terdapat pula keterkaitan yang sangat erat di antara mereka. Dengan kata lain, terdapat sebuah batas kawasan dalam interaksi di antara mereka atau dimensi ruang (spatial dimension of regionalism). Dapat dilihat dari pakta pertahanan NATO misalnya meliputi kawasan geografis AtlantikUtara, namun pada erapasca Perang Dingin, pakta pertahanan militernya merambah ke kawasan non-AtlantikUtara seperti Turki danYunani. Dari contoh ini menunjukkan bahwa definisi kawasan lebih merupakan konstruksi sosial. Oleh karena itu, secara politis definisi kawasan dapat terus diperdebatkan.

Ketiga, terdapatnya kebutuhan bagi mereka untuk menciptakan organisasi yang dapat membentuk kerangka legal dan institusional untuk mengatur interaksi di antara mereka dan menyediakan aturan main dalam kawasan seperti kerjasama negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah seperti APEC. Kerjasama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk mencapai tujuan regional bersama adalah salah satu tujuan utama studi regionalisme. Dengan membentuk organisasi regional dan menjadi anggota organisasi regional. Di sisi lain regionalisme menunjukkan adanya perdebatan antara tuntutan kedaulatan negara yang harus dipertahankan dan tekanan-tekanan untuk menciptakan tindakan bersama.

Walaupun identitas suatu kawasan atau wilayah belum dapat ditentukan secara pasti, proksimitas geografis akan dapat juga mempermudah interaksi dalam suatu kerangka multilateral yang terbatas pada suatu kawasan daripada dalam kerangka yang lebih luas. Hal itu akan membantu intensitas hubungan, interaksi dan kerjasama antar negara. Pada gilirannya hal ini akan membantu menentukan atau memperteguh identitas suatu kawasan. Dan dalam kerjasama regional, akan jauh lebih mudah menemukan masalah dan kepentingan bersama antar negara daripada dalam kerangka yang lebih luas. Dengan demikian landasan bersama lebih mudah ditemukan dan dikembangkan untuk membina hubungan dan kerjasama yang saling mengutungkan.

Di samping itu, regionalisme atau kerjasama regional dapat menjadi penopang atau payung yang mendukung hubungan dan kerjasama bilateral, dan seringkali meredam perbedaan-perbedaan atau konflik-konflik dalam hubungan bilateral antara dua negara yang terlibat dalam kerjasama regional, terutama setelah keduanya mempunyai taruhan dan kepentingan semakin besar dalam kerjasama regional itu.

Geografi dan Implementasinya Dalam Geografi Fisik

Geografi sebagai ilmu pengetahuan yang pernah disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of sciences) mengalami pasang-surut peranannya untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan. Apabila geografi tetap ingin berperan dalam memberikan sumbangan pemikiran dalam kebijakan pembangunan, geografi harus mempunyai konsep inti, metodologi dan aplikasi yang mantap. Makalah ini bertujuan untuk menelusuri konsep inti geografi yang sesuai untuk dikembangkan di Indonesia untuk mendasari kompentensinya, khususnya dalam bidang geografi fisik. Pemisahan geografi fisik dan geografi manusia yang tinggi kurang mencirikan jati diri geografi, dan jika kecenderungan pemisahan tersebut semakin berlanjut jati diri geografi akan pudar dan akan larut dalam disiplin ilmu lainnya, dan bahkan kita akan kehilangan sebagian dari kompetensi keilmuan geografi. Geografi terpadu atau geografi yang satu (unifying geography) menjadi satu pilihan sebagai dasar pembelajaran geografi yang sesuai untuk Indonesia, yang diikuti dengan pendalaman keilmuan pada masing-masing obyek material kajian geografi tanpa melupakan obyek formalnya. Komponen inti dari geografi terpadu adalah ruang, tempat/lokasi, lingkungan dan peta, yang berdimensi waktu, proses, keterbukaan dan skala. Komponen inti geografi terpadu tersebut dijadikan dasar untuk menentukan kompetensi geografi. Kompetensi geografi fisik, yang obyek materialnya fenomena lingkungan fisik (abiotik) pada lapisan hidup manusia, sangat luas antara lain: penataan ruang, pengeolaan sumberdaya alam, konservasi sumberdaya alam, penilaian degradasi lingkungan, pengelolaan daaerah aliran sungai, penilaian tingkat bahaya dan bencana, penilaian risiko bencana. Kompetensi geografi fisik tersebut selalu dikaitkan dengan kepentingan umat manusia, dengan konsep bahwa lingkungan fisikal sebagai lingkungan hidup manusia. 1. PENGANTAR

Perbincangan tentang jati diri Geografi telah beberapa kali dilakukan di Indonesia, baik melalui lokakarya, seminar maupun melalui sarasehan yang dilakukan oleh Fakultas/Jurusan/Departemen Geografi, organisasi profesi (IGI) dan ikatan alumni (IGEGAMA). Jati diri suatu disiplin ilmu dapat ditelaah dari definisinya. Dalam Seminar Peningkatan Relevansi Metode Penelitian Geografi tanggal 24 Oktober 1981 Prof. Bintarto dalam papernya berjudul Suatu Tinjauan Filsafat Geografi mengemukakan definisi Geografi sebagai berikut: Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang fisikal maupun yang menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya, melalui pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1984). Seminar dan lokakarya yang dilaksanakan di Jurusan Geografi, FKIP, IKIP Semarang kerjasama dengan IGI tahun 1988 telah menghasilkan rumusan definisi: Geografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perbedaan dan persamaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan. Rumusan dua definisi Geografi tersebut sedikit berbeda namun memberikan ketegasan dan kejelasan tentang obyek kajian dalam Geografi baik obyek material maupun formalnya. Obyek materialnya adalah gejala, fenomena, peristiwa di muka bumi (di geosfer), sedang obyek formalnya adalah sudut pandang atau pendekatan:keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah. Ketegasan obyek formal kajian Geografi penting untuk membedakan kajian dengan disiplin ilmu lain yang obyek materialnya juga fenomena geosfer. Geosfer terdiri atas atmosfer, litosfer (termasuk pedosfer), hidrosfer dan biosfer (termasuk antroposfer); sfera bumi tersebut membentuk satu sistem alami yang masing-masing sfera saling berinteraksi, saling pengaruh mempengaruhi. Konsep sfera bumi membentuk satu sistem alami merupakan konsep penting dalam geografi, karena dapat dijadikan dasar untuk memahami dinamika fenomena dari muka bumi. Definisi Geografi versi Semlok Semarang tersebut masih banyak digunakan dalam proses pembelajaran geografi di sekolah dan perguruan tinggi, dan bukan satusatunya yang harus diajarkan kepada peserta didik, karena masih banyak definisi lain yang perlu disampaikan untuk memperkaya dan memperluas wawasan tentang jati diri geografi. Definisi geografi itu sangat banyak, berikut ini disampaikan lima definisi untuk memberikan diversitas cakupan, dan jati diri Geografi. 1) Geography is concerned to provide an accurate, orderly, and rational description and interpretation of the variable character of the Earth̢۪s surface (Hartshorne, 1959). 2) Geography is the scientific study of changing spatial relationships of terrestrial phenomena viewed as world of man (Bird, 1989). 3) The core of Geography is an abiding concern for human and physical attribute of places and regions and with spatial interaction that alter them (Abler et al, 1992). 4) Geography is the study of the surface of the Earth. It involves the phenomena and processes of the Earth̢۪s natural and human environments and landscapes at local to global scales (Herbert and Matthews (2001). 5) Geography is a discipline concerned with understanding the spatial dimensions of environmental and social processes (White, 2002).

Variasi definisi tersebut di atas juga memberikan ketegasan kepada kita bahwa obyek kajian Geografi adalah fenomena geosfer dan sudut pandangnya adalah keruangan, kelingkungan dan kewilayahan meskipun dengan rumusan yang berbeda. Rumusan yang berbeda dari definisi Geografi dapat dipahami dengan munculnya pandangan Geografi yang menyatakan bahwa geografi adalah apa yang dikerjakan oleh geograf. Dua definisi terakhir dari lima definisi tersebut di atas aspek lingkungan mendapat tekanan yang lebih. Hal tersebut sangat mungkin diinspirasi oleh permasalahan lingkungan yang semakin meningkat dan mengglobal di muka bumi ini, seperti perubahan iklim global, penurunan kualitas lingkungan, bencana banjir, kekeringan, longsor, kemiskinan, penurunan dan kerusakan sumberdaya alam. Permasalahan lingkungan dan bencana yang banyak terjadi tersebut timbul sebagai akibat ketidak imbangan interaksi antara lingkungan dengan aktifitas manusia. Interaksi lingkungan-manusia merupakan sebagian dari kajian geografi yang menggunakan pendekatan kelingkungan..Oleh sebab itu permasalahan lingkungan menjadi perhatian geograf, dan selain itu geografi sebagai ilmu yang berorientasi pada pemecahan masalah (problems solving). Permasalahan lingkungan yang terjadi saat sekarang dan masa depan bersifat kompleks, multi dimensi, saling kait mengkait, sehingga pemecahannya memerlukan pendekatan terpadu. Dalam merespon permasalahan lingkungan yang multidimensi dan berskala lokal hingga global, Geografi dihadapkan pada dua permasalahan yang terkait disiplin ilmu geografi itu sendiri dan permasalahan kompetensi geograf sebagai pemangku ilmu geografi. 1) Geografi yang bagaimanakah yang mampu memberikan kontribusi nyata untuk pengambilan kebijakan dalam memecahkan permasalahan lingkungan yang berdimensi lokal hingga global secara berkelanjutan? 2) Kompetensi apakah yang diperlukan bagi geograf di masa mendatang?

Pertanyaan pertama dimunculkan, karena ada tiga alasan penting yang terkait dengan geografi: 1) Geografi menghadapi tantangan untuk memberikan masukan dalam memecahkahn masalah yang multi dimensi dan kompleks yang memerlukan pendekatan antar bidang, apabila geografi tidak terpadu maka kontribusi geografisnya kurang lengkap, bahkan berisiko sebagian disiplin geografi menjadi bagian disiplin ilmu lain; 2) Pembelajaran geografi harus utuh tidak terkotak-kotak secara tegas antara geografi fisik dan geografi manusia, karena masalah di sekeliling lingkungan kita semakin meningkat dan geograf harus mampu memberikan kontribusi yang nyata kepada masyarakat, oleh karena itu geograf harus berbekal teori/konsep yang matang; 3) Riset fundamental dalam elemen inti geografi belum banyak dilakukan untuk menghasilkan teori dasar geografi yang dapat digunakan sebagai masukan dalam kebijakan pemerintah, jika geografi tidak mengembangkan geografi terpadu akan kehilangan kesempatan/kedudukan sebagai pemberi masukan sesuai bidang keilmuan geografi. Label dari geografi adalah ruang, tempat, lingkungan dan peta, yang tidak dimiliki oleh disiplin ilmu lain (Mathews et al, 2004).

Dalam mengupas permasalahan pertama tersebut perlu didasari pemahaman tentang ruang lingkup Geografi, komponen inti kajian geografi. Pembahasan permasalahan kedua tentang kompetensi khususnya dalam bidang kajian geografi fisik, perlu didasari dengan metode penelitian geografi dan identifikasi dari permasalahan lingkungan yang terkait dengan obyek kajian Geografi

2. RUANG LINGKUP KAJIAN GEOGRAFI

Sebutan geografi sebagai ilmu pengetahuan cukup banyak, antara lain: i). Geografi sebagai ilmu holistik yang mempelajari fenomena di permukaan bumi secara utuh menyeluruh, ii) geografi adalah ilmu analitis dan sintesis, yang memadukan unsur lingkungan fisikal dengan unsur manusia dan iii). geografi adalah ilmu wilayah yang mempelajari sumberdaya wilayah secara komprehensif. Tiga sebutan geografi tersebut yang menjadi landasan untuk membahas kajian geografi yang mampu merespon permalasalahan lingkungan yang berdimensi lokal hingga global. Pertanyaan pemandu untuk mengetahui ruang lingkup kajian Geografi pada umumnya adalah: 1) Apa (what), 2) Dimana (where), 3) Berapa (how long/how much), 4) Mengapa (why), 5) Bagaimana (how), 6) Kapan (when), 7) Siapa (who) (Widoyo Alfandi, 2001).

Pertanyaan pemandu yang mencerminkan bahwa geografi itu adalah holistik, sintesis dan kewilayahan adalah sebagai berikut: 1) Apa, dimana dan kapan (what, where and when), pertanyaan ini menuntun kita untuk mengetahui fenomena geografis dan distribusi spasialnya pada suatu wilayah, serta kapan terjadinya; 2) Bagaimana dan mengapa ( how and why), pertanyaan ini bersifat analitis untuk mengetahui sistem, proses, perilaku, ketergantungan, organisasi spasial dan interaksi antar komponen pembentuk geosfer; 3) Apakah dampaknya (what is the impact), pertanyaan bersifat analistis, sintesis untuk mengevaluasi fenomena geografi yang mengalami perubahan baik oleh proses alam maupun oleh hasil interaksi antara manusia dengan lingkungan alamnya; 4) Bagaimana seharusnya (how ought to ), pertanyaan ini menjurus ke sintesis dan evaluasi untuk pemecahan permasalahan lingkungan suatu wilayah dan memberikan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan.

Pertanyaan pemandu pertama dalam geografi yang umum tersebut dapat digunakan untuk proses pembelajaran pada tingkat manapun dengan memperhatikan tingkat kedalaman atau kedetilannya. Pertanyaan pemandu yang kedua dapat ditujukan untuk jenjang pendidikan pada perguruan tinggi, dengan asumsi bahwa wawasan dan penalaran mahasiswa lebih mantap. 3. KONSEP GEOGRAFI

Berikut ini disampaikan beberapa konsep geografi yang dapat dijadikan pegangan untuk menentukan kompetensi geograf. 1). Geografi menduduki tempat yang jelas dalam dunia pendidikan, geografi menawarkan kajian terpadu dari hubungan timbal balik antara masyarakat manusia dengan komponen fisikal dari bumi. 2). Disiplin geografi dicirikan oleh subyek material yang luas, yang secara tradisional terdiri dari dari geografi manusia dan geografi fisik. 3). Komponen pengetahuan alam dan sosial dalam geografi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, dan tidak ada disiplin ilmu lain yang memadukannya seperti yang dilakukan oleh geograf. 4). Geografi mempelajari interelasi dan interdependensi dari dunia nyata dari fenomena dan proses yang memberikan ciri khas pada suatu wilayah. 5). Obyek kajian geografi adalah geosfer yang terdiri dari atmosfer, litosfer, pedosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer; masing-masing sfera tersebut saling terkait membentuk sistem alami. 6). Obyek kajian geografi tersebut juga menjadi kajian bidang ilmu lainnya, yang menjadi pembeda adalah pendekatan yang digunakan; pendekatan yang dimaksud adlah pendekatan spasial (keruangan), ekologikal dan kompleks wilayah. 7). Geografi mempelajari wilayah secara utuh menyeluruh tentang sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, sehingga mempunyai peran penting dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka otonomi daerah. 8). Geografi mempelajari proses perubahan lingkungan alam maupun lingkungan sosial ekonomi, sehingga pelajaran geografi memberi bekal untuk tanggap terhadap isu-isu dan perubahan lokal, regional dan global. 9). Peta merupakan salah alat utama dalam kajian geografi dan juga merupakan salah satu hasil utama dalam kajian geografi. 10).Perkembangan pesat dari ilmu dan teknik penginderaan jauh dan sistem informasigeografis sangat membantu dalam proses-belajar geografi dan penelitianpenelitian geografis.

4. GEOGRAFI SEBAGAI SATU DISIPLIN: GEOGRAFI TERPADU

Setiap disiplin keilmuan normalnya memiliki satu bidang kajian tertentu, satu asosiasi kerangka teoritik dan pendekatan yang lazim digunakan untuk mengkaji dengan teknik yang sesuai, kesemuanya itu tidak hanya untuk pemahaman tetapi juga untuk penemuan pengetahuan baru dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Bagi geografi bidang kajiannya banyak, yang mempunyai metode dan teknik yang berbeda, sehingga tidak mudah untuk mendudukan geografi sebagai satu disiplin. Misalnya geografi fisik yang obyeknya kajiannya atmosfer, litosfer dan hidrosfer, masing-masing mempunyai kerangka teoritik dan pendekatan yang berbeda, demikian juga halnya dengan geografi manusia yang obyeknya: kependudukan, sosial, ekonomi, budaya dan politik. Bagi geografi dimasukkan ke dalam cross-disciplinary link, mirip munculnya sain terpadu, seperi Sain Sistem Bumi ( Earth System Science) dan Sain Keberlanjutan (Sustainability Science), dan bagi geografi subyek kajiannya adalah lingkungan fisikal dan manusia, dengan menggunakan teori dan metodologinya kompleksitas dari unsur muka bumi (Mathews et al,2004). Kesulitan untuk mendudukan/memposisikan geografi sebagai satu disiplin ilmu, maka ada baiknya apabila geografi itu hanya satu, tidak terpisah-pisah menjadi geografi manusia dan geografi fisik. Geografi yang satu (unifying geography) mempunyai banyak keunggulan dalam berperan ke masa depan, dengan asumsi permasalahan di masa depan sifatnya kompleks dan multi dimensi, yang pemecahannya memerlukan pendekatan terpadu dan holistik. Dalam geografi terpadu tidak berarti kekhususan (spesialisasi) akan hilang, tetapi tetap ada hanya dilandasi oleh konsep geografi yang satu. Bagi spesialisasi geografi fisik, fokus kajian pada komponen lingkungan fisik tetapi harus mengkaitkannya dengan aspek sosial; spesialisasi dalam geografi manusia geografi fisik sebagai latar belakang, sedang yang spesialisasi dalam geografi yang satu fokusnya adalah pemecahan masalah dengan pendekatan geografis secara utuh.

Alasan Untuk Menjadi Geografi Terpadu 1) Satuan (unit) yang lebih besar akan membawa keuntungan yang berarti, akan dan memberikan arah yang jelas dalam pengetahuan dan pemahaman; fokus yang besar dan menyatu dalam Geografi akan memerkuat identitas Geografi dan dapat memberikan masukan dalam kebijakan pembangunan; 2) Satuan (unit) yang lebih besar memberikan makna yang lebih besar bagi mahasiswa dalam, disiplin geografi yang terpisah-pisah tidak menyatu akan membingungkan dalam penyusunan kurikulum. Pada hal geografi menempati posisi tempat yang menonjol dalam mempelajari dunia, yang menawarkan kajian terpadu terhadap hubungan timbalbalik antara manusia dan lingkungan alamnya, sehingga kalau tidak menjadi satu kesatuan maka tidak akan lengkap kajiannya. Satuan yang lebih besar dapat memberikan prioritas dalam pengajaran dan penelitian, yang kesemuannya itu untuk mempromosisikan geografi agar lebih berperan. 3) Satuan yang lebih besar dapat menunjukkan kepada masyarakat tentang kemampuan akademiknya untuk memberikan kontribusi nyata dalam menentukan kebijakan dan memperbaiki pemahaman umum tentang Geografi.

5. KOMPONEN INTI GEOGRAFI

Untuk menuju geografi terpadu (unifying geography) perlu ditegaskan komponen inti Geografi. Matthews, et al., (2004) mengusulkan empat komponen inti Geografi : ruang (space), tempat (place), lingkungan (environment) dan peta (maps). Ruang menjadi satu konsep dalam inti geografi, yang dapat dipandang sebagai pendekatan spasial-korologikal untuk Geografi. Ruang juga mendominasi Geografi setiap waktu, ketika analisis spatial menjadi satu pendeskripsi untuk satu bentuk dari pekerjaan geografis. Pola spasial umumnya menjadi titik awal untuk kajian geografis; yang selanjutnya dapat dilacak proses perubahan secara spasial dan sistem spasial. Tempat merupakan komponen kedua dalam inti geografi. Tempat terkait dengan kosep teritorial dalam Geografi dan menunjukkan karakteristik, kemelimpahan dan batas. Tempat merupakan bagian dari dunia nyata tempat manusia bertem dan dapat dikenali, dinterpretasi dan dikelola. Dalam ahli geografi manusia tempat merupakan refleksi dari identitas idividu maupun kelompok; sedang bagi ahli geografi fisik tempat tempat merupakan refleksi dari perbedaan lingkungan biofisik. Lingkungan merupakan komponen inti Geografi ketiga yang mencakup lingkungan alami (topografi, iklim, air, biota, tanah) dan sebagai komponen inti yang memadukan dengan komponen geografi lainnya. Lingkungan menjadi interface antara lingkungan alam dan budaya, lahan dan kehidupan, penduduk dan lingkungan biofisikalnya. Peta sebagai komponen inti Geografi keempat lebih merupakan bentuk representasi, tehnik dan metodologi dari pada sebagai satu konsep atau teori. Peta dipandang sebagai pernyerhanaan perpektif spasial dari fenomena/peristiwa yang dikaji dalam Geografi. Ruang, tempat, lingkungan dan peta menjadi label dari Geografi. Komponen tersebut mempunyai kedudukan yang sama dalam kajian Geografi, baik dalam kajian Geografi Fisik maupun Geografi Manusia. Demikian juga dapat menjadi dasar konsep untuk disiplin Geografi secara utuh. Komponen inti Geografi tersebut bersifat dinamik, dalam arti dapat terjadi perubahan, yang tergantung karakteristik lingkungan, proses yang berlangsung dan waktu. Oleh sebab itu perlu ada dimensi kualifikasi dari komponen inti geografi tersebut. Dimensi yang dimaksud adalah waktu, proses, keterbukaan dan skala. Sebagai contoh tempat yang terletak di pegunungan yang semula subur menjadi lahan kritis dalam waktu 10 tahun, karena proses erosi dan longsor karena daerahnya terbuka akibat pembalakan hutan di atasnya, yang luasnya melebihi 70%. Komponen inti geografi dan dimensi kualifikasinya tercantum pada Tabel 1. 6. SPESIALISASI DALAM GEOGRAFI TERPADU Setelah dibahas alasan untuk menjadi geografi terpadu dan komponen esensial inti geografi, kemudian timbul masalah yang terkait dengan spesialisasi dalam geografi terpadu. Spesialisasi dalam geografi tetap dapat eksis , baik spesialisasi dalam intinya maupun periperinya, sedangkan yang berada di luar periperi merupakan disiplin antar bidang yang relatif sedikit berbasis pada inti geografinya (Gambar 1). Gambar 1. Geografi terpadu, geografi fisik dan geografi manusia, dan spesialisasi geografi dalam hubungannya dengan bidang Geografi periperi dan antar bidang. Sumber Mattews et al., 2004. Gambar 1 tersebut menunjukkan bahwa spesialisasi dalam Geografi dapat dibedakan menjadi : spesialisasi geografi secara utuh, dalam geografi fisik dan geografi manusia dengan kadar inti geografi relatif lebih sedikit dan spesialisasi antar bidang dengan basis inti geografi lebih kecil lagi.

7. KOMPETENSI DALAM BIDANG GEOGRAFI FISIK

Seseorang yang belajar geografi kompetensi yang dimiliki akan sejalan dengan jenjang pendidikan yang diikuti. Kompetensi ideal bagi orang yang mempelajari geografi tercapai apabila yang bersangkutan belajar hingga perguruan tinggi atau telah menjadi geograf. Berikut ini disampaikan kompetensi ideal bagi orang yang mempelajari geografi hingga perguruan tinggi, namun demikian sebagian dari kompetensi tersebut dapat juga dimiliki oleh orang yang hanya mempelajari geografi dalam jenjang pendidikan tertentu saja (Sutikno, 2002). Kompetensi Dalam Pengertian dan Pemahaman Setelah mempelajari geografi seseorang diharapkan memperoleh pengertian dan pemahaman sebagai berikut: Hubungan timbal balik antara aspek fisik dan manusia dari lingkungan dan bentanglahan; Konsep variasi spasial; 1. Perbedaan utama dari wilayah /daerah tertentu yang selalu mengalami perubahan akibat proses: fisik, lingkungan, biotik, sosial, ekonomi dan budaya; 2. Konsepsualisasi terhadap pola, proses, interaksi dan perubahan lingkungan, sebagai suatu sistem dengan skala yang bervariasi; 3. Kekritisan terhadap aspek spasial dan temporal dari proses-proses fisikal, manusia dan interaksinya; 4. Perubahan yang terus terjadi pada komponen lingkungan fisik dan manusia, termasuk interaksi dan interdependensinya; 5. Perbedaan menurut ruang, tempat dan waktu dalam masyarakat manusia; 6. Sifat dari disiplin ilmu itu dinamik, prural dan bersaing; 7. Cara representasi data geografi: aspek fisik maupun aspek manusianya; 8. Strategi dalam analisis dan interpretasi informasi geografis; 9. Metode penelitan geografis: observasi, survai, pengukuran lapangan, analisis laboratorium, analisis kuantitatif dan kualitatif; 10. Aplikasi konsep dan teknik geografi untuk pemecahan masalah, kesejahteraan manusia, perbaikan lingkungan hidup, perencanaan perkotaan, kebencanaan alam, keberlanjutan dan konservasi. Kompetensi Dalam Keahlian/Ketrampilan Praktis Pendidikan geografi dapat memberikan keahlian praktis dalam bidang/hal berikut: 1. Mampu melakukan perencanaan, perancangan dan pelaksanaan riset, termasuk penyusunan laporan akhir; 2. Mampu melaksanakan kerja lapangan yang efektif, dalam konteks keamanan dan keselamatan; 3. Mampu melakukan kerja laboratoris dengan aman dengan memperhatikan prosedur baku; 4. Mampu melaksanakan survai dan metode penelitian untuk pengumpulan, analisis dan pemahaman informasi aspek manusia; 5. Mampu melakasanakan variasi teknik dan metode analisis laboratorium untuk pengumpulan dan analisis data spasial dan informasi lingkungan; 6. Mampu mengkombinasikan dan menginterpretasikan kejadian geografis yang berbeda tipenya; 7. Mampu mengenali isu-isu moral dan etika yang diperdebatkan. Kompetensi Dalam Keahlian/Ketrampilan Kunci ( Key Skills) Siswa /mahasiswa geografi harus mengembangkan kemampuan sebagai berikut: 1. Belajar dan mengkaji, 2. Komunikasi tertulis, 3. Presentasi data geografis, 4. Penilaian dan perhitungan, 5. Kesadaran spasial dan observasi, 6. Keja lapangan dan laboratoris, 7. Tehnologi informasi, 8. Penanganan dan penyimpanan data/informasi, 9. Situasi personal, kerja sama Uraian tersebut menujukkan bahwa pembelajaran geografi penuh dengan kandungan kompetensi khususnya dalam aspek spasial, lingkungan dan kewilayahan dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya binaan. Kompetensi yang disebutkan di atas kurang spesifik dalam artian praktis atau terapannya, berikut ini disampaikan kompetensi Geografi Fisik yang lebih aplikatif antara lain: 1. Survey komponen lingkungan fisikal: cuaca, iklim, geomorfologi, tanah, hidrologi dan biogeografi; 2. Inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya alam; 3. Mitigasi dan evaluasi bahaya dan bencana alam; 4. Evaluasi risiko bahaya/bencana alam; 5. Penataan ruang dari aspek fisikalnya 6. Pengeolaan sumberdaya alam, 7. Konservasi sumberdaya alam, 8. Penilaian degradasi lingkungan, 9. Pengelolaan daaerah aliran sungai.

8. PENUTUP

Geografi terpadu lebih sesuai untuk dikembangkan di Indonesia ke depan, mengingat kondisi lingkungan alamnya sangat bervariasi dan berpenduduk padat dengan banyak etnik, sehingga banyak permasalahan lingkungan yang perlu penanganan secara terpadu. Geografi sebagai disiplin ilmu perlu label komponen inti Geografi, yang terdiri dari ruang, tempat, lingkungan dan peta, dengan dimensi kualifikasi waktu, proses, keterbukaan dan skala. Dalam geografi terpadu spesialisasi tetap eksis, yang meliputi spesialisasi inti, periperi dan antar bidang; baik dalam bidang kajian geografi manusia maupun geografi fisik.

REFERENSI

Bintarto, 1981. Suatu Tijauan Filsafat Geografi. Seminar Peningkatan Relevansi Metode Penelitian Geografi. Fakultas Geogari UGM. Yogyakarta 24 Oktober 1981. Matthews J. A; D. T. Herbert. 2004. Unifying Geography. Common heritage, share future.London: Routlege. Taylor&Francis Group. Widoyo Alfandi. 2001. Epistemologi Geografi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sutikno. 2002. Peran Geografi dalam Pemberdayaan Sumberdaya Wilayah. Makalah dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan dan Kongres Ikatan Geograf Indonesia di UPI Bandung tanggal 28-29 Oktober 2002. Peranan Sistem Informasi Geografis Kesehatan dalam Bencana Akhir-akhir ini, Indonesia berbagai bencana bertubi-tubi menimpa Indonesia. Sebelum tsunami di Aceh, berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kebakaran hutan, gunung meletus, kekeringan, gempa bumi maupun tsunami juga pernah menimpa beberapa bagian di Indonesia. Selain bencana alam, Indonesia juga langganan dengan kejadian luar biasa seperti demam berdarah, dan akhir-akhir ini, semua orang meributkan tentang polio. Jika menilik definisi bencana (disaster) menurut WHO, kita akan menemukan definisi yang menarik. Bencana dapat didefinisikan sebagai setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena. Hal ini mengimplikasikan bahwa KLB pun dapat dikateogrikan sebagai suatu bencana.

Upaya penganggulangan bencana secara umum meliputi 2 hal yaitu, pre-disaster dan post-disaster. Seperti kita ketahui, upaya penanggulangan post disaster akan membutuhkan biaya serta alokasi sumber daya yang sangat besar. Upaya penanggulangan ini akan semakin besar lagi apabila masyarakat dan negara tidak memiliki sistem manajemen pre disaster yang baik. Oleh karena itu saat ini digalakkan penyadaran pentingnya emergency preparedness sebagai suatu program jangka panjang yang bertujuan untuk memperkuat kapasitas dan kemampuan bangsa untuk me-manage semua jenis bencana serta memulihkan keadaan pasca bencana hingga ke kondisi pengembangan berkelanjuntan.

Peran sistem informasi geografis kesehatan dalam manajemen bencana

Sistem informasi geografis merupakan penggunaan teknologi informasi untuk mengumpulkan, mengolah, dan memvisualisasikan data spatial serta data tabular lain. Penerapan pertama kali sistem informasi geografis dipelopori oleh John Snow ketika membuat peta pompa air pada saat wabah kolera pada abad 19. Semenjak era komputer dan Internet, SIG semakin populer dan terjangkau.

Perangkat lunak sistem informasi geografis tersedia secara komersial (misalnya, ArcView, MapInfo dll) maupun gratis (Epimap, dll). Pengalaman menunjukkan bahwa pengembangan sistem informasi geografis di Indonesia telah menginvestasikan cukup tinggi untuk pembelian perangkat lunak komersial. Di sisi lain, beberapa perangkat lunak gratis seperti Epimap tersedia, tetapi jarang dikupas. Selain itu, banyak yang mengungkapkan bahwa tidak semua praktisi kesehatan masyarakat harus menggunakan perangkat lunak sistem informasi geografis yang mahal, karena sebagian besar aplikasi di kesehatan masyarakat lebih banyak untuk pengembangan peta tematik.

Analisis sistem informasi geografis yang lebih canggih, seperti disease clustering, maupun disease modelling memang harus menggunakan perangkat komersial. Epi Info 3.3.2 merupakan perangkat lunak yang sangat populer untuk epidemiologi yang dilengkapi dengan modul Epimap untuk SIG. Selain itu, WHO juga memiliki Healthmap.

Sistem informasi geografis memiliki peran penting dalam siklus manajemen bencana, mulai dari pencegahan, mitigasi, tanggap darurat hingga rehabilitasi. Peta merupakan salah satu cara terbaik untuk memvisualisasikan hasil penilaian kerawanan (vulnerabilitas). Peta dapat memadukan dimensi keruangan (spasial), karakteristik dari hazard serta berbagai informasi lainnya seperti gambaran lingkungan maupuan data masyarakat yang relevan.

Costa Rica̢۪s Integrated Emergency Information System merupakan salah satu contoh penerapan system informasi geografis dalam setiap siklus manajemen bencana. Sistem ini memiliki database yang cukup penting bagi proses perencanaan yaitu peta tentang bencana alam dan manusia serta inventory sumber daya strategis untuk kesiapan, tanggap serta rehabilitasi bencana. Saat ini, Badan Meteorologi dan Geofisika memiliki peta interaktif yang memuat informasi mengenai bencana yang cukup update. Peta yang terdapat di Internet tersebut menampilkan titik lokasi 30 gempa terakhir, skala gempa, waktu kejadian, serta posisinya (latitude dan longitude).

Pada saat dan setelah bencana terjadi, berbagai aktivitas kesehatan harus dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan para korban serta mencegah memburuknya derajat kesehatan masyarakat yang terkena bencana. Pada tahapan tanggap darurat, energi yang cukup besar biasanya dicurahkan untuk evakuasi korban. Kegiatan lain yang juga sudah harus dimulai segera meliputi kesehatan lingkungan, surveilans dan pemberantasan penyakit, pelayanan kesehatan serta distribusi logistik kesehatan dan bahan makanan. Problem yang seringkali terjadi kemudian adalah persoalan manajemen dan koordinasi kegiatan serta sumber daya. Alokasi tenaga kesehatan, obat-obatan dan bahan makanan memerlukan informasi yang akurat mengenai jumlah populasi dan lokasi penampungan korban.

Setiap bencana memerlukan tindakan prioritas dan kebutuhan informasi yang relatif berbeda. Prioritas tindakan dan kebutuhan informasi pada waktu bencana gempa bumi akan berbeda dengan bencana banjir (lihat gambar 1 dan 2). Namun secara umum, informasi yang dibutuhkan pada waktu penanganan bencana adalah: (1) wilayah serta lokasi geografis bencana dan perkiraan populasi, (2)status jalur transportasi dan sisem komunikasi, (3)ketersediaan air bersih, bahan makanan, fasilitas sanitasi dan tempat hunian, (4)jumlah korban, (5)kerusakan, kondisi pelayanan, ketersediaan obat-obatan, peralatan medis serta tenaga di fasilitas kesehatan, (6)lokasi dan jumlah penduduk yang menjadi pengungsi dan (7) estimasi jumlah yang mennggal dan hilang. Pada tahap awal, tindakan kemanusiaan dan pengumpulan informasi dilakukan secara simultan. Pengumpulan data harus dilakukan secara cepat untuk menentukan tindakan prioritas yang harus dilakukan oleh manajemen bencana.

Penggunaan Global Positioning Systems (GPS) berperan penting dalam menentukan lokasi kamp pengungsi maupun fasilitas kesehatan. Data tersebut dapat digabungkan dengan data spatial dari satelit. Pada awal kejadian tsunami di Aceh, gambar satelit dari Quick Birds sangat bermanfaat untuk mengestimasikan cakupan bencana serta perkiraan sarana transportasi yang rusak. Data spatial tersebut selanjutnya digabungkan dengan informasi mengenai jumlah maupun distribusi pengungsi, ketersediaan air bersih serta bahan makanan akan memberikan masukan penting bagi koordinasi dan manajemen pada fase tanggap darurat.

Proses pengumpulan data dan informasi akan menjadi lebih mudah jika informasi dasar tersedia. Sayangnya, inilah kelemahan di negara kita. Informasi spasial yang lengkap mengenai suatu wilayah kadang-kadang sulit diperoleh. Pada waktu tim UGM berangkat ke Aceh, satu-satunya peta digital yang dimiliki berasal dari BPS tahun 2000 yang waktu hanya mencakup 20 kabupaten (tidak termasuk kabupaten pemekaran). Akhirnya, peta digital yang lengkap justru diperoleh dari komunitas RSGISForum (remote sensing and GIS forum) yang menyediakan peta digital aceh di Internet.

Oleh karena itu, peranan GIS untuk manajemen bencana akan lebih optimal jika sudah dikembangkan sebagai bagian dari pre-disaster plan. Hal inilah yang sekarang sedang dicoba bekerjasama WHO dengan membuat layer dasar fasilitas kesehatan. UGM saat ini sudah menyelesaikan peta fasilitas kesehatan di Aceh dan Jogjakarta. Kegiatan yang sekarang sedang berjalan adalah di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Pengumpulan data fasilitas kesehatan tersebut relatif lebih mudah dan dapat dilakukan sendiri oleh tenaga kesehatan. Langkah selanjutnya adalah menggabungkan informasi spasial tersebut dengan data yang berasal dari sektor lain seperti, jalur komunikasi dan topografi, jumlah dan distribusi penduduk, serta daerah dan lokasi rawan bencana.

Upaya pengembangan ke depan

Sharing informasi merupakan kata kunci di era networking seperti saat ini. Hasil pemetaan fasilitas kesehatan yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada diletakkan di server Pusdatin (yang dapat diakses di http://map.depkes.go.id) yang saat ini memiliki infrastruktur server Internet yang cukup memadai.

Untuk menjamin sustainabilitas, pengembangan sistem informasi geografis memerlukan dua hal: Investasi untuk pengembangan. Investasi ini diperlukan untuk pengadaan perangkat lunak, perangkat keras, pengumpulan sumber data, serta pelatihan bagi perancang serta pengguna sistem informasi geografis (SDM)

Updating. Sistem informasi geografis yang hanya mengumpulkan data sewaktu tidak akan bermanfaat banyak. Oleh karena itu, langkah yang terpenting adalah proses updating. Hal ini memerlukan kerjasama lintas sektoral serta fasilitas networking yang memungkinkan updating secara paralel. Dengan adanya Internet, mekanisme updating akan menjadi lebih mudah. Hal inilah yang mendorong populernya perkembangan webmapping (pemetaan di Internet) Informasi mengenai fasilitas kesehatan merupakan layer pertama dalam tampilan webmapping tersebut. Langkah selanjutnya adalah melengkapi dengan berbagai layer lainnya, seperti indikator kesehatan, faktor risiko (lingkungan), sumber daya kesehatan. Akan tetapi, penerapan webmapping tersebut sebenarnya merupakan tingkatan tertinggi karena berasal dari berbagai data di level di bawahnya, khususnya kabupaten dan propinsi serta berbagai unit di departemen kesehatan. Oleh karena itu, pengembangan sistem informasi geografis di tingkat kabupaten dan propinsi sebaiknya menjadi bagian penting dalam pengemabangan sistem informasi kesehatan daerah.

Pengalaman menunjukkan bahwa, meskipun upaya pengembangan sistem informasi geografis di sektor kesehatan sudah dirintis sejak lama, khususnya untuk pemberantasan dan pencegahan penyakit menular. Namun, hingga saat ini dampak dan manfaatnya belum terasa. Semoga dengan semakin meningkatnya kesadaran kita terhadap bencana, sistem informasi geografis bukan lagi menjadi sesuatu yang eksklusif dan dimiliki oleh kalangan tertentu saja, tetapi menjadi bagian dari sistem kesehatan dalam setiap pengambilan keputusan.

Pendekatan Keruangan

Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess) (Yunus, 1997). Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan strutkur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features), (2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal features). Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. 1. What? Struktur ruang apa itu? 2. Where? Dimana struktur ruang tesebut berada? 3. When? Kapan struktur ruang tersebut terbentuk sperti itu? 4. Why? Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu? 5. How? Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu? 6. Who suffers what dan who benefits whats? Bagaimana struktur Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan manusia. Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan datang. Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen pembentuk ruang. Fenomena titik, garis, dan areal memiliki kedudukan sendiri-sendiri, baik secara implisit maupun eksplisit dalam hal agihan keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern, random pattern, regular pattern, dan cluster linier pattern untuk kenampakan-kenampakan titik dapat diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985; Yunus, 1989). Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang memanjang (linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape pattern), kenampakan membulat (rounded pattern), empat persegi panjang (rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus shape pattern), kenampakan bintang (star shape pattern), dan beberapa gabungan dari beberapa yang ada. Keenam bentuk pertanyaan geografi dimuka selalu disertakan dalam setiap analisisnya. Proses keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dana ruang. Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu terkait dengan dengan dimensi kewaktuan (temporal dimension). Dalam hal ini minimal harus ada dua titik waktu yang digunakan sebagai dasar analisis terhadap fenomena yang dipelajari. Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat dicontohkan sebagai berikut. “....belakangan sering dijumpai banjir dan tanah longsor. Bencana itu terjadi di kawasan hulu sungai Konto Pujon Malang. Bagaimana memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan keruangan? Untuk itu diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam tentang kondisi alam dan masyarakat di wilayah hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap pertama perlu dilihat struktur, pola, dan proses keruangan kawasan hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi fenomena/obyek-obyek yang terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah itu, pada tahap kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu akan menghasilkan zona-zona berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak curam, agak landai, landai, dan datar. Berikut pada tahap ketiga ditentukan pemanfaatan zona tersebut untuk keperluan yang tepat. Zona mana yang digunakan untuk konservasi, penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah langsung dapat dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman pertanian pada zona yang sesuai. Studi fisik demikian saja masih belum cukup. Karakteristik penduduk di wilayah hulu sungai Konto itu juga perlu dipelajari. Misalnya jenis mata pencahariannya, tingkat pendidikannya, ketrampilan yang dimiliki, dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Informasi itu dapat digunakan untuk pengembangan kawasan yang terbaik yang berbasis masyarakat setempat. Jenis tanaman apa yang perlu ditanam, bagaimana cara penanamannya, pemeliharaannya, dan pemanfaatannya. Dengan pendekatan itu terlihat interelasi, interaksi, dan intergrasi antara kondisi alam dan manusia di situ untuk memecahkan permasalahan banjir dan tanah longsor. b. Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach). Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan. Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya. Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik. Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu pada wilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan sebagai berikut. Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali dengan tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu. (2) mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku masyarakat setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut. (3) mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya). (4) menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan hasil dan dampak yang ditimbulkan. (5) mencari alternatif pemecahan atas permasalahan yang terjadi. Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat peran yang penting untuk memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena geosfer dapat dipahami secara holistik sehingga pemecahan terhadap masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara baik. c. Pendekatan Kompleks Wilayah Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya melibatkan elemen di wilayah itu. Permasalahan itu terkait dengan elemen di wilayah lain, sehingga keterkaitan antar wilayah tidak dapat dihindarkan. Selain itu, setiap masalah tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan memberikan analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan secara lebih luas dan kompleks pula. Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif dengan menggunakan pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu merupakan kombinasi antara pendekatan yang pertama dan pendekatan yang kedua. Oleh karena sorotan wilayahnya sebagai obyek bersifat multivariate, maka kajian bersifat hirisontal dan vertikal. Kajian horisontal merupakan analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian yang bersifat vertikal menekankan pada aspek kelingkungan. Adanya perbedaan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain telah menciptakan hubungan fungsional antara unit-unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah, sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan yang multivariate juga. Kerangka umum analisis pendekatan kompleks wilayah dapat dicontohkan sebagai berikut. Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan masalah urbanisasi. Masalah itu merupakan masalah yang kompleks, melibatkan dua wilayah, yaitu wilayah desa dan kota. Untuk memecahkan masalah itu dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut. 1. menerapkan pendekatan keruangan, seperti dicontohkan pada pendekatan pertama 2. menerapkan pendekatan kelingkungan, sebagaimana dicontohkan pada pendekatan kedua 3. menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor di wilayah desa dengan di kota Arti Penting Pendekatan dalam Paradigma Geografi Dalam menghampiri, menganalisis gejala dan permasalahan suatu ilmu (sains), maka diperlukan suatu metode pendekatan (approach method). Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk membedakan kajian geografi dengan ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya sama. Metode pendekatan ini terbagi 3 macam bentuk pendekatan antara lain: pendekatan keruangan, pendekatan ekologi/kelingkungan dan pendekatan kewilayahan. 1. Keruangan, analisis yang perlu diperhatikan adalah penyebaran, penggunaan ruang dan perencanaan ruang. Dalam analisis peruangan dikumpulkan data ruang disuatu tempat atau wilayah yang terdiri dari data titik (point), data bidang (areal) dan data garis (line) meliputi jalan dan sungai. 2. Kelingkungan, yaitu menerapkan konsep ekosistem dalam mengkaji suatu permasalahan geografi, fenomena, gaya dan masalah mempunyai keterkaitan aspek fisik dengan aspek manusia dalam suatu ruang. 3. Kewilayahan, yang dikaji yaitu tentang penyebaran fenomena, gaya dan masalah dalam ruangan, interaksi antar/variabel manusia dan variabel fisik lingkungannya yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya. Karena pendekatan kewilayahan merupakan perpaduan antara pendekatan keruangan dan kelingkungan, maka kajiannya adalah perpaduan antara keduanya. Pendekatan keruangan, pendekatan kelingkungan dan pendekatan kewilayahan dalam kerjanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan yang terpadu inilah yang disebut pendekatan geografi. Jadi fenomena, gejala dan masalah ditinjau penyebaran keruangannya, keterkaitan antara berbagai unit ekosistem dalam ruang. Penerapan pendekatan geografi terhadap gejala dan permasalahan dapat menghasilkan berbagai alternatif-alternatif pemecahan.

CABANG ILMU GEOGRAFI

Geografi (dari Yunani - Geographia, lit "bumi menggambarkan-menulis" adalah studi tentang bumi dan tanah-tanahnya, fitur, penduduk, dan fenomena.. Sebuah terjemahan harfiah akan "untuk menjelaskan atau menulis tentang bumi ". Orang pertama yang menggunakan kata "geografi" adalah Eratosthenes (276-194 SM). Empat tradisi-tradisi historis dalam penelitian geografis adalah analisis spasial dari fenomena alam dan manusia (geografi sebagai studi tentang distribusi), bidang studi (tempat dan daerah), studi tentang hubungan manusia-tanah, dan penelitian dalam ilmu bumi Meskipun demikian., geografi modern adalah disiplin yang mencakup segala hal yang terdepan berusaha untuk memahami Bumi dan semua manusia dan alam kompleksitas-tidak hanya di mana objek, tapi bagaimana mereka telah berubah dan terwujud. Sebagai "jembatan antara ilmu-ilmu manusia dan fisik," geografi dibagi menjadi dua cabang geografi manusia dan geografi fisik.
  1. Geografi Manusia
Manusia / umat manusia secara luas geografi berbeda dari geografi fisik dalam hal ini memiliki fokus lebih besar pada pola belajar tidak berwujud atau abstrak sekitar aktivitas manusia dan lebih menerima metodologi penelitian kualitatif. Ini mencakup dengan kompas manusia, politik, budaya, aspek sosial dan ekonomi dari ilmu-ilmu sosial. Meskipun fokus utama geografi manusia tidak, kondisi fisik dari bumi (lihat geografi fisik), maka tidak mungkin untuk membahas geografi manusia tanpa pergi ke lansekap fisik di mana aktivitas manusia sedang dimainkan dan lingkungan geografi yang merupakan penting link antara keduanya. geografi manusia adalah metodologis beragam, menggunakan kedua metode kualitatif dan metode kuantitatif, termasuk studi kasus, penelitian survei, analisis statistik dan model bangunan, antara lain. Tematis, geografi manusia mungkin prihatin dengan berbagai usaha manusia, dari desa-desa dan kota, sekolah, kesehatan, perdagangan dan dagang, untuk beberapa nama. Arsitektur manusia spasial dari berbagai lembaga dan praktik menyatukan entitas-entitas dalam disiplin. Sebagai contoh, seorang ahli geografi manusia mungkin prihatin dengan pola geografis penyakit menular seperti kusta, kinerja sekolah di sekolah pedesaan versus kabupaten kota, atau munculnya kelompok teknologi inovatif.
2. Geografi Fisik
Geografi Fisik (juga dikenal sebagai geosystems atau fisiografi) adalah salah satu dari dua sub-utama geografi [1], yang bertentangan dengan lingkungan budaya atau dibangun, domain geografi manusia. Dalam tubuh fisik geografi, Bumi sering terpecah baik dalam beberapa bidang atau lingkungan, ruang-ruang utama yang atmosfer, biosfer, cryosphere, geosfer, hidrosfer, litosfer dan pedosphere. Penelitian di geografi fisik sering interdisipliner dan menggunakan pendekatan sistem. Geografi fisik adalah cabang ilmu yang berhubungan dengan studi proses dan pola dalam lingkungan alam seperti atmosfer, biosfer dan geosfer.
Bidang geografi fisik
Geomorfologi adalah ilmu yang bersangkutan dengan pemahaman permukaan bumi dan proses-proses yang dibentuk, baik saat ini maupun di masa lalu. Geomorfologi sebagai lapangan memiliki beberapa sub-bidang yang berhubungan dengan bentang alam spesifik berbagai lingkungan misalnya gurun geomorfologi dan geomorfologi fluvial, walaupun demikian, sub-bidang dipersatukan oleh proses inti yang menyebabkan mereka; proses terutama tektonik atau iklim. Geomorfologi berusaha untuk memahami sejarah bentuklahan dan dinamika, dan memprediksi perubahan masa depan melalui kombinasi pengamatan lapangan, eksperimen fisik, dan pemodelan numerik. (Geomorphometry). Studi awal di geomorfologi merupakan dasar untuk ilmu pengetahuan tanah, salah satu dari dua cabang utama ilmu pengetahuan tanah. Formasi-liku. Hidrologi adalah terutama berkaitan dengan jumlah dan kualitas air bergerak dan mengumpulkan di permukaan tanah dan di tanah dan batuan di dekat permukaan dan ditandai dengan siklus hidrologis. Jadi lapangan meliputi air di sungai, danau, akuifer dan ke gletser luas, di mana lapangan memeriksa proses dan dinamika yang terlibat dalam badan air. Hidrologi secara historis memiliki hubungan penting dengan teknik dan telah demikian mengembangkan metode kuantitatif dalam penelitian sebagian besar perusahaan, namun ia tidak memiliki sisi ilmu bumi yang menganut pendekatan sistem. Mirip dengan sebagian besar bidang geografi fisik memiliki sub-bidang yang memeriksa tubuh tertentu air atau interaksi mereka dengan bidang-bidang lain misalnya Limnologi and ecohydrology.
Glaciology adalah studi tentang gletser dan lembaran es, atau lebih umum cryosphere atau es dan fenomena yang melibatkan es. Glaciology kelompok (yang terakhir lapisan es) sebagai gletser kontinental dan mantan (gletser) sebagai alpine glaciers. Meskipun, penelitian di bidang yang serupa dengan penelitian yang dilakukan ke kedua dinamika lapisan es dan gletser yang pertama cenderung prihatin dengan interaksi lapisan es dengan iklim saat ini dan yang kedua dengan dampak gletser pada lanskap. Glaciology juga memiliki array yang luas dari sub-bidang memeriksa faktor-faktor dan proses yang terlibat dalam lapisan es dan gletser misalnya salju hidrologi dan geologi glasial.
Biogeografi adalah ilmu yang berkaitan dengan pola-pola distribusi geografis spesies dan proses yang menghasilkan pola-pola ini. Biogeografi muncul sebagai bidang studi sebagai hasil karya Alfred Russel Wallace, meskipun lapangan sebelum akhir abad dua puluh telah sebagian besar dipandang sebagai bersejarah dalam pandangan dan deskriptif dalam pendekatannya. Stimulus utama lapangan sejak didirikan adalah bahwa evolusi, plat tektonik dan teori biogeografi pulau. lapangan ini sebagian besar dapat dibagi menjadi lima sub-bidang: pulau biogeografi, paleobiogeography, phylogeography, geografi binatang dan phytogeography Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari iklim, ilmiah didefinisikan sebagai kondisi cuaca rata-rata selama jangka waktu yang panjang. Ini berbeda dari meteorologi, yang mempelajari proses atmosfir selama durasi yang lebih singkat, yang kemudian diperiksa oleh iklim untuk menemukan tren dan frekuensi dalam pola cuaca / fenomena. Klimatologi memeriksa kedua sifat mikro (lokal) dan makro (global) iklim dan pengaruh alam dan antropogenik pada mereka. Bidang ini juga sebagian besar dibagi ke dalam iklim dari berbagai daerah dan studi fenomena tertentu atau periode waktu misalnya siklon tropis curah hujan klimatologi dan paleoclimatology. Ilmu pengetahuan tanah adalah studi tentang tanah di lingkungan alaminya. Ini adalah salah satu dari dua cabang utama ilmu pengetahuan tanah, pemeriksaan tanah yang lain. Ilmu pengetahuan tanah terutama berkaitan dengan pedogenesis, morfologi tanah, klasifikasi tanah. Dalam ilmu pengetahuan tanah geografi fisik sebagian besar dipelajari karena banyak interaksi antara iklim (air, udara, temperatur), kehidupan tanah (mikro-organisme, tanaman, hewan), bahan mineral dalam tanah (siklus biogeokimia) dan posisi dan pengaruhnya terhadap lanskap seperti laterization. Palaeogeography adalah studi tentang distribusi benua melalui waktu geologi melalui pemeriksaan bahan disimpan dalam catatan stratigrafi. Palaeogeography adalah disiplin-lintas, hampir semua bukti untuk posisi benua berasal dari geologi dalam bentuk geofisika fosil atau penggunaan data ini telah menghasilkan bukti untuk pergeseran benua, lempeng tektonik dan superbenua ini pada gilirannya telah mendukung palaeogeographic teori-teori seperti siklus Wilson. Geografi Pesisir adalah studi tentang antarmuka dinamis antara laut dan tanah itu, menggabungkan baik geografi fisik (geomorfologi pesisir yaitu, geologi dan oseanografi) dan geografi manusia pantai. Ini melibatkan pemahaman proses pelapukan pesisir, terutama aksi gelombang, pergerakan sedimen dan cuaca, serta cara-cara di mana manusia berinteraksi dengan pantai. geografi Pesisir meskipun didominasi geomorfologi dalam penelitian tidak hanya peduli dengan bentang alam pantai, tetapi juga penyebab dan pengaruh perubahan permukaan air laut.
Oseanografi adalah cabang dari geografi fisik yang mempelajari bumi samudra dan lautan. Ini mencakup berbagai macam topik, termasuk organisme laut dan dinamika ekosistem (oseanografi biologi); arus laut, ombak, dan dinamika fluida geofisika (oseanografi fisik); tektonik lempeng dan geologi dasar laut (oseanografi geologi), dan terak dari berbagai zat kimia dan sifat fisik dalam laut dan melintasi batas-batasnya (oseanografi kimia). Beragam topik ini mencerminkan berbagai disiplin ilmu yang oseanografer campuran untuk pengetahuan lebih lanjut dari lautan dunia dan pemahaman proses di dalamnya.
Ilmu Kuarter adalah bidang antar-disiplin penelitian berfokus pada periode Kuarter, yang meliputi 2.600.000 tahun terakhir. Bidang studi zaman es terakhir dan interstadial terbaru Holocene dan menggunakan bukti proxy untuk merekonstruksi lingkungan masa lampau selama periode ini untuk menyimpulkan perubahan iklim dan lingkungan yang telah terjadi.
Ekologi Lansekap adalah sub-disiplin ekologi dan geografi yang membahas bagaimana spasial variasi dalam lanskap mempengaruhi proses ekologi seperti distribusi dan aliran energi, materi, dan individu-individu dalam lingkungan (yang, pada gilirannya, dapat mempengaruhi distribusi lanskap "elemen" sendiri seperti pagar tanaman). lapangan tersebut sebagian besar didirikan oleh Carl ekologi geografi Jerman Troll Pemandangan biasanya membahas masalah-masalah dalam konteks terapan dan holistik. Perbedaan utama antara biogeografi dan ekologi lansekap adalah bahwa yang terakhir adalah berkaitan dengan bagaimana arus atau energi dan materi yang berubah dan dampaknya terhadap pemandangan sedangkan yang pertama berkaitan dengan pola-pola spasial spesies dan siklus kimia.
Geomatika adalah bidang pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, dan memberikan informasi geografis, atau direferensikan informasi spasial. Geomatrics meliputi geodesi (disiplin ilmu yang berhubungan dengan pengukuran dan representasi bumi, medan gravitasi, dan fenomena geodynamic lainnya, seperti gerakan kerak, pasang surut laut, dan gerak kutub) dan SIG (Sistem untuk menangkap, menyimpan, menganalisis dan pengelolaan data dan atribut terkait yang direferensikan spasial ke bumi) dan penginderaan jauh (akuisisi pendek atau skala besar informasi dari suatu obyek atau fenomena, dengan menggunakan baik rekaman atau nyata waktu sensing perangkat (s) yang tidak ada dalam kontak fisik atau intim dengan objek).
Geografi lingkungan merupakan cabang geografi yang menggambarkan aspek ruang interaksi antara manusia dan alam. Cabang jembatan kesenjangan antara geografi manusia dan fisik dan dengan demikian membutuhkan pemahaman tentang dinamika geologi, meteorologi, hidrologi, biogeografi, dan geomorfologi, serta cara-cara di mana masyarakat manusia konsep lingkungan. Meskipun cabang ini sebelumnya lebih terlihat dalam penelitian daripada sekarang dengan teori-teori seperti determinisme lingkungan yang menghubungkan masyarakat dengan lingkungan. Hal ini sebagian besar menjadi domain dari studi pengelolaan lingkungan atau pengaruh antropogenik terhadap lingkungan dan wakil versa.
Sumber: Wikipedia