Tampilkan postingan dengan label GEOGRAFI PERTANIAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label GEOGRAFI PERTANIAN. Tampilkan semua postingan

Kekeringan Mempengaruhi Kesehatan Mental Manusia


Contoh paling nyata terjadi pada diri petani yang mengalami stres karena kesulitan air.

kekeringan,musim panas,tandus(thinkstockphoto)
Musim kemarau yang berkepanjangan tanpa diselingi hujan sama sekali menyebabkan kekeringan. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat, efek dari iklim kering ini juga mempengaruhi kesehatan fisik dan mental manusia.
Bagi mereka yang berprofesi sebagai petani, air merupakan hal penting dan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari, digunakan untuk mengairi sawah dan ladang. Bencana kekeringan tentunya membuat pasokan air berkurang sehingga mereka mengalami kendala dalam hal bercocok tanan dan pembibitan.
Kondisi ini tentunya membuat petani memutar otak mereka untuk mendapatkan air yang dibutuhkan oleh tanaman. Sebab, bayang-bayang gagal panen karena tanaman terinfeksi hama dan musik paceklik menghantui mereka. Hal ini membawa para petani ke tingkat stres yang tingggi dan rasa cemas yang berlebihan. Kasus bunuh diri bahkan sempat terjadi karena putus asa dan bangkrut karena masalah keuangan yang membelit akibat gagal panen.
"Masalah keuangan berkaitan dengan tingkat stres dan kecemasan seseorang dapat menyebabkan depresi dan sejumlah kondisi kesehatan mental dan perilaku. Penelitian telah menemukan tingkat peningkatan bunuh diri di antara orang yang tinggal di daerah pertanian selama kekeringan" ungkap CDC.
Masalah pelik lain yang sulit dihindarkan saat kekeringan melanda adalah kualitas udara yang buruk. CDC mengungkapkan, ketika kekeringan melanda maka tanah menjadi tandus dan menyulut kebakaran hutan. Kondisi ini meningkatkan jumlah partikel di udara seperti serbuk sari dan asap.
Partikel-partikel ini mengiritasi saluran penapasan dan meningkatkan risiko infeksi saluran penapasan. Jika iritasi menyerang mereka yang memiliki riwayat penyakit pernapasan seperti asma, maka akan menyebabkan penyakit bertambah kronis.
Kondisi udara yang kering juga dapat meningkatkan infeksi jamur coccidioidomycosis, penyebab infeksi paru-paru dengan dahak yang berlebihan. Penyakit ini ditularkan ketika spora di dalam tanah menguap menjadi udara lalu tehirup. Lantas menyebabkan demam, sesak napas, batuk, dan nyeri otot.
Saat kekeringan melanda, makanan kurang higienis pun marak beredar. Hal ini tentunya berkaitan dengan hasil panen yang kurang maksimal. Hujan tak kunjung datang mengakibatkan membatasi musim tanam dengan begitu maka hasil panen pun berkurang. Ditambah lagi gangguan hama dan serangga yang berkembang biak makin merusak tanaman. 
Karena krisis air maka petani pun menggunakan air daur ulang untuk mengairi sawah mereka. Jika proses penyulingannya tidak benar makanan pun berpotensi terkontaminasi patogen seperti salmonella dan E. coli.
Populasi nyamuk, hewan paling banyak membawa penyakit, juga meningkat ketika musim kemarau. Kekeringan menyebabkan air stagnan dan tak mengalir, ini menjadi tempat berkembang biak bagi nyamuk yang dengan mudah menularkannya kepada manusia.
(Umi Rasmi. Sumber: Live Science)

PERTANIAN

Kegiatan pertanian yang meliputi budaya bercocok tanam dan memelihara ternak merupakan kebudayaan manusia paling tua. Tetapi dibandingkan dengan sejarah keberadaan manusia, kegiatan bertani ini termasuk masih baru. Sebelumnya, manusia hanya berburu hewan dan mengumpulkan bahan pangan untuk dikonsumsi.

AgrBC.jpg (37385 bytes) Sejalan dengan peningkatan peradaban manusia, pertanianpun berkembang menjadi berbagai sistem. Mulai dari sistem yang paling sederhana sampai sistem yang canggih dan padat modal. Berbagai teknologi pertanian dikembangkan guna mencapai produktivitas yang diinginkan.

Di lain fihak, ilmu pertanianpun berkembang. Ilmu pertanian kemudian tumbuh bercabang-cabang, terspesialisasi, seperti misalnya agronomi, ilmu tanah, sosial ekonomi, proteksi tanaman, dsb.

Kemajuan ilmu dan teknologi, peningkatan kebutuhan hidup manusia, memaksa manusia untuk memacu produktifitas menguras lahan, sementara itu daya dukung lingkungan mempunyai ambang batas toleransi. Sehingga, peningkatan produktivitas akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, yang pada ujungnya akan merugikan manusia juga. Berangkat dari kesadaran itu maka muncullah tuntutan adanya sistem pertanian berkelanjutan.

DASAR AGRONOMI

PERTANIAN TERPADU

MANAJEMEN USAHA TANI

FITOGEOGRAFI DAN SEBARAN VEGETASI

Geografi sebagai salah satu kajian ilmu pengetahuan alam adalah studi dan pertelaan mengenai perbedaan fenomena alam tentang sebaran makhluk hidup yang di bumi dan mencakup semua faktor yang dapat mengubah atau mempengaruhi permukaan bumi secara fisik, perubahan iklim, dan berbagai proses kegiatan makhluk hidup atau bukan.

Salah satu cabang geografi adalah “biogeografi” atau “geografi biologi”. Biogeografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebaran secara spesial makhluk hidup pada saat yang lalu dan saat ini. Untuk tujuan praktis sesuai dengan pembagian makhluk hidup menjadi tumbuhan dan hewan, biogeografi pada umumnya dibagi atas “geografi tumbuhan” (fitogeografi) dan “geografi hewan” (zoogeografi).

Fitogeografi dan zoogeografi adalah bagian dari ilmu pengetahuan biogeografi yang mempelajari studi dan deskripsi perbedaan fenomena distribusi vegetasi di bumi termasuk semua faktor yang mengubah permukaan bumi oleh faktor fisik, iklim atau oleh interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya.

Secara singkat fitogeografi adalah kajian yang mempelajari sebaran makhluk hidup di bumi pada masa yang lalu dan saat ini. Kajian tentang distribusi vegetasi dapat dilakukan menurut jenis-jenisnya secara terpisah atau secara keseluruhan pola distribusi tumbuhan dapat secara luas atau secara terbatas pada wilayah tertentu. Berdasarkan terdapat atau tidak terdapat jenis-jenis tumbuhan di suatu wilayah, dikenal 3 kelompok taksa tumbuhan, yaitu tumbuhan yang tersebar luas, tumbuhan endemik dan tumbuhan discontinue. Contoh tumbuhan tersebar luas (wides) antara lain, plantago mayor, atau agathis australis; tumbuhan endemik adalah Ginko biloba atau Rafflesia arnoldii, dan tumbuhan discontinue adalah Empetum nigrum atau Larrea trdentata.

Tumbuhan tersebar luas atau yang sering dinamakan juga tumbuhan kosmopolit adalah kelompok taksa tumbuhan yang penyebarannya hampir di seluruh dunia. Untuk tumbuhan yang tersebar luas di wilayah tropis tumbuhan dan dinamakan tumbuhan “pantropis”

Tumbuhan endemik merupakan taksa tumbuhan yang penyebarannya terbatas di wilayah yang tidak terlalu luas, yang disebabkan oleh kondisi lingkungan setempat dan barier. Terdapat macam-macam tumbuhan endemik, antara lain tumbuhan endemik benua, endemik regional dan lokal atau setempat.

Tumbuhan discontinue adalah taksa tumbuhan yang kehadirannya di suatu wilayah yang luas terpisah-pisah dalam kantong-kantong taksa tumbuhan tertentu. Terbentuknya taksa tumbuhan discontinue antara lain disebabkan oleh faktor barier ekologi, gagal bermigrasi, dan gagal beradaptasi pada lingkungan tertentu.

Kemudian dalam skala evolusi terdapat jenis yang mampu bertahan melalui perubahan genetik atau mutasi sehingga dapat beradaptasi pada lingkungan baru, dan terpisah-pisah di wilayah-wilayah tertentu melalui migrasi atau adanya perubahan benua atau wilayah sesuai dengan teori paparan benua (continental drift).

Menurut konsep dinamika fitogeografi, terdapat beberapa penyebab yang mempengaruhi pola dasar distribusi vegetasi, yaitu: a) kondisi habitat, b) respon tumbuhan, c) sifat adaptasi, d) migrasi dan e) kelangsungan hidup yang sebagian besar tergantung pada sifat proses evolusi dan kemampuan bermigrasi.

Sesuai dengan sifat toleransi dan adaptasi terhadap kondisi habitat dan iklim, dikenal beberapa kelompok distribusi tumbuhan, yaitu kelompok: a) tumbuhan kosmopolit dan sub-kosmopolit (Gnamineae), tumbuhan wilayah tropis (Araceae), tumbuhan wilayah sub-tropis (Salicaceae), tumbuhan discontinue (Papaveraceae), tumbuhan endemis (Bixaceae) dan tumbuhan wilayah ekstrim, misalnya gurun (Pedaliaceae).

Pola distribusi vegetasi berlangsung secara alamiah atau melalui proses seleksi alam atau mutasi sebagai hasil respon toleransi dan adaptasi vegetasi terhadap amplitudo ekologi habitat dan iklim. Respon tersebut dapat bersifat luas (eurytopic) atau bersifat sempit (stenotopic) yang ditentukan oleh faktor “perangkat genetik” (genetic set up) yang dimiliki oleh setiap jenis, sekelompok suku atau taksa tumbuh-tumbuhan tertentu.

Amplitudo ekologi yang menjadi penentu pola distribusi tumbuhan di bumi. Menurut Brown dan Gibson (1983) amplitude di tentukan oleh jenis-jenis tumbuhan, keperakaan dan sifat adaptasi terhadap cahaya, prefensi tumbuhan terhadap sifat tanah (habitat), kemampuannya menghadapi gangguan (“cathastrophe”), dan interaksi-spesifik antara tumbuhan dengan tumbuhan atau tumbuhan dengan hewan.

Perangkat genetik mempunyai peranan dalam mengatur dan menentukan sifat toleransi dan adaptasi terhadap perubahan amplitudo ekologi yang berlangsung dalam proses seleksi alam dan mutasi selama evolusi. Hasil seleksi alam atau mutasi menghasilkan tumbuhan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan habitat, iklim dan kondisi lingkungannya. Tumbuhan demikian dinamakan “tumbuhan ekotip”.

DAFTAR PUSTAKA

Myers, A. A. And P. S. Giller (Eds). (1998). Analytical Biogeography: An integrated approach to the study of animal and plant distributions. London: Chapman and Hall.

Weis, M. (1963). Fitogeografi. Bandung: Sumber Djay

Atlas Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Indonesia

Perluasan areal (ekstensifikasi) pertanian diperlukan untuk meningkatkan produksi. Untuk optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan maka informasi dan data yang akurat tentang potensi, keragaan, ketersediaan, dan kebutuhan terhadap sumberdaya lahan sangat penting . Untuk itu Badan Litbang Pertanian menerbitkan Atlas yang berisi “Data Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Indonesia”.

Atlas Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Indonesia merupakan himpunan peta-peta ketersediaan lahan pada masing-masing provinsi yang berisikan informasi wilayah-wilayah potensial tersedia untuk pengembangan komoditas pertanian tanaman semusim pada lahan basah (rawa dan non rawa), tanaman semusim lahan kering, dan tanaman tahunan pada lahan kering.

Peta ini merupakan kompilasi dan korelasi hasil-hasil penelitian pada berbagai skala pemetaan sumberdaya lahan pertanian yang dilakukan selama lebih kurang 20 tahun oleh para peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (dh. Pusat Penelitian Tanah/Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat).

Peta ini disusun berdasarkan peta potensi lahan yang ditumpang-tindihkan (overlay) dengan peta penggunaan lahan (existing land use) masing-masing provinsi.

Softcopy dari peta-peta tersebut telah disusun dalam bentuk e-Files dan dapat didownload.

Teknik Budidaya Kedelai Di Lahan Pasang Surut

Petunjuk teknis teknik budidaya kedelai di lahan pasang surut. Teknologi budidaya kedelai di lahan pasang surut yang dapat meningkatkan hasil dan pendapatan usahatani kedelai
BAHAN DAN ALAT Bahan : benih, pupuk, insektisida, dll. Alat : cangkul, traktor, sabit, dll.
PEDOMAN TEKNIS Penyiapan benih dan pemilihan varietas
Benih dipilih yang baik dengan ciri-ciri : Bernas, bebas dari campuran varietas lain dan berdaya tumbuh lebih dari 90% serta tidak cacat atau rusak sewaktu prosesing atau karena serangan hama dan penyakit selama penyimpanan. Benih yang diperlukan adalah 40-45 kg/ha.
Varietas yang dianjurkan : Wilis, Kerinci, Dempo dan Lokon
Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan dalam keadaan kering, dengan menggunakan traktor, sapi atau cangkul. Pengolahan tanah di lahan potensial dan sulfat masam dilakukan 2 kali yaitu tanah dicangkul sedalam 20 cm kemudian dihancurkan dan diratakan. Bila menggunakan sapi atau traktor, pengolahan tanah dilakukan dengan dengan 1 kali bajak kemudian dihancurkan dan diratakan dengan garu atau rotari. Pengolahan tanah di lahan gambut dilakukan pada keadaan lembab dengan mencacahnya sedalam <>
Penanaman Pada lahan yang sudah disiapkan dibuat lubang dengan tugal pada jarak tanam 20 cm x 40 cm atau 30 cm x 15 cm kemudian benih sebanyak 2-3 biji ditempatkan pada setiap lubang lalu lubang ditutup dengan tanah. Untuk lahan yang belum pernah ditanami kedelai, sebaiknya benih diinokulasi dengan Rhizobium sebanyak 15 gram Rhizogin/kg benih sebelum ditanam.
Pemupukan Dosis pupuk yang dianjurkan adalah 50 kg Urea, 100 kg TSP dan 100 kg KCl per ha yang diberikan sebagai pupuk dasar pada saat tanam dalam larikan disamping barisan tanaman. Untuk lahan sulfat masam perlu diberikan kapur sebanyak 1 ton/ha pada 2 minggu sebelum tanam, sedangkan untuk lahan gambut diberikan terusi (CuSO4) dan ZnSO4 masing-masing sebanyak 2,5 kg/ha bersamaan dengan pemberian pupuk dasar.
Penjarangan dan Penyulaman Penjarangan dan penyulaman dilakukan selambat-lambatnya 1 minggu setelah tanam. Penjarangan dilakukan dengan menyisakan 2 tanaman/rumpun yang paling baik pertumbuhannya serta bebas dari serangan hama dan penyakit. Sedangkan penyulaman dilakukan pada tanaman yang tidak tumbuh atau yang mati karena diserang hama/penyakit yaitu dengan menanam benih lagi.
Penyiangan Penyiangan dilakukan 2 kali dengan menggunakan kored atau cangkul kecil beroda, yaitu 2-3 minggu setelah tanam dan 5-6 minggu setelah tanah tergantung pada keadaan gulma.
Perlindungan Tanaman Hama utama kedelai adalah lalat bibit (Agrozyma sp), penggerek polong (Etiella zickenella) dan pengisap polong (Nezara viridula). Pengendaliannya dengan penyemprotan insektisida Tamaron, Dursban dan Azodrin dengan dosis 1,5-2 liter/ha. Serangan hama bibit juga bisa dicegah melalui perlakuan benih (seed treatment) dengan insektisida Marshal dosis 15 gram/kg benih. Penyakit bercak daun (Cercospora sp) dikendalikan dengan penyemprotan, biasanya diperlukan 400-500 liter air setiap hektarnya. Penyemprotan sebaiknya 1 minggu setelah fase pembuangan, selanjutnya dilakukan 3 kali penyemprotan selang waktu 1 minggu sekali sampai dengan 2 minggu sebelum panen. Menjelang berbuah, pemakaian obat yang bersifat sistemik dihentikan.
Panen dan Pasca Panen Panen dilakukan setelah semua daun tua atau berwarna kuning dengan menggunakan sabit bergerigi. Setelah dikeringkan, kedelai dirontok dengan digebot atau menggunakan mesin perontok bila tersedia, kemudian disimpan di tempat kering dan kedap air seperti peti kayu.
Analisa Usahatani Pendapatan bersih yang diperoleh dari 1 hektar usahatani kedelai di lahan potensial Karang Agung Tengah pada MK 1990 mencapai Rp. 1.160.625,- dengan BC ratio sebesar 2,81.
Uraian Fisik Nilai (Rp.)
Benih (kg) 40 48.000
Pupuk : - Legin (g) 600 10.000 - Urea (kg) 50 10.000 - TSP (kg) 100 27.500 - KCl (kg) 125 34.375
Pestisida : - Marshal (g) 400 9.000 - Cair (liter) 5 87.500
Tenaga kerja (HOK) 165 412.500
Total biaya (Rp) 640.375 Produksi (kg) 2000 1.800.000 Pendapatan bersih (Rp) 1.160.625
BC ratio 2,81

USAHATANI TERPADU

Sebagian besar petani di Indonesia adalah petani kecil dengan karakteristiknya adalah (i) penguasaan sumberdaya sangat terbatas; (ii) sangat mengantungkan hidupnya pada usahatani; (iii) tingkat pendidikan rendah; dan (iv) secara ekonomi tergolong miskin. Saat ini diperlukan teknologi yang sesuai untuk diterapkan oleh petani kecil, diantaranya penerapan sistem usahatani terpadu.
Keuntungan dari usahatani terpadu antara lain: (a) mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga; (b) mengurangi risiko kegagalan panen; (c) memberikan tambahan lapangan kerja bagi keluarga; (d) meningkatkan efisiensi pengunaan sumberdaya; (e) dapat menyediakan pangan bagi keluarga; (f) meningkatkan produktivitas lahan; dan (g) memperbaiki kesejahteraan rumah tangga petani.
Berbagai hasil penelitian di Indonesia menunjukkan usahatani terpadu mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dan satu cabang usahatani. Syam, et al. (1996), integrasi ternak dengan tanaman mempunyai banyak keunggulan, antara lain: (a) meningkatkan pendapatan bersih usahatani hamper dua kali; (b) dapat meningkatkan gizi masyarakat; (c) sapi dapat digunakan sebagai tenaga kerja, selain sebagai tabungan keluarga; (d) penanaman rumput unggul dan gamal dapat menyediakan bahan pakan ternak; (e) gamal dan pupuk kandang dapat meningkatkan kesuburan tanah; (f) mengurangi pemakaian pupuk an-organik sampai 50%; (g) pertambahan bobot badan harian ternak; dan (h) meningkatkan produktivitas tanaman dan ternak
Keunggulan-keunggulan usahatani terpadu cukup prospektif untuk di kembangkan di berbagai agroekosistem Indonesia. Namun demikian, skala usahatani yang kecil sering membuat rumah tangga tani tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Oleh karena itu, mereka berupaya memperoleh pendapatan lainnya dari berbagai sumber, baik usaha off-farm maupun non-farm.
Diversifikasi pendapatan merupakan salah satu strategi risk management terutama pada kondisi sulitnya memperoleh layanan jasa asuransi. Selain itu, diversifikasi pendapatan juga dilakukan karena pendapatan dan usahatani sendiri bersifat musiman, sementara kebutuhan rumah tangga harus dipenuhi.

PASAR

Menurut Heilbroner (1982), pasar merupakan lembaga yang tujuan dan cara kerjanya paling jelas. Tujuan pokok pasar adalah mencari laba (profit). Karena itu, seluruh komponen di dalamnya harus melakukan efisiensi secara maksimum, agar aturan kerjanya tercapai, yaitu memperoleh laba yang setinggi-tingginya.
Secara konseptual, pasar merupakan kelembagaan yang otonom. Dalam bentuknya yang ideal, maka mekanisme pasar diyakini akan mampu mengatasi persoalan-persoalan ekonomi dengan pengawasan politik dan sosial yang minimal dari pemerintah dan komunitas. Ini merupakan pandangan yang paling ekstrim tentang keberadaan pasar, yang dikenal dengan pandangan fundamentalisme pasar (market fundamentalism).
Agar otonominya terjamin, maka pasar membutuhkan wujud sebagai sebuah kelembagaan, untuk melegitimasi otoritas pemerintah dan komunitas. Caranya adalah dengan membangun kelembagaannya sendiri, dengan menciptakan norma dan aturannya sendiri, serta struktur keorganisasiannya sendiri. Secara keorganisasian, ia membangun garis batas yang tegas dengan pemerintah dan komunitas. Kelembagaan pasar terbentuk tidak secara spontan, namun secara gradual dan evolutif (Martineli, 2002).
Derajat ke-otonom-an pasar pada suatu masyarakat tidaklah sama, tergantung salah satunya pada iklim politik yang melingkupinya. Pada negara berkembang, menurut Heilbroner (1982), perkembangan ekonomi dalam masyarakat dimulai dari tingkat persiapan yang lebih rendah, yaitu dari belum adanya pasar. Pada perkembangan lebih lanjut, mekanisme pasar dengan cepat menggantikan sistem “ekonomi komando” yang
umum berlaku. Ekonomi komando di Indonesia baru terjadi selang beberapa dekade lalu yang juga mendominasi perekonomian pertanian dan pedesaan di Indonesia.
Pasar adalah kelembagaan yang mewujud dalam prinsip-prinsip pertukaran. Sistem pasar berjalan bukan oleh perintah yang terpusat, namun oleh interaksi mutual dalam bentuk transaksi barang dan jasa antar pelaku-pelakunya. Menurut Lindbom (dalam Martineli, 2002: 5):“Markets are the institutional embodiment of the exchange principle. A market system is a system of society-wide coordination of human activities, not by central command but by mutual interaction in the form of transactions”.
Peran pasar dalam masyarakat saat ini sudah sedemikian besar dan diperkirakan akan menjadi semakin besar sejalan dengan semakin sehatnya kehidupan politik dan sosial pada berbagai lapisan masyarakat. Pasar tak lagi bermakna sebagai tempat atau lokasi belaka, namun sudah meluas sebagai bagian penentu aspek moral kehidupan kolektif di tingkat desa hingga nasional. Pasar seolah-olah menjadi penentu segala aturan dan
gaya hidup. Kekuatan pasar (market forces) diambil oleh masyarakat dan negara sebagai obat mujarab untuk menyembuhkan semua jenis penyakit pembangunan ekonomi. “Planning is out, market forces are in” (Evers, 1997: 80).
Dalam kehidupan sektor pertanian, terlihat fenomena otonomnya para pedagang hasil-hasil pertanian, dimana mereka seakan-akan membangun dunianya sendiri. Hal ini banyak ditemukan dalam penelitian-penelitian tataniaga pertanian, misalnya timbulnya pedagang-pedagang pedagang kaki tangan dan pedagang komisioner (Syahyuti, 1998). Ciri kelembagaan berupa kohesivitasnya yang tinggi juga terjadi pada dunia pedagang. Dasar bangunan kelembagaan mereka adalah kepercayaan dengan menggunakan pola interaksi yang berlangganan.
Derajat otonomi pelaku pasar yang relatif tinggi juga dtunjukkan oleh solidaritas sesama pedagang yang tinggi dibandingkan dengan petani produsen. Para pedagang mempersepsikan petani sebagai outgroup. Pasar hasil-hasil pertanian di Indonesia telah membentuk karakter kelembagaannya tersendiri. Salah satunya terlihat dari komposisi dan struktur organ-organ di dalamnya, dimana ditemukan pedagang biasa yang menggunakan modal sendiri, pedagang kaki tangan yang merupakan perpanjangan tangan, atau disebut dengan pedagang pengumpul semu, dan (Zulham dan Yum, 1997), dan pedagang komisioner yang disebut makelar atau broker (lihat misalnya Gunawan et al., 1990). Munculnya sentimen negatif terhadap petani sebagai out-group merupakan salah satu bukti bahwa sesama pedagang memiliki “sentimen kolektif” yang relatif kuat.
Dalam kondisi persaingan yang tinggi, sesama pedagang memiliki solidaritas, misalnya terlihat dari cara mereka dalam membagi resiko ataupun keuntungan. Dalam kondisi pasar yang tidak pernah bersaing sempurna, kepercayaan yang personalistik memiliki peran yang sangat penting. Kuatnya interaksi antar pedagang juga terihat dari penyediaan jasa keuangan dan permodalan. “Jaringan neraca kredit yang kompleks dan bercabang-cabang adalah salah satu mekanisme yang mengikat bersama pedagang besar maupun kecil menjadi faktor integratif dalam pasar” (Geertz, 1989). Memperoleh hutang bagi seorang pedagang kecil bukanlah semata-mata bermakna ekonomi (modal), namun yang lebih utama adalah indikasi terhadap berlakunya sistem dan sebagai bagian pemeliharaan masyarakat pasar yang telah terbentuk.
Menurut Rex (1985), pasar merupakan interaksi bersusun yang kompleks yang meliputi penawaran, pertukaran, dan persaingan. Pertukaran ekonomi merupakan bagian sentral masyarakat modern. Dinamika pasar (dan ekonomi) mengarahkan hampir keseluruhan struktur sosial menurut utopia liberal-utilitarian-individualis. Ciri khas pasar untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya dan rugi sekecil-kecilnya, diperkirakan akan mengenyampingkan golongan masyarakat yang tidak banyak akses terhadap pasar, terutama golongan miskin di pedesaan.
Pasar merupakan kelembagaan yang tegas, dan juga sederhana. Kesedehanaannya tampak dari orientasi kerjanya sangat sempit: “hanya mencari keuntungan”. Kompetisi adalah bentuk utama dari semangat kerjanya, dengan kontrol sosialnya yang berbentuk renumerative compliance (Etzioni, 1961).

TRANFORMASI KEUNGGULAN KOMPARATIF

Menurut Saragih dan Sipayung (2000), keunggulan komparatif dapat ditransformasi menjadi keunggulan kompetitif melalui langkah-langkah berikut.
Tahap pertama, pembangunan agribisnis adalah pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh factor driven, yaitu sumber daya alam dan tenaga kerja kurang terdidik (natural resources and unskill labor base). Hal ini berarti sumber pertumbuhan output sistem agribisnis secara keseluruhan didominasi oleh pemanfaatan sumber daya alam dan tenaga kerja kurang terdidik dan tahapan ini sering disebut ekstensifikasi. Pada tahapan factor driven ini, kegiatan sub sistem hulu dan hilir belum berkembang secara optimal dan kondisi agribisnis berada pada sub sistem on-farm/budidaya yang didominasi oleh komoditas primer tanpa pengolahan. Konsekuensi dari keadaan ini adalah lebih terbatasnya pasar produk, sehingga keunggulan bersaing relatif rendah. Fakta ini menjadi terlihat sangat jelas, dari ketidakmampuan produk lokal untuk memenuhi permintaan pasar regional Asean maupun pasar Timur Tengah yang sampai saat ini masih tetap terbuka lebar. Sistem agribisnis yang bertumpu sepenuhnya pada sumber daya lokal, tidak dapat diandalkan secara terus menerus, karena rendahnya nilai tambah yang dihasilkan, sehingga tidak mampu bersaing dalam pasar yang kompetitif.
Tahap kedua, pembangunan sistem agribisnis digerakkan oleh capital driven, yaitu penggunaan input capital dan tenaga kerja lebih terdidik (capital and skill labor based). Tahap ini ditandai dengan berkembangnya sub sistem agribisnis hulu dan hilir, sehingga penggunaan barang modal pada sub sistem on-farm cukup besar.Pada tahapan capital driven, industri hulu yang diperlukan adalah: usaha pembibitan, pabrik pakan ternak, pabrik obat-vaksin-vitamin-hormon dan peralatan serta perlengkapan kandang. Pada industri hilir telah tumbuh industri yang memproduksi berbagai produk yang berasal dari daging, kulit, dan bulu domba serta pemasarannya, baik di dalam negeri maupun ekspor ke luar negeri. Jika industri hulu dan hilir komoditas domba telah berkembang dengan pesat, maka berarti pada tahapan ini telah terjadi peningkatan keunggulan bersaing.
Tahap ketiga, untuk mencapai keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) pengembangan peternakan domba harus digerakkan oleh inovasi (innovation driven) dengan sumbe daya manusia yang terdidik (knowledge and skill labor base). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber keunggulan bersaing di era pasar bebas terletak pada penguasaan teknologi oleh sumber daya manusia yang unggul dan terdidik. Jika tahapan ini dapat dicapai maka produk-produk yang berasal dari domba hasil peternakan rakyat akan punya daya saing yang tinggi. Innovation driven pada peternakan domba dapat diimplementasikan dalam tiga bidang, yaitu: breeding, feeding dan management.

AGROPOLITAN

Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan Mc.Douglass dan Friedmann (1974, dalam Pasaribu, 1999) sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan. Meskipun termaksud banyak hal dalam pengembangan agropolitan, seperti redistribusi tanah, namun konsep ini pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan atau dengan istilah lain yang digunakan oleh Friedmann adalah “kota di ladang”.
Dengan demikian petani atau masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan setiap hari. Pusat pelayanan diberikan pada setingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemukiman petani, baik pelayanan mengenai teknik berbudidaya pertanian maupun kredit modal kerja dan informasi pasar.
Besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatkan faktor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor-faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan. Jadi peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi, dan lain-lain).
Dalam konsep agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan district, suatu daerah perdesaan dengan radius pelayanan 5 – 10 km dan dengan jumlah penduduk 50 – 150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa/km2. Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan district perlu mempunyai otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di kawasan perdesaan telah dikenal sejak lama. Pusat-pusat pelayanan tersebut dicirikan dengan adanya pasar-pasar untuk pelayanan masyarakat perdesaan. Mengingat volume permintaan dan penawaran yang masih terbatas dan jenisnya berbeda, maka telah tumbuh pasar mingguan untuk jenis komoditi yang berbeda. Di Jawa, pusat-pusat pelayanan tersebut dikenal dengan nama pasar Pahing, Pon, Wage atau Kliwon, sedangkan di Jakarta dikenal dengan nama pasar Minggu, Senen, Rebo, dan Jum’at. Pusat-pusat tersebut berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan yang terkait dengan kegiatan yang produktif maupun untuk pelayanan kebutuhan non produktif.
Pada zaman penjajahan, fungsi utama pusat-pusat pelayanan perdesaan dikaitkan dengan kebutuhan pemerintah kolonial atau perusahaan perkebunan maupun pertanian untuk meningkatkan produksi dan atau mengangkut hasil produksi perkebunan. Untuk itu banyak dibangun jaringan rel kereta api yang menghubungkan pusat produksi di perdesaan dengan pusat pengumpulan yang lebih besar untuk diangkut ke luar wilayah dan diekspor ke Eropa.
Saat itu kepentingan utamanya adalah untuk menghasilkan produk-produk yang berorientasi pada ekspor yang menguntungkan negara penjajah, mengingat semua keuntungan yang diperoleh dari perkebunan di Indonesia diinvestasikan kembali di negara penjajah. Petani dan negara jajahan tidak mendapat keuntungan sama sekali. Pusat-pusat agropolitan dan agropolitan distrik yang berkembang saat itu sekarang telah berkembang menjadi beberapa kota metropolitan.
Pada zaman kemerdekaan hingga saat ini, pusat-pusat perdesaan relatif masih sama dengan masa sebelumnya, hanya volume dan jenis komoditi yang diperdagangkan mulai berkembang. Program pemerintah dengan menempatkan kantor Koperasi Unit Desa (KUD) dan Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dipandang sebagai peningkatan pelayanan kepada kawasan perdesaan dalam menyalurkan sarana produksi (Saprodi) maupun dalam menampung hasil panen. Pelayanan kesehatan juga mulai ditingkatkan di pusat desa maupun pusat kecamatan melalui pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di setiap kecamatan dan ,Puskesmas Pembantu pada desa-desa tertentu. Konsep pengembangan agropolitan distrik sebenarnya juga sudah diimplementasikan dengan cara pengembangan kawasan pemukiman baru melalui Pengembangan Unit Pemukiman Transmigrasi, Pengembangan Kawasan Andalan, Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan Pengembangan Kawasan Sentra Produksi (KSP).
Sumber : Husainie Syahrani, 2001, Penerapan Agropolitan dan Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi Daerah, Frontir Nomor 33

AGROEKOLOGI

Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak akan berbeda dengan nyata. Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau bentuk wilayah dan tanah.
Karena paling sulit dimodifikasi iklim merupakan perubah yang paling dominan. Iklim dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor iklim utama yang berhubungan erat dengan keragaman tanaman yaitu suhu dan kelengasan. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, suhu dibagi menjadi panas yang biasanya diperoleh pada ketinggian di bawah 700 m dan sejuk untuk wilayah dengan ketinggian yang lebih tinggi sampai sekitar 2000 m di atas permukaan laut. Di Indonesia juga dijumpai wilayah dengan rejim suhu yang dingin pada elevasi yang lebih, tetapi tidak banyak diusahakan untuk pertanian.
Kelengasan walaupun banyak ditentukan oleh sebaran hujan tidak hanya ditentukan berdasarkan sebaran curah hujan tetapi lebih ditekankan pada keadaan tanah. Daerah pelembahan yang banyak mendapat air dari sekitarnya akan selalu basah walaupun curah hujannya sangat sedikit. Kelengasan dibagi menjadi basah, lembab, agak kering dan kering berdasarkan berapa lama tanah sampai kedalaman tertentu mengalami kekeringan dalam setahun.
Usaha pertanian juga sangat ditentukan oleh bentuk wilayah dan jenis tanah. Bentuk wilayah lebih mudah dinyatakan dengan besarnya lereng, dimana wilayah dapat dikelompokkan menjadi wilayah datar, berombak, bergelombang, berbukit atau bergunung dengan lereng yang semakin meningkat. Sifat-sifat tanah yang sangat menentukan dalam usaha pertanian adalah selang kemasaman, selang tekstur dan drainase.
Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud hanya apabila lahan digunakan untuk sistem pertanian yang tepat dengan cara pengelolaan yang sesuai. Apabila lahan tidak gunakan dengan tepat, produktivitas akan cepat menurun dan ekosistem menjadi terancam kerusakan. Penggunaan lahan yang tepat selain menjamin bahwa lahan dan alam ini memberikan manfaat untuk pemakai pada masa kini, juga menjamin bahwa sumberdaya alam ini bermanfaat untuk generasi penerus di masa-masa mendatang. Dengan mempertimbangkan keadaan agroekologi, penggunaan lahan berupa sistem produksi dan pilihan-pilihan tanaman yang tepat dapat ditentukan.
Bentuk wilayah atau fisografi (terrain) yang merupakan faktor utama penentuan sistem produksi disamping sifat-sifat tanah. Lereng lahan banyak dipakai sebagai bahan pertimbangan mengingat bahaya erosi dan penurunan mutu lahan merupakan ancaman yang nyata pada pertanian berlereng curam di daerah tropika basah. Pertanian di lereng yang curam juga membatasi penggunaan tenaga mesin dan ternak dalam pengolahan tanah, sehingga untuk daerah seperti ini lebih banyak dianjurkan tanaman tahunan yang lebih sedikit memerlukan tenaga kerja. Selain masalah erosi dan degradasi lahan, kendala lain seperti efisiensi energi dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan. Pada lahan yang curam, tenaga yang diperlukan untuk mengangkut masukan pertanian dan hasil-hasil pertanian dari dan ke lahan usaha akan menjadi sangat tinggi. Hal ini menyebabkan usahatani pada lahan curam hanya akan menguntungkan apabila upah tenaga relatif rendah.
Apabila diperhitungkan akan menguntungkan secara ekonomi seperti pengusahaan tanaman-tanaman hias, dan sayuran khususnya serat tanaman hortikultura umumnya pembuatan teras bisa dilaksanakan. Perlu juga diingat bahwa pembuatan teras tidak selalu tepat untuk semua tanah. Tanah dengan bahan induk yang berjenis lepas (loose) seperti batuan pasir akan mudah longsor apabila diteras. Pada tanah-tanah masam penterasan akan menyingkap lapisan bawah yang banyak mengandung aluminium yang tinggi dan kurang subur sehingga akan membuat pilihan tanaman menjadi sangat terbatas.

PENGEMBANGAN POTENSI PERTANIAN LAHAN KERING

Pengembangan pertanian lahan kering menggunakan pendekatan agribisnis, berarti para perencana pengembang pertanian lahan kering harus berpikir secara kesisteman. Artinya, agar berhasil mengembangkan pertanian lahan kering termasuk di dalamnya berhasil meningkatkan pendapatan petani, maka para perencana tidak hanya memikirkan pengembangan subsistem usahatani atau produksi saja, tetapi juga memikirkan pengembangan subsistem-subsistem lainnya yang menunjang keberhasilan subsistem usahatani tersebut. Oleh karena itu, para perencana harus memikirkan pengembangan keempat subsistem agribisnis secara simultan dan terintegrasi secara vertikal dari hulu ke hilir dan secara horizontal antara berbagai sektor, sehingga akan mampu menciptakan profit yang layak bagi petani di lahan kering. Paradigma baru ini berbeda nyata dengan paradigma lama pembangunan pertanian yang terbatas pada pembangunan subsistem produksi atau usahatani, yang hanya berorientasi pada peningkatan produksi. Secara umum, tahapan pengembangan pertanian lahan kering dengan pendekatan agribisnis adalah sebagai berikut: 1. Lakukan evaluasi potensi wilayah, al.: kondisi fisik dan kesuburun lahan, kondisi agroekosistem, dll.; 2. Identifikasi jenis tanaman dan ternak yang telah ada dan baru yang cocok dikembangkan di wilayah tersebut dan bagaimana sistem irigasinya, apakah irigasi sumur bor dengan sistem perpipaan atau irigasi tetes (drip irrigation) atau hanya mengandalkan tadah hujan; 3. Adakah tersedia sarana produksi dan teknologi, seperti benih, pupuk, pakan, pestisida, alat dan mesin (alsintan), obat-obatan yang dibutuhkan jika mengusahakan tanaman dan ternak pada buutir 2. JIia tersedia apakah terjangkau oleh petani setempat ?; 4. Bagaimana dengan pasca panennya. Apakah teknologinya dikuasai atau belum. Jika belum perlu dicari tahu teknologi pasca panennya; 5. Apakah mungkin kelak produksinya diolah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi. Jika mungkin bagaimana dengan penguasaan teknologinya. Jika belum dikuasai perlu dicari tahu tentang teknologi pengolahannya; 6. Kemana kelak produksinya dipasarkan, apakah pasar lokal, antar pulau, atau ekspor; 7. Masih adakah peluang pasar dan jika ada siapa target pasarnya (masyarakat umum, wisatawan) atau kelas bawah, menengah atau kelas atas; 8. Adakah strategi pemasaran untuk memenangkan persaingan terhadap competitor produk sejenis; 9. Tersediakah prasarana penunjang, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, terminal, alat transportasi yang melancarkan pengaliran produk dari petani ke pasar atau konsumen; 10. Adakah kelembagaan penunjang, seperti lembaga perkreditan, lembaga penyuluhan, kelompok tani, lembaga penelitian, peraturan/kebijakan pemerintah yang kondusif, koperasi, dll.; 11. The last but not least, bersediakah petani diajak melakukan inovasi-inovasi untuk meningkatkan produktivitas sumberdaya lahan kering yang dimilikinya. Jika tidak atau belum tersedia, lakukan proses penyadaran secara terus-menerus pentingnya melakukan inovasi demi meningkatkan produktivitas dan akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Di sini proses penyuluhan memegang peranan penting. Belajarlah dari sukses swasembada beras selama pemerintahan Orde Baru, yang mampu merubah sikap mental petani padi menjadi innovation minded. Dalam tahap perencanaan pengembangan, pertanyaan-pertanyaan di atas harus dicari jawabannya dan jika sudah terjawab, maka lakukanlah implementasi dari rencana tersebut dengan langkah-langkah seperti tersebut di atas. Dengan tahapan dan mekanisme seperti itu, maka pengembangan pertanian lahan kering dengan pendekatan agribisnis akan mampu mengintegrasikan perekonomian wilayah, baik antar wilayah maupun antara sektor pertanian dengan sektor industri/agroindustri, sektor pertanian dengan sektor jasa, dan sektor industri dengan sektor jasa penunjang. Selain itu, melalui mekanisme pasar, pengembangan pertanian lahan kering dengan pendekatan agribisnis akan mampu memperkecil pelarian sumberdaya manusia dan pelarian modal, bahkan potensial mendorong terjadinya penarikan kembali sumberdaya manusia dan kapital dari wilayah lain. Agar proses demikian terjadi, maka komoditi yang dikembangkan hendaknya merupakan komoditi/produk yang bersifat memiliki elastisitas permintaan terhadap perubahan pendapatan yang tinggi (income elastic demand), seperti komoditi peternakan dan hortikultura. Konsumsi peternakan (daging dan susu) dan hortikultura meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Tampaknya untuk lahan kering sangat potensial dikembangkan komoditi hortikultura dan peternakan. Masih ingatkah kejayaan jeruk keprok di Buleleng Timur, secara luar biasa mampu meningkatkan kemakmuran masyarakat di wilayah ini. Dengan demikian seiring bertumbuhnya ekonomi Bali Selatan atau Propinsi-Propinsi di Jawa, maka akan meningkatkan permintaan komoditi peternakan dan hortikultura dan akhirnya akan membangkitkan aktivitas ekonomi masyarakat. Kemudian untuk menjamin peningkatan pendapatan masyarakat yang umumnya adalah petani lahan kering, maka para petani perlu didorong dan difasilitasi untuk mengembangkan koperasi agribisnis. Di masa lalu, aktivitas ekonomi petani kita hanya terbatas pada usahatani saja, yang justru paling kecil nilai tambahnya dibandingkan dengan nilai tambah agribisnis hulu dan hilir. Dengan mengembangkan koperasi agribisnis secara vertikal, maka petani akan dapat menangkap nilai tambah yang ada pada subsistem agribisnis tersebut atau dengan kata lain nilai tambah tidak jatuh ke luar wilayah. Dengan demikian, pendapatan petani akan dapat ditingkatkan dan mengejar ketertinggalan dari wilayah lain. Lembaga penunjang berwujud organisasi seperti perbankan atau lembaga keuangan diperlukan sebagai penyedia pembiayaan kegiatan usaha agribisnis, baik pada susbsistem produksi, subsistem agroindustri maupun pada subsistem pemasaran. Lembaga penelitian yang menghasilkan inovasi dan paket-paket teknologi untuk menunjang subsistem produksi. Lembaga penyuluhan diperlukan untuk menginformasikan hasil-hasil penelitian dari lembaga penelitian, teknologi baru, perkembangan harga pasar berbagai produk agribisnis. Jadi keberadaan lembaga-lembaga penunjang sangat vital dalam menunjuang keberhasilan pengembangan lahan kering menggunakan pendekatan agribisnis. Pemerintah sebagai organisasi negara yang memiliki tanggung jawab besar memajukan agribisnis, dapat berperan dalam menciptakan, mengadakan, memantapkan atau memberdayakan subsistem kelembagaan, baik lembaga penunjang sarana dan prasarana maupun lembaga organisasi. Pemerintah bertanggung jawab membangun dan nyediakan sarana dan prasarana transportasi, telekomunikasi. Pemerintah dapat membangun dan memberdayakan lembaga penelitian yang menunjang pengembangan agribisnis, memberdayakan perbankan agar menaruh kepedulian terhadap kebutuhan permodalan para pelaku agribisnis dan menciptakan peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan dalam bentuk Kepres, Kepmen, Kepgub, Kepbup yang bersifat kondusif terciptanya iklim investasi dan produktif mendukung pengembangan agribisnis. Oleh karena itu, pemerintah mestinya bukan menjadi aktor agribisnis, tetapi menjadi promotor, fasilitator dan regulator pengembangan agribisnis. Bila peran pemerintah sebagai fasilitator dan promotor dapat dijalankan dengan sungguh-sunguh dan konkrit, pengembangan agribisnis akan dapat berjalan lebih cepat dan pendapatan pelaku agribisnis, seperti petani lahan kering akan dapat ditingkatkan.

Analisis Usaha Tani

PENDAHULUAN

Data statistik BPS menunjukkan, salah satu sektor ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi adalah sektor pertanian, karena dalam kondisi krisis seperti dewasa ini, sektor ini masih memberikan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan nilai ekspor komoditi hasil sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,22% di tahun 1998. Sementara pertumbuhan sektor lain negatif, misalnya pertumbuhan sektor pertambangan dan migas negatif 4,16%, dan pertumbuhan sektor industri negatif 12,74%. Pertumbuhan total pun mengalami penurunan menjadi menjadi 13,68% dalam sepuluh tahun terakhir ini, yang berarti telah terjadinya penurunan produksi total sebesar angka tersebut. Ini memberikan indikasi bahwa sektor pertanian memiliki kekenyalan dalam menghadapi masalah negasi pertumbuhan ekonomi. Di samping memiliki kekenyalan sektor pertanian pun memberikan manfaat lain -yang lebih primer- di masa krisis ekonomi dewasa ini, yakni berpotensi untuk melepaskan diri dari beban impor untuk bahan pangan rakyat. Seperti telah diketahui bersama, pada masa lalu bahan pangan masih menjadi beban bagi devisa kita. Hal ini sangat ironis dengan identitas sebagai bangsa agraris. Eksistensi sektor pertanian semakin kuat karena secara nasional krisis ekonomi telah menyebabkan terjadinya pergeseran struktur PDB. Sektor pertanian mengalami kenaikan perannya dari 16,01% menjadi 18,82%. Keadaan ini menjungkirbalikan struktur ekonomi karena dalam beberapa dasa warsa terakhir pertanian mengalami degradasi yang cukup signifikan dalam struktur ekonomi nasional. Maka dari uraian di atas, dapat disimpulkan perlunya reorientasi dalam prioritas pembangunan baik dalam tataran nasional maupun regional. Pengembangan sektor pertanian termasuk pengembangan industri yang berbasis pertanian merupakan andalan potensial untuk membangkitkan dinamika ekonomi masyarakat di tengah keterpurukan ekonomi ekonomi yang tak terhingga dewasa ini. Pengembangan sektor pertanian beserta program lanjutannya, dalam hal ini agroindustri, memiliki nilai strategis untuk keluar dari krisis ekonomi. Sekurang-kurangnya terdapat dua alasan penting, yakni: (a) membantu mengendalikan harga pangan dalam negeri serta berpotensi meningkatkan produksi substitusi impor melalui pengembangan secara intensif sekaligus dapat menghemat devisa, (b) sektor pertanian dan agro industri memiliki keuntungan komperatif yang dapat merangsang kelompok investor yang memiliki orentasi ekspor. Untuk melaksanakan program pengembangan secara efektif sehubungan dengan kedua hal tersebut, dianggap perlu untuk menetapkan komoditas pertanian yang menjadi unggulan. Komoditas unggulan ditetapkan setelah mengkaji berbagai kelayakan baik yang bersifat teknis maupun ekonomi. Diharapkan dalam jangka waktu yang relatif pendek komoditas ini dapat memberikan hasil yang signifikan untuk memperbaiki konidisi kehidupan petani khususnya dan umumnya masyarakat yang terkait dengan jaringan bisnis komoditi ini. A. DEFINISI USAHATANI DAN ILMU USAHATANI Menurut Soekartawi (1995) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Menurut Adiwilaga (1982), ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu. Menurut Mosher (1968) usahatani adalah: suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya . Menurut Kadarsan (1993), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Dapat disimpulkan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. B. GAMBARAN USAHATANI DI INDONESIA Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat b. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah c. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten d. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya Soekartawi, 1986 pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979, menetapkan bahwa petani kecil adalah : a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per kapita per tahun. b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa. Bila petani tersebut juga memiliki lahan tegal maka luasnya 0,5 ha di Jawa dan 1,0 ha di luar Jawa. c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas. d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis. Kesulitan utama dalam menganalisis perekonomian rumah tangga tani di negara berkembang seperti Indonesia karena: a. Sifat dwifungsinya : produksi dan konsumsi yang kadang tidak terpisahkan. b. kuatnya peranan desa sebagai unit organisasi sosial dan perekonomian. Menurut Tohir (1983) ,Tingkat pertumbuhan dan perkembangan usaha tani dapat diukur dari berbagai aspek. Ciri-ciri daerah pertumbuhan dan perkembangan usaha tani, yaitu: A. Usaha pertanian atas dasar tujuan dan prinsip sosial ekonomi yang melekat padanya, usaha tani digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: a. Usaha tani yang memiliki ciri-ciri ekonomis kapitalis b. Usaha tani yang memiliki dasar ekonomis-sosialis-komunistis c. Usaha tani yang memiliki ciri-ciri ekonomis B. Tingkat pertumbuhan usaha tani berdasarkan teknik atau alat pengelolaan tanah: a. Tingkat pertanian yang ditandai dengan pengelolaan tanah secara dicangkul (dipacul). b. Tingkat pertanian yang ditandai dengan pengelolaan tanah secara membajak C. Berdasarkan kekuasaan badan-badan usaha tani dalam masyarkat atas besar kecilnya kekuasaan, maka usaha tani dapat kita golongkan sebagai berikut: A. Suku sebagai pengusaha atau yang berkuasa dalam pengelolaan usaha tani B. Suku sudah banyak kehilangan kekuasaannya dan perseorangan nampak mulai memegang peranan dalam pengelolan usaha taninya. C. Desa, marga, atau negari sebagai pengusaha usaha tani atau masih memiliki pengaruh dalam pengelolaan usaha tani. D. Famili sebagai pengusaha atau masih memiliki pengaruh dalam pengelolaan usaha tani. E. Perseorangan sebagai pengusaha tani F. Persekutuan adat sebagai pengusaha atau sebagai pembina usaha tani D. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan usaha tani dapat dilihat dari (a) kedudukan struktural atau fungsi dari petani dalam usaha tani dan (b) kedudukan sosial ekonomi dari petani dalam masyarakat C. KAITAN USAHATANI DENGAN AGRIBISNIS Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai pengadaan saprodi, produksi, pengolahan hasil dan pemasaran dihasilkan usahatani atau hasil olahannya. D. KLASIFIKASI USAHATANI a. Pola usahatani Terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah ,lahan kering. Ada beberapa sawah yang irigasinya dipengaruhi oleh sifat pengairannya, yaitu : • Sawah dengan pengairan tehnis • Sawah dengan pengairan setengah tehnis • Sawah dengan pengairan sederhana • Sawah dengan pengairan tadah hujan • Sawah pasang surut, umumnya di muara sungai b. Tipe usahatani Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakan. a. Macam tipe usahatani : • Usahatani padi • Usahatani palawija (serealia, umbi-umbian, jagung) Cara penyusunan tanaman: Usahatani Monokultur: Satu jenis tanaman sayuran yang ditanam pada suatu lahan. Pola ini idak memperkenankan adanya jenis tanaman lain pada Lahan Yang sama. Pola tanam monokultur banyak dilakukan Petani sayuran yang memiliki lahan khusus. Jarang yang melakukannya di lahan yang sempit. Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan Menurut Suryanto (1990) dan Tono (1991) bahwa prinsip tumpangsari lebih banyak menyangkut tanaman diantaranya : » Tanaman yang ditanam secara tumpangsari, dua tanaman atau lebih mempunyai umur yang tidak sama » Apabila tanaman yang ditumpangsarikan mempunyai umur yang hampir sama, sebaiknya fase pertumbuhannya berbeda. » Terdapat perbedaan kebutuhan terhadap air, cahaya dan unsur hara. » Tanaman mempunyai perbedaan perakaran. Menurut Santoso (1990), beberapa keuntungan dari tumpangsari adalah sebagai berikut : • Mengurangi resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi harga pertanian • Menekan biaya operasional seperti tenaga kerja dan pemeliharaan tanaman. • Meningkatkan produktifitas tanah sekaligus memperbaiki sifat tanah. c. Struktur usahatani Struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan. Cara pengusahaan dapat dilakukan secara khusus (1 lokasi), tidak khusus (berganti-ganti lahan atau varietas tanaman) dan campuran (2 jenis atau lebih varietas tanaman, misal tumpangsari dan tumpang gilir). Ada pula yang disebut dengan “Mix Farming” yaitu manakala pilihannya antara dua komoditi yang berbeda polanya, misalnya hortikultura dan sapi perah. Pemilihan khusus atau tidak khusus ditentukan oleh : – Kondisi lahan – Musim/iklim setempat – Pengairan – Kemiringan lahan – Kedalaman lahan d. Corak usahatani Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani yang ditentukan oleh berbagai ukuran/kriteria, antara lain : – Nilai umum, sikap dan motivasi – Tujuan produksi – Pengambilan keputusan – Tingkat teknologi – Derajat komersialisasi dari produksi usahatani – Derajat komersialisasi dari input usahatani – Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan – Pendayagunaan lembaga pelayanan pertanian setempat – Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani – Tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat ekonomi e. Bentuk usahatani Bentuk usahatani di bedakan atas penguasaan faktor produksi oleh petani, yaitu : – Perorangan Faktor produksi dimiliki atau dikuasai oleh seseorang, maka hasilnya juga akan ditentukan oleh seseorang – Kooperatif Faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya digunakan dibagi berdasar kontribusi dari pencurahan faktor yang lain.

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

PENDAHULUAN Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat. Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, sumber air tersedia, dan teknik pengelolaannya. Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Hasil yang diperoleh sangat tergantung kepada cara pengelolaannya. Untuk itu, petani perlu memahami sifat dan kondisi tanah dan air di lahan pasang surut. Sifat tanah dan air yang perlu dipahami di lahan pasang surut ini berkaitan dengan: - tanah sulfat masam dengan senyawa piritnya tanah gambut - air pasang besar dan kecil kedalaman air tanah - kemasaman air yang menggenangi lahan. Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usahatani. Dengan upaya yang sungguh-sungguh, lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas. Tujuan pengelolaan lahan - mengatur pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal - mendapatkan hasil maksimal - mempertahankan kelestarian sumber daya lahan Langkah tersebut ditujukan untuk penguasaan air yang diarahkan untuk: - memanfaatkan air pasang untuk pengairan - mencegah akumulasi garam yang dapat mengganggu pertanaman - mencuci zat-zat beracun - mengatur tinggi genangan untuk persawahan - mempertahankan permukaan air tanah tetap di atas lapisan pirit - menghindari kematian gambut atau kering tak balik - mencegah penurunan permukaan tanah yang terlalu cepat di lahan Sifat tanah Pirit Pirit adalah zat yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau tergenang, pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, bila terkena udara (teroksidasi), pirit berubah bentuk menjadi zat besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman. Pirit dapat terkena udara apabila: - Tanah pirit diangkat ke permukaan tanah (misalnya pada waktu mengolah tanah, membuat saluran, atau membuat surjan). - Permukaan air tanah turun (misalnya pada musim kemarau). Gejala keracunan zat besi pada tanaman: - Daun tanaman menguning jingga - Pucuk daun mengering - Tanamannya kerdil - Hasil tanaman rendah. Ciri-ciri tingginya kadar besi dalam tanah: - Tampak gejala keracunan besi pada tanaman - Ada lapisan seperti minyak di permukaan air - Ada lapisan merah di pinggiran saluran. Belerang menyebabkan air tanah menjadi asam, bahkan lebih asam daripada cuka. Akibat yang ditimbulkan adalah: - Tanaman mudah terserang penyakit - Hasil panen rendah - Tanaman lebih mudah kena keracunan besi. Tingkat kemasaman tanah diukur dengan angka pH. Makin rendah angka pH, makin asam air atau tanahnya. Tanaman padi menyukai pH antara 5-6 dan padi tidak dapat hidup jika berada pada pH di bawah 3. Mengenal adanya pirit dalam tanah Pirit di dalam tanah dapat di tandai dengan: - Adanya rumput purun atau rumput bulu babi, menunjukkan ada pint di dalam tanah yang telah mengalami kekeringan dan menimbulkan zat besi dan asam belerang. - Bongkah tanah berbecak kuning jerami di tanggul saluran atau jalan, menunjukkan adanya pirit yang berubah warna menjadi kuning setelah terkena udara. - Adanya sisa-sisa kulit atau ranting kayu yang hitam seperti arang dalam tanah. Biasanya di sekitarnya ada becak kuning jerami. - Tanah berbau busuk (seperti telur yang busuk), maka zat asam belerangnya banyak. Air di tanah tersebut harus dibuang dengan membuat saluran cacing dan diganti dengan air baru dari air hujan atau saluran. Mengukur kedalaman pirit Kedalaman pirit diukur dengan cara berikut ini: - Gali lubang sedalam 75 cm atau lebih. - Ambillah gumpalan tanah mulai dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30 cm, dan seterusnya sampai ke bagian bawah. - Gumpalan tanah tersebut di tandai dan dicatat sesuai dengan asal kedalaman. - Setiap gumpalan tanah ditetesi air peroksida. Bila keluar buih meledak-ledak menunjukkan adanya pirit dalam tanah tersebut. - Cara lain dengan menyimpan gumpalan tanah tadi di tempat teduh. Diamati setelah 3 minggu, jika ada becak warna kuning jerami, maka tanah tersebut mengandung pirit. Cara ini diulang sedikitnya di 20 tempat untuk setiap hektar lahan, guna memastikan kedalaman piritnya. Sehingga sewaktu mengolah tanah, pirit tidak teroksidasi, karena dapat meracuni tanaman. Gambut Gambut adalah tanah yang terdiri dari sisa-sisa tanaman yang telah busuk. Dalam keadaan basah, gambut itu seperti bubur. Gambut yang masih baru mengandung banyak serat-serat dan bekas kayu tanaman. Tanah gambut kurang subur, sehingga hasil tanaman rendah. Di samping tanahnya asam, air tanahnya juga asam. Jika pirit dalam lapisan tanah mineral di bawah gambut terkena udara, maka air dapat menjadi lebih asam lagi. Air bisa mengalir dengan mudah di dalam gambut, bahkan bisa bocor ke luar melalui tanggul sehingga petakan sawah cepat menjadi kering bila tidak diairi secara teratur. Sulit membuat lapisan olah untuk menahan air di dalam petak sawah. Gambut yang selalu basah biasanya masih "mentah" sehingga zat-zat yang dibutuhkan tanaman tidak tersedia. Untuk itu gambut ini perlu dimatangkan agar lebih bermanfaat untuk tanaman. Mematangkan gambut Cara mematangkan gambut dengan mengeringkannya sekali-kali, namun jangan dibiarkan menjadi terlalu kering atau melewati batas kering tak-balik. Jika terlalu kering, sifat gambut berubah menjadi "mati," seperti pasir semu, arang atau beras yang t idak dapat menyerap air. Akibatnya lahan tersebut tidak dapat ditanami karena tidak dapat menyediakan air untuk keperluan tanaman. Gambut yang mati mudah terbawa oleh air hujan, sehingga ketebalannya makin lama makin berkurang. Dapat pula mengakibatkan erosi walaupun lahannya datar. Gambut kering tampak mengkerut dan menyebabkan permukaan tanah menjadi lebih rendah. Akhirnya, lapisan tanah di bawah gambut dapat tersingkap. Mungkin lapisan pirit dalam tanah itu terkena udara, sehingga terbentuk racun yang ber- bahaya bagi tanaman. Apabila lapisan tanah di bawah gambut merupakan tanah liat, mungkin cukup subur. Tetapi bila di bawah gambut ada pasir, tanah tersebut kurang subur. Permukaan lahan yang terlalu rendah akan menghambat drainasenya dan lahan menjadi tergenang terlalu dalam oleh air pasang. Tanah gambut dapat terbakar. Jika membakar dipermukaan, kemungkinan di bawah permukaan pun api masih membara. Sehingga akan membakar tempat lain yang jauh dari tempat pembakaran awal. Pembakaran gambut dapat menghilangkan lapisan gambut. Jika mendekati lapisan tanah di bawahnya yang mungkin kurang subur berupa pasir atau tanah berpirit, lahan tersebut menjadi mati suri. Untuk itu, diusahakan gambut jangan sampai terbakar ataupun dibakar. Perbaikan sifat gambut Sifat gambut dapat diperbaiki dengan beberapa cara: - Menambah abu (misalnya dari sekam, kayu gergaji atau gunung api) dengan takaran 3-5 ton per hektar dalam larikan. - Menambah tanah lempung dengan takaran 3-5 ton per hektar. - Mencampur lapisan gambut dengan lapisan tanah mineral yang ada di bawahnya, walaupun mengandung pirit. Hal ini dapat dilaksanakan jika gambutnya cukup dangkal dengan memanfaatkan tanah mineral yang terangkat ke permukaan tanah ketika membuat parit. Air dan Sifat-sifatnya Sifat air tanah terdiri dari: - Tinggi muka air genangan. - Mutu air tanah. - Tinggi muka air tanah. Tinggi muka air tanah ditentukan oleh: - Macam tanah. - Pengolahan tanah. - Curah hujan di musim hujan dan kemarau. - Ketinggian air pasang dan surut. - Ketinggian lahan. - Kejauhan dari sungai atau saluran primer. - Ketinggian air di saluran terdekat. - Pengaturan pintu air. - Keadaan saluran cacing dan saluran kuarter di lahan petani. Mutu air ditentukan oleh: - Sifat tanah, seperti kedalaman dan keadaan pirit serta ketebalan dan keadaan gambut. - Sistem irigasi dan drainase yang ada - Pengaturan pintu air. - Seringnya air di lahan dan saluran digelontor. Lahan pasang surut dibagi menjadi beberapa golongan menurut tipe luapan air pasang, yaitu: - A: Lahan terluapi oleh pasang besar (pada waktu bulan purnama maupun bulan mati), maupun oleh pasang kecil (pada waktu bulan separuh). - B: Lahan terluapi oleh pasang besar saja. - C: Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm. - D: Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya dalam, lebih dari 50 cm. Menentukan muka air tanah Dalam pengelolaan lahan perlu diketahui juga ketinggian muka air tanahnya. Cara mengetahuinya dapat dilakukan sebagai berikut: - Ketinggian muka air tanah dapat dilihat di sumur terdekat. - Bila tidak ada sumur, maka digali lubang dalam tanah. - Kemudian tunggu antara 3-5 jam (kalau tanah gambut, tidak perlu menunggu lama) - Kedalaman air dalam lubang kemudian diukur dari permukaan tanah. Saluran yang berlumpur biasanya pH air cukup tinggi dan dapat digunakan untuk irigasi, walaupun jalannya air kurang lancar. Air yang berada di saluran terlalu lama (lebih dari 3 minggu), akan mengandung banyak asam dan zat besi. Terlihat airnya berwarna merah bata agak kekuningan, sebaiknya jangan digunakan untuk mengairi sawah. Air di petak-petak sawah yang terlalu asam harus dibuang melalui saluran cacing, kuarter, dan saluran tersier. Pintu air dan stoplog harus diatur sehingga airnya dapat dibuang. Air dalam saluran yang terlalu asam tidak boleh digunakan untuk mengairi tanaman. Namun, jika terpaksa digunakan untuk menanggulangi kekeringan, maka harus ditabur kapur sebanyak 1 ton per hektar. Pengelolaan Air Pengelolaan air dibedakan dalam: - Pengelolaan air makro, penguasaan air di tingkat kawasan reklamasi. - Pengelolaan air mikro, pengaturan tata air di tingkat petani. - Pengelolaan air ditingkat tersier, dikaitkan dengan pengelolaan air makro dan pengelolaan air mikro. Pengelolaan air makro Pengelolaan air makro ini bertujuan untuk membuat lebih berfungsi: - Jaringan drainase - irigasi: navigasi, primer, sekunder. - Kawasan retarder, kawasan sempadan, dan saluran intersepsi. - Kawasan tampung hujan. Pengelolaan air di tingkat tersier Cara pengelolaannya sangat tergantung kepada tipe luapan airnya: - Sistem aliran satu arah untuk tipe luapan A. - Sistem aliran satu arah plus tabat untuk tipe luapan B. - Sistem tabat untuk tipe luapan C. - Sistem tabat plus irigasi tambahan dari kawasan tampung hujan yang berada di ujung tersiernya untuk tipe luapan D. SISTEM IRIGASI DAN DRAINASE Sistem Aliran Satu Arah Pelaksanaan sistem ini tergantung kepada kesepakatan pengaturan pintu-pintu air. - Jika salah satu saluran tersier berfungsi sebagai saluran pemasukan (irigasi), maka saluran tersier disebelahnya dijadikan saluran pengeluaran (drainase). - Saluran pemasukan diberi pintu air yang membuka ke dalam, sehingga pada waktu pasang air dapat masuk dan air tidak dapat ke luar jika air surut. - Saluran pengeluaran diberi pintu air yang membuka ke luar, sehingga pada waktu air surut air dapat keluar dan air tidak dapat masuk jika air sedang pasang. - Saluran kuarter yang merupakan batas pemilikan perlu ditata mengikuti aliran satu arah. Pada lahan yang bertipe luapan B, pintu flap gate dilengkapi stop log yang difungsikan pada waktu air pasang kecil. Sistem tabat Lahan yang bertipe luapan C dan D yang tidak terluapi air pasang dan air hujan juga tidak dapat menggenang. Untuk itu perlu diatur dengan sistem tabat dengan cara sebagai berikut: - memasang tabat di muara saluran tersier atau di perbatasan sawah dan desa untuk meningkatkan air tanah. - membuat pematang yang tangguh dan tidak bocor. - menutup pengeluaran ke saluran drainase pengumpul atau saluran kuarter. Lahan bertipe luapan pasang C dan kegiatan penggantian air dilakukan dengan urutan sebagai berikut: - Air di saluran tersier dibuang ketika air surut dan di tabat ketika air pasang besar. - Air di saluran kuarter di buang ke saluran tersier. - Pada waktu air pasang berikutnya air di saluran tersier dibuang dan ketika air pasang berikutnya air ditahan di saluran tersier dengan memasang tabat. - Air di petakan sawah dibuang dan dialirkan ke saluran tersier untuk mempertahankan air tanah tetap tinggi. - Air hujan akan memperbarui genangan air di petakan sawah Pengelolaan air di tingkat petani Pengelolaan air mikro atau ditingkat petani meliputi: - Pengelolaan air di saluran kuarter - Pengelolaan air di petakan sawah petani Sistem pengelolaan airnya dilakukan dengan sistem aliran satu arah. Salah satu saluran tersier dijadikan aluran pemasukan irigasi dan saluran kuarter dijadikan saluran pembuangan menuju saluran tersier drainase. Diperlukan juga saluran dangkal di sekeliling petakan sawah. Saluran ini berfungsi sebagai saluran penyalur di dekat saluran kuarter irigasi dan sebagai saluran pengumpul yang didekat saluran kuarter drainase. Di dalam petakan sawah dibuatkan pula saluran dangkal intensif yang berfungsi untuk mencuci zat asam dan zat beracun dari lahan. Jarak antar-saluran bervariasi tergantung kepada kendala lahan yang dapat diatur sebagai berikut: - Lahan dengan kandungan pirit dalam dibuat saluran dengan jarak 9 m atau 12 m - Lahan dengan kandungan pirit dangkal dibuat saluran dengan jarak 6 m atau 9 m - Pada lahan sulfat masam dibuat saluran dengan jarak 3 m atau 6 m - Pada lahan tidur dibuat saluran berjarak 3 m. Pengelolaan Tanah Tanah aluvial yang mengandung pirit dalam dan dangkal maupun aluvial bersulfat sebaiknya dijadikan lahan sawah, karena lebih murah dan aman untuk pertanaman. Namun, sering dengan adanya saluran primer, sekunder, dan tersier, lahan ini menjadi lahan yang bertipe luapan pasang C atau D, sehingga seringkali tanahnya pecah-pecah membentuk bongkahan. Oleh karena itu, diperlukan: - pengolahan tanah - pemberian amelioran - pemupukan Pengolahan tanah Cara pengolahan tanah dapat dilakukan dengan beberapa tahap kegiatan, yaitu: - gulma di semprot dengan herbisida - membajak lahan dengan menggunakan bajak singkal - menggenangi lahan selama 1-2 minggu, kemudian airnya dibuang. Hal ini dilakukan sampai 2-3 kali. - melumpurkan tanah yang telah selesai dibajak dan diratakan, selanjutnya siap untuk tanam. Pemberian amelioran dan pupuk Amelioran yang diberikan berupa kapur/dolomit serta pupuk P dan K. Kapur dan pupuk diberikan pada kondisi lahan macak-macak. MACAM PINTU AIR Pintu sorong (pintu ulir, sliding gate) - Pintu sorong dapat dibuka atau ditutup dengan tangan. - Pada musim hujan, pintu sorong digunakan untuk mengatur ketinggian air di saluran. - Pada musim kemarau, pintu ini sebaiknya ditutup agar air tidak keluar dari saluran. Pintu klep otomatis (pintu ayun, flap gate) - Pintu ini dapat membuka dan menutup secara otomatis akibat perbedaan tinggi muka air di hulu dan di hilir bangunan. - Letak pintu klep dapat diatur untuk memasukkan air pada waktu pasang dan menahan pada waktu surut atau sebaliknya, tergantung kebutuhan. - Klep dapat dipasang supaya menahan air di saluran dan di lahan. Bila klep membuka ke dalam, pintu terbuka pada waktu pasang dan tertutup pada waktu surut sehingga air yang telah masuk tidak bisa keluar. - Klep juga dapat dipasang supaya membuang air dari saluran. Bila klep membuka ke luar, air tidak bisa masuk pada waktu pasang, tapi dibuang pada waktu surut. - Pintu klep juga dapat digerek supaya tidak tutup. Stoplog (pintu papan) - Pintu stoplog terdiri dari papan kayu yang dapat disusun untuk menahan air pada ketinggian tertentu. Jumlah papan sangat menentukan jumlah air yang ditahan. - Bila menginginkan air dibuang dari saluran atau petak, semua papan dibuka pada waktu air surut. Sebaliknya, bila menginginkan air pasang masuk, semua papan dibuka. - Untuk menahan air pada ketinggian tertentu, maka papan dipasang pada ketinggian yang diinginkan. - Untuk menghindari air asin masuk pada waktu pasang, semua papan dipasang. - Stoplog biasanya dioperasikan bersamaan dengan pintu klep otomatis.

STUDI KARAKTERISTIK SISTEM USAHATANI DI KAWASAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Pengembangan usahatani lahan kering sering dikaitkan dengan upaya dan tindakan konservasi tanah dan air di daerah aliran sungai (DAS), namun masih belum berhasil sebagaimana yang diharapkan. Penyebabnya antara lain karena faktor non teknis dalam diri petani kurang diperhitungkan. Dalam implikasi kebijakan sering meremehkan pengetahuan teknis yang dimiliki petani (indigeneus technology). Sebelum dilakukan inovasi diperlukan studi karakterisasi lokasi untuk mendapatkan rancang bangun teknologi yang sesuai dengan karakteristik sumberdaya alam dan kebutuhan serta kemampuan petani. Metode yang dipakai melalui pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA), lokasi yang ditetapkan adalah desa Cacaban Lor, kecamatan Bener, kabupaten Purworejo. Hasil pengkajian di desa Cacaban yang terletak pada ketinggian 400 – 500 m dpl, merupakan daerah tangkapan air (catchment area), sehingga banyak terbentuk alur parit yang bermuara di sungai Juih (Sub Das Juweh), kemudian mengalir ke sungai Bogowonto. Lahan untuk usahatani didominasi oleh jenis tanah andosol. Status hara tanah (lahan kering) terutama unsur fosfat dan kalium termasuk rendah masing-masing 28,8 mg/100 g dan 50,5 mg/100 g,.dengan kemiringan 25 - 40%. Usahatani didominasi pertanaman jahe, kencur, jagung dan ketela pohon yang ditanam dengan pola tumpang sari. Tanaman tahunan yang dominan adalah kelapa, melinjo, pisang, duku, sengon, mahoni, bambu dan jati. Ternak yang diusahakan adalah kambing dan sapi. Kendala utama yang dihadapi petani adalah terbatasnya asset usahatani. Permasalahan budidaya tanaman utamanya adalah penyakit busuk rimpang pada jahe, keterbatasan benih unggul dan rendahnya penggunaan pupuk nitrogen pada usahatani jagung, jahe dan kencur. Kelembagaan dalam arti organisasi usahatani tidak ada, sehingga dalam memenuhi kebutuhan saprodi dilakukan secara individu sesuai dengan kemampuan modal kerja yang dimiliki. Pengetahuan konservasi tanah dan airbagi petani sudah familiartetapi masih terbatas dalam bertindak karena keterbatasan biaya dan tenaga kerja. Hasil studi pemahaman, telah disepakati cara pemecahan masalah aspek teknis dengan membuat petak pengkajian usahatani padi yang dikaitkan dengan pembuatan guludan sesuai kontur, perbaikan teknologi budidaya jagung dan jahe secara tumpangsari yang disisipi tanaman cabe, pada bibir teras ditanami pakan ternak. Komoditas baru yang diintroduksikan adalah nilam yang diperkirakan mempunyai prospek pasar. Teknologi konservasi tanah dan air yang diintroduksi adalah pembuatan dam parit sebanyak 2 buah serta pembuatan rorak. Manfaat dam parit dan rorak adalah untuk menghambat laju run off dan menampung air hujan, sekaligus akan dimanfaatkan untuk mengairi pertanaman. Aspek sosial dan ekonomi yang diintroduksikan adalah pembentukan kelembagaan usahatani dimana kepengurusannya sebagian dimotori oleh perempuan desa. Orientasi kelembagaan diarahkan pada aspek ekonomi terutama dalam pengadaan saprodi dan simpan pinjam untuk kegiatan non farm
Kata kunci: Daerah aliran sungai, sistem usahatani

Jenis Budidaya Usaha Tani

A. Karakteristik Wil. Usaha Tani

B. Kedudukan Potensi Usaha Tani Dalam

Perekonomian Lokal, Regional, Inter

Insulair, Nasional dan Internasional

C. Tatanan Sistem Usaha Tani

D. Karakteristik Masyarakat Usaha Tani

E. Land Use Bagian dari Geopertanian

F. Pengertian dan Batasan IP. Geopertanian

G. Fisik Wilayah Usaha Tani

FAKTOR PENUNJANG USAHA TANI

A. Karakteristik Bentang Alam Budidaya

Usaha Tani

LINGKUP PENGETAHUAN GEOPERTANIAN

A. Prinsip Pengetahuan Geografi

PENGELOLAAN PERTANIAN;

A. Pertanian Lahan Kering

B. Pertanian Lahan Basah

C. Pertanian Hidroponik

Sistem Usaha Tani

A. Survei Komoditas Unggulan Daerah

B. Budidaya Kearifan Lokal

C. Kemplongan

D. Banjar Harian

E. Tumpangsari

F. Jenis Tanaman Usaha Tani

G. Komoditas Unggulan Daerah

H. Agroforestry

I. Budidaya Usaha Tani