PENGERTIAN
Peran adalah tingkah laku yang dipentaskan individu berkenaan dengan kedudukan atau statusnya. Peranan merupakan aspek dinamis dari status. Jika seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya.
Pengertian keberhasilan pada konteks tulisan ini diukur dengan angka yang diperoleh siswa pada setiap mata pelajaran yang tercantum di raport siswa, atau sekurang-kurangnya angka yang diperoleh siswa dari evaluasi/ulangan dan ujian. Kurang dari angka 6 (enam) tidak berhasil, antara 6 – 7,9 mendapat predikat penilaian cukup, dan 8 (delapan) ke atas baik atau berhasil. Angka 6 (enam) pada umumnya diletakkan sebagai ”batas” atau ukuran berhasil dan tidak berhasil.
Gagal dipahami sebagai tidak berhasilnya siswa mencapai angka/nilai minimal yang menggambarkan pencapaian kompetensi tertentu sebagai standar untuk naik kelas atau lulus.
Siswa adalah peserta didik/subyek didik pada sekolah formal pada jenjang tertentu, misalnya SD, SMP, SMU dll.
Secara gampangnya tulisan ini hendak mendeskripsikan seberapa besar peran seorang guru dalam ikut andil mempengaruhi siswa mencapai keberhasilannya. Berhasil dan gagal (terbatas) diukur dari nilai angka siswa pada rapor, yang menentukan naik/lulus tidaknya siswa itu. Besaran peran guru dimaksud dicoba untuk dikwantifikasi (diangkakan secara numerik statistik) meski sangat sulit mencapai tingkat generalisasi konklusi yang presisi bulat utuh dan dapat dianggap mewakili peran guru.
Dalam peng-angkaan untuk mencapai besaran prosentase peran guru, diandaikan bahwa setiap guru telah menjalankan semua peranannya. Semua komponen yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam keberhasilan siswa, seperti orangtua siswa/rumah tangga, mastarakat lingkungan, juga menjalankan perannya dengan baik. Alokasi waktu yang menjadi domain masing-masing dikwantifikasi.
PERANAN GURU
Dalam bukunya BURUNG BERKICAU Anthony de Mello menulis pengandaian sebagai berikut:
Seorang murid mengeluh kepada Gurunya
’Bapak menuturkan banyak cerita,
Tetapi tidak pernah
Menerangkan maknanya kepada kami’
Jawab sang Guru:
’Bagaimana pendapatmu, Nak,
Andaikan seorang menawarkan
Buah kepadamu, namun
Mengunyahkannya dahulu
Bagimu?’
Dari perumpamaan de Mello dipahami bahwa peran seorang guru bukanlah penentu dan ada batas-batasnya. Batas itu dibahasakan sebagai peran menawarkan buah (baca=menyampaikan, menerangkan/menjelaskan materi ajar yang tentunya dengan berbagai methode dan media), namun tetaplah murid yang ”mengunyahnya” (subyek belajar). Pada teori belajar modern yang memberikan banyak peran pada siswa sebagai subyek belajar secara lebih luas, maka guru memposisikan dirinya sebagai fasilitator. Guru memfasilitasi kebutuhan belajar muridnya.
WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak.
Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
Peran guru sebagai model atau menjadi contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
Peran guru sebagai pelajar (learner). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.
Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.
Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
SIAPA YANG BERHASIL dan SIAPA YANG GAGAL ?
Ada banyak ukuran/kriteria berhasil dalam masyarakat. Berhasil dari ukuran materi atau kekayaan, ukuran pangkat dan jabatan, sampai ukuran yang sangat subyektif yang bersifat rohani. (misalnya sering kita dengar pernyataan percuma kaya raya kalau tidak bahagia hidupnya). Apa yang dicari manusia dalam hidupnya? Kan kebahagiaan (lahir-bathin)!! …. lalu apa ukuran kebahagiaan lahir-bathin itu? Setiap insan tentulah punya ukuran yang bersifat subyektif. Pada tulisan ini berhasil dan gagal diinterpretasikan dengan diukur dari nilai angka siswa pada rapor, yang menentukan naik/lulus tidaknya siswa itu.
Salah satu peran guru adalah sebagai pengajar dan pembimbing. Pada peran mengajar, guru berkewajiban (berperan) memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman berkenaan dengan kompetensi-kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa pada materi ajar sesuai dengan kurikulum. Waktu yang dialokasikan untuk guru menjalankan peran ini sudah ditentukan oleh kurikulum. Misalkan waktu untuk belajar IPS di SD kelas V (lima) per minggu adalah 4 jam pelajaran (@ 40 menit), demikian pula mata pelajaran yang lainnya.
Pada kegiatan belajar mengajar di kelas, guru juga menjalankan perannya sebagai ‘pembimbing’. Pembimbing berasal dari kata bimbing yang berarti pimpin, asuh, tuntun. Membimbing sama dengan menuntun, sebagaimana Ibu menuntun anaknya yang baru belajar berjalan. Sang Ibu dapat membawa anak itu kemana saja dikehendakinya. Namun ketika sang anak sudah berjalan sendiri, peran Ibu menjadi mengawasi dan menjaga agar si anak tidak berjalan ke arah yang dapat mencelakakan, tetapi ke jalan yang seharusnya. Demikian pula guru adalah pembimbing yang menunjukkan jalan dalam proses belajar mengajar, dengan pengetahuan dan pengalamannya. Membimbing merupakan upaya guru membantu siswanya dalam mencapai tujuan belajarnya.
Dapatkah kita katakan bahwa apabila guru sudah secara penuh menjalankan perannya mengajar dan membimbing, dan karenanya seorang siswa berhasil mencapai prestasi gemilang lalu keberhasilan itu dialamatkan bahwa guru tersebut berhasil? Bagaimana mengukurnya? Adakah keberhasilan siswa itu didorong oleh faktor-faktor dari luar campur tangan guru? Misalkan faktor intern siswa dari sikap dan perilakunya yang rajin belajar, tekun dan minat serta talenta? Atau faktor ekstern misalkan ikut les/privat, belajar kelompok, kepedulian dan pendampingan orangtua yang sabar dan kontinue?
Atau sebaliknya, apabila guru sudah menjalankan perannya secara penuh mengajar dan membimbing (sebagaimana dialami siswa yang berhasil di atas), dapatkah pula kita menjustifikasi jika seorang siswa gagal, tidak naik kelas atau tidak lulus lalu kesalahan kita alamatkan pada guru? Benarkah bahwa kegagalan siswa adalah karena gurunya? Bagaimana mengukur bahwa yang gagal adalah guru? Bukankah kelasnya sama, gurunya sama, bukunya sama, materi ajarnya sama, soal dan alat evaluasinya sama, yang diajarkan sama, perlakuan yang diperankan guru sama? Singkatnya guru menjalankan peran kepada siswa-siswinya secara adil dan sama. Lalu mengapa ada siswa gagal diantara teman-temannya yang berhasil? Adakah faktor kegagalan yang ada pada siswa itu sendiri?, misalkan faktor intern kepribadian, sikap dan tingkah laku siswa malas, sering tidak masuk sekolah atau bolos, tidak mengerjakan tugas maupun pekerjaan yang diberikan guru (PR) dll?
Siswa yang sering tidak masuk sekolah karena sakit, ijin, bolos atau alasan lainnya pastilah ketinggalan banyak materi pelajaran. Satu hari saja siswa tidak masuk sekolah maka pukul rata siswa itu ketinggalan 3-4 bidang studi materi ajar. Andai minggu berikutnya diadakan uji kompetensi atas materi ajar dimana ketika itu siswa tidak masuk sekolah, akankah siswa dimaksud dapat mengerjakannya?, apalagi jika di rumah tidak belajar atau menanyakan pada teman sekelasnya, dan pada ke empat bidang studi itu diadakan ujian. Bayangkan jika siswa sering tidak masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas dan PR-nya yang diberikan guru, padahal semua assesment (evaluasi) dalam bentuk tugas, PR, latihan, ujian dimasukkan integral ke dalam rapor.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah bersifat klasikal. Waktu yang dialokasikan untuk guru dalam mengajar dan membimbing terbatas, dan tidak dapat optimal melayani klasikal manakala dalam waktu bersamaan memperhatikan individu khusus untuk seorang siswa yang terlambat pelajarannya karena tidak masuk sekolah. Jika pun keadaan semacam itu dijalankan, pasti terjadi ketimpangan/tidak ideal atau terganggu. Dalam usaha mengejar ketertinggalan yang dialami siswa karena ketidakhadiran, biasanya guru memberikan tugas atau memberikan remidial pembelajaran jika guru punya waktu di luar tugas mengajarnya. Namun kita semua memahami bahwa di luar waktu tugasnya seorang guru memiliki privasi. Bergantung pada kesediaan guru meluangkan waktunya. Sebagai orangtua, tidaklah mungkin menuntut guru memberikan waktu khusus untuk melayani mengejar ketertinggalan anaknya pada jam tugas mengajar.
BESARAN PERAN GURU
Untuk memahami seberapa besar peran yang menjadi tanggungjawab guru dalam andil atas berhasil dan gagalnya seorang siswa, kita tetap memakaikan batasan-batasan yang telah dituliskan di atas. Guru hanyalah satu dari banyak komponen yang ikut andil memainkan peran mempengaruhi keberhasilan.Terdapat banyak komponen yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar, diantaranya Komponen fisik seperti tempat dan fasilitas belajar, ketersediaan buku, seragam/alat, kesehatan si anak/siswa, asupan gizi makanan, gangguan saat belajar dari TV atau media lainnya; komponen sosial seperti lingkungan keluarga, masyarakat, teman sebaya yang menjadi ’model’ bagi terbentuknya tingkah laku dan sifat anak ; komponen waktu yang digunakan siswa dalam belajar; dan komponen psikis berupa perlakuan lingkungan sosialnya terutama orangtua terhadap kejiwaan anak/siswa.
Apabila tinjauan peran guru kita ukur dari waktu yang dialokasikan untuk mengajar dan membimbing siswa pada bidang studinya, maka besaran peran guru tidak terlalu signifikan dalam menentukan keberhasilan dan gagalnya siswa. Idealnya jika alokasi belajar IPS di sekolah 4 jam (@ 40 menit) per minggu, maka siswa belajar IPS secara mandiri 4 jam, ditambah latihan soal-soal minimal 2 jam, dalam keadaan ada, ataupun tidak ada tugas/PR. Ketika siswa belajar secara mandiri di rumah, maka peran orangtua menjadi dominan. Seberapa besar perhatian orangtua, pendampingan orangtua dan bimbingan yang diberikan orangtua dalam belajar mandiri di rumah, memiliki pengaruh yang besar. Kalau kita perbandingkan dimana keberadaan anak dalam sehari, maka waktu yang menjadi tanggung jawab guru/sekolah lebih pendek dari waktu yang digunakan siswa diluar tanggungjawab sekolah/guru. Perhatikan ilustrasi di bawah:
WAKTU YANG DIGUNAKAN SISWA SD KELAS V (FIVE DAY SCHOOL)
07.00 WIT – 14.05 WIT Sekolah
14.05 WIT – 21.00 WIT Di Rumah (bersama orangtua)
21.00 WIT – 06.00 WIT Tidur / istirahat
06.00 WIT – 07.00 WIT Persiapan dan pergi sekolah
Catatan : Hari Sabtu dan Minggu libur
Hari besar (libur nasional) ikut libur
Liburan semester (2kali) rata-rata 45 – 50 hari dalam setahun.
Alokasi kegiatan siswa yang menjadi tanggungjawab guru/sekolah adalah antara 6,5 – 7 jam. X 5 hari sekolah = 35 jam ( 40 jam pelajaran @ 40 menit). Jadi rata-rata belajar per minggu adalah 35 jam : 7 hari = 5 jam (@ 60 menit). Dari alokasi waktu dalam sehari, maka guru/sekolah hanya mengambil tanggungjawab sebesar 5 jam : 24 jam/hari X 100% = 28,33%. Lebih dari 71% waktu siswa dalam sehari berada di bawah tanggungjawab orangtua. Dari besaran peran guru 28,33% itu, masih dibagi-bagi lagi ke dalam setidaknya 10 mata pelajaran! Makin tambah kecil waktu guru memerankan perannya mengajar bidang studi yang diampu. Dan ingat, kita masih belum menghitung hari libur serta liburan semester pada catatan di atas.
Acapkali masyarakat, pers/media “melempar” bahwa sekolah harus bertanggungjawab atas kegagalan siswa. Guru harus bertanggungjawab atas kegagalan siswanya. Semantara apabila siswa memperoleh prestasi semua pihak mengklaim bahwa keberhasilan siswa itu adalah karena peran dan campur tangan mereka. Terlepas persoalan besar kecilnya peran kita, baik guru, orangtua, masyarakat, pemerintah dan siswa itu sendiri sebagai subyek belajar, apabila salah satu komponen dalam belajar tidak menjalankan perannya dengan baik, maka kemungkinan berhasil menjadi mengecil. Karenanya, sekecil apapun tugas dan peranan guru harus diperankan dengan baik dan profesional. Demikian komponen lainnya. Bagi penulis, subyek belajar (siswa) itu sendiri yang paling menentukan berhasil tidaknya dia dalam belajar. Bukan semua hal di luar siswa. Peran guru terbatas pada mentransfer dan memfasilitasi dalam proses belajar mengajar. Siswa yang merupakan subyek belajar! bukan guru! Bagaikan seorang anak yang akan makan, Seorang ibu menyiapkan hidangan makanannya (nasi, sayur dan lauk-pauknya = materi ajar/knowledge), menyiapkan piring, sendok, gelas dan garpu = alat/perangkat ajar misalkan worksheet, tts, buku, dll. Pada ahirnya yang menentukan adalah akankah anak makan? Bagaimana anak makan? Jika si anak makan, apa yang dia makan? berapa banyak dan seberapa cepat dia makan, akan mempengaruhi pertumbuhannya = akan mempengaruhi ilmu pengetahuan yang diperolehnya.