ALIRAN MATERI DAN RANTAI MAKANAN PADA EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT

Laut merupakan salah satu bagian utama dari komposisi permukaan bumi. Perbandingan daratan dan lautan adalah 30 % bagian dari permukaan bumi adalah daratan, dan 70 % sisanya adalah lautan. Nybaken (1992) membagi secara garis besar daerah perairan laut menjadi 2 (dua) kawasan utama yaitu pelagik dan bentik. Zona pelagic adalah zona permukaan laut yang menerima cahaya matahari (fotik), sedangkan zona bentik adalah zona dasar laut yang kurang atau tidak sama sekali menerima cahaya matahari (afotik). Pada zona pelagik terdapat 3 jenis ekosistem utama yang memiliki produktivitas primer yang tinggi dan umum dijumpai yaitu ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove.

Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain: pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga dan penghasil keperluan industri. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.

Di kawasan pesisir dan laut Kabupaten Karawang terdapat banyak sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, di antaranya sumber daya hutan mangrove, sumber daya terumbu karang, sumber daya perikanan laut dan sumber daya perikanan tambak.

Mangrove (bakau, api-api dan sejenisnya) adalah vegetasi khas di daerah pesisir pantai. Jenis-jenis tumbuhan mangrove yang ada di Kabupaten Karawang adalah Rhizopora apicullata, Rhizopora mucronata, Avicennia marina, Sonneratia alba dan Lumnitzera racemoza.

Mangrove dapat tumbuh subur di wilayah pesisir Karawang. Wilayah pesisir Karawang memiliki banyak muara sungai, sehingga memiliki karakteristik sedimen pantai berlumpur-pasir. Perairan yang kaya unsur hara dari aliran muara sungai dan substrat yang berpasir-lumpur ini merupakan kondisi lingkungan yang mendukung untuk tumbuh suburnya vegetasi mangrove.

Hutan mangrove di Kabupaten Karawang tersebar di sembilan kecamatan, yaitu Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, Tirtajaya, Cibuaya, Pedes, Cilebar, Tempuran, Cilamaya Kulon dan Cilamaya Wetan. Namun potensi koloni hutan mangrove yang terbesar ada di Kecamatan Tirtajaya, Cibuaya, Cilebar dan Cilamaya. Sedangkan di kecamatan-kecamatan lainnya hanya bersifat setempat dengan jumlah pohon yang tinggal hanya beberapa batang saja. Mengingat mangrove lebih cocok tumbuh di tanah yang berpasir-lumpur, khusus di daerah Pakisjaya yang struktur tanahnya hanya berpasir dan tidak berlumpur, vegetasi didominasi oleh tanaman pakis atau Pinus merkusii, bukan oleh tanaman mangrove.

Berikut peta sebaran hutan mangrove yang ada di Kabupaten Karawang Tahun 2004

peta sebaran mangrove karawang

Sumber: Puslitbang Geologi Kelautan, 2004

ALIRAN MATERI PADA EKOSISTEM MANGROVE

Materi anorganik yang masuk ke lingkungan mangrove akan dimanfaatkan oleh produsen dalam hal ini adalah tumbuhan mangrove untuk kebutuhan fotosintesis. Nutrien tersebut berupa Karbon organik, Nitrogen, dan Posfat dan bentuk nutrien yang lainnya.

Mangrove akan menghasilkan serasah berupa bunga, ranting dan daun mangrove yang jatuh ke perairan sebagian akan tenggelam atau terapung di perairan tersebut dan sebagian lagi akan terbawa oleh arus laut ke daerah lain. Serasah yang dihasilkan oleh pohon-pohon mangrove merupakan landasan penting bagi produksi ikan di muara sungai dan daerah pantai.

Zat organik yang berasal dari penguraian serasah hutan mangrove ikut menentukan kehidupan ikan dan invertebrata di sekitarnya dalam rantai makanan.

RANTAI MAKANAN PADA EKOSISTEM MANGROVE

Mata rantai makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove ini tidak terputus. Pada dasarnya rantai makanan pada ekosistem mangrove ini terbagi atas dua jenis yaitu rantai makanan secara langsung dan rantai makanan secara tidak langsung ( rantai detritus ).

1. Rantai Makanan Langsung

Pada rantai makanan langsung yang bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan mangrove. Tumbuhan mangrove ini akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya sebagai konsumen tingkat satu adalah ikan-ikan kecil dan udang yang langsung memakan serasah mangrove yang jatuh tersebut. Untuk konsumen tingkat dua adalah organisme karnivora yang memakan ikan-ikan kecil dan udang tersebut. Selanjutnya untuk konsumen tingkat tiga terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan. Pada akhirnya konsumen tingkat tiga ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa organic yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.

2. Rantai Makanan Tidak Langsung / Rantai Detritus

Pada rantai makanan tidak langsung atau rantai detritus ini melibatkan lebih banyak organisme. Bertindak sebagai produsen adalah mangrove yang akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya serasah ini akan terurai oleh detrivor / pengurai. Detritus yang mengandung senyawa organic kemudian akan dimakan oleh Crustacea, bacteria, alga, dan mollusca yang bertindak sebagai konsumen tingkat satu. Khusus untuk bacteri dan alga akan dimakan protozoa sebagai konsumen tingkat dua. Protozoa ini kemudian akan dimakan oleh amphipoda sebagai konsumen tingkat tiga. Lalu, baik crustacea ataupun amphipoda ini dimakan oleh ikan kecil (Konsumen Tingkat 4) dan kemudian akan dimakan oleh ikan besar (konsumen 5). Selanjutnya untuk konsumen tingkat enam terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan dan pada akhirnya konsumen tingkat enam ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.

Sumber referensi:

Anonim. 2010. Fauna Mangrove dan Interaksi di Ekosistem Mangrove. http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=18&Itemid=57

Anonim. 2007. Ekosistem Pesisir Jawa Barat 2. http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/ekosistem-pesisir-jawa-barat-2.html

Anonim. 2010. Inventarisasi Lahan Kritis Akibat Abrasi di Wilayah Pesisir Kabupaten Karawang. http://www.bplh-karawang.com/files/Lap%20Keg%20Pesisir.pdf

WaRm PooL

Warm Pool merupakan Sebuah Istilah yang lebih Familiarnya di kalangan mahasiswa atau scientist bidang Ilmu kelautan adalah Zona Air Panas.disebut dengan Zona Air Panas karena zona tersebut merupakan zona yang paling hangat dari seluruh Permukaan Laut di Dunia.Pada zona panas ini mengakibatkan Air hangat menguap, membentuk awan, yang menyebabkan banyak hujan. Jadi, dengan zona air panas, kita mendapat banyak curah hujan di barat Pasifik tropis.

Hubungan Warm Pool, Perubahan Iklim ( La Nina dan El Nino ) dengan Oseanografi di Indonesia

Untuk mengetahui hubungan Warm Pool, perubahan iklim ( La Nina Dan El Nino ) terhadap kondisi Oseanografi negara kepulauan Indonesia, maka kita harus terlebih dahulu untuk mengetahui kondisi dan karakteristik perairan di Indonesia. Baru kemudian kita mendalami hubungan kedua fenomena tersebut secara mendalam dan menyeluruh.

Berikut ini merupakan kondisi perairan di Indonesia :

  • Angin Monsun

Pada bulan Desember hingga februari Australia dan laut koral secara rata-rata menerima sinar dan bahang (heat) surya yang lebih besar dibandingkan dengan yang diterima Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan.Oleh sebab itu tekanan udara dekat dengan paras bumi di kawasan Australia menjadi lebih rendah daripada yang terjadi di Asia Tenggara. Hasilnya adalah terjadinya tiupan angina dari Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan menuju ke Australia dan Laut koral melewati negara kepulauan Indonesia. Gerakan rotasi bumi juga mempengaruhi arah angina tersebut hingga ke belahan utara khatulistiwa, arah angin rata-rata adalah timur laut sampai utara dan di selatannya arahnya barat sampai barat laut. Musim atau monsunnya disebut monsun barat (MB) atau barat laut Indonesia. Juni hingga Agustus hal sebaliknya terjadi dan monsunnya disebut monsun timur (MT) atau tenggara. Secara umum kedua angina ini baik monsun barat atau monsoon timur disebut juga angin monsun Austrasia. Selama musim barat, angina MB banyak mengangkut uap air lautan, dari sekitar Laut Cina Selatan dan Laut Filipina ke kepulauan Indonesia akibatnya deretan pegunungan di Indonesia memaksa angina dan uap naik ke lapisan atas dan menyebabkan terjadinya pengembunan uap dan dilepaskan dalam bentuk Hujan di daerah ini. Hal ini pula yang menyebabkan curah hujan cukup tinggi. Terlihat pula antara Mindanau dan Papua di kawasan barat khatulistiwa terdapat curah hujan rata-rata 3000 mm per tahun. Hal ini dikarenakan daerah ini merupakan pusat dari warm water pool disertai dengan adanya konveksi yang intensif didertai daerah perawanan yang tinggi. ( Wyrtki,1969 )

  • Arus – Arus Laut

Angin monsun menimbulkan juga adanya arus-arus monsun yang disebut Arus Monsun Indonesia atau Armondo. Arus ini secara rutin mengalir dari Laut Cina Selatan ke Laut Jawa melalui Laut Natuna dan Selat Karimata.( Berlage,1927 ; Ilahude 1996)

Arus Armondo pada tingkat pertama dipengaruhi oleh angina monsun. Hal ini dikarenakan sumbu angina rata-rata praktis berimpit dengan sumbu perairan deretan Laut Cina Selatan – Laut Natuna – Selat Karimata – Laut Jawa, hingga angina tersebut bertiup seolah-olah sebuah terusan. ( Wyrtki,1996)

  • Sebaran Parameter Oseanografi

Angin dan arus yang berganti arah sesuai dengan pergantian musim mempengaruhi pula sebaran sebaran parameter oseanografi di perairan Indonesia. Sebaran menegak parameter oseanografi umumnya tidak menunjukan keragaman yang berarti, karena pengincauan ( mixing ) oleh angina dapat mencakup hingga ke dasar , hingga kolom aair menjadi kecil variasinya.( Irjanto dan ilahude,1969 )

  • Fenomena Upwelling ( taikan )

Salah satu fenomena yang paling sering terjadi di perairan Indonesia adalah Upwelling. Fenomena upwelling ini sangat erat kaitannya dengan monsun Austrasia. Fenomena Upwelling ini umumnya berakibat menurunkan suhu, menaikan nilai salinity, oksigen,dan berbagai zat hara di tempat upwelling ini terjadi. Hal ini pula menyebabkan penaikan biomassa plankton dan ikan-ikan. Berdasarkan hal tersebut angina monsun juga dapat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan di Indonesia. ( Nontji,1975 ; Amin dan Nugroho,1990 )

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL TERHADAP INDONESIA

Tiga keadaan Meteo-Oseanografi Indonesia sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim global antara lain adalah kondisi curah hujan baik di darat maupun di laut, suhu paras laut, dan tinggi paras laut. Curah hujan sendiri sangat dipengaruhi oleh El nino yang diperkirakan akan mempengaruhi suhu paras air laut. Pemanasan global akan menaikan paras laut bahkan mungkin akan menaikkan suhu air laut itu sendiri.Di samping itu lubang ozon yang besar akan mempengaruhi kinerja klorofil baik yang ada di darat maupun du laut.

  • Terjadinya El Nino

Serjak atmosfer dan samudera mencapai bentuknya yang sekarang ini , maka interaksi samusfer ( samudera dan atmosfer ) yang mengasilkan El Nino itu telah berlangsung secara rutin , rata-rata setiap empat tahun sekali. El nino biasanya diawali oleh hembusan angina timur yang secara terus-menerus selama dua tahun berturut-turut, sehingga penimbunan warm water pool mencapai maksimum. Ini berarti pula penumpukan air hangat ,peninggian paras laut, dan penjelukan termoklin mencapai titik maksimum pula , yang merupakan suatu situasi yang bertindak sebagai pemicu dan pengawal meluncurnya air hangat kembali ke bagian tengah dan timur pasifik dalam bentuk gelombang-gelombang Kelvin. Bila waktunya bersesuaian dengan menyebarnya warm water pool ke selatan saat monsun barat, maka efek gelombang Kelvin itu menjadi lebih kuat untuk mengalirkan air hangat itu ke timur, hal yang mana akan memperlemah angina timur lebih lanjut. ( Wyrkti,1975 )

Peluasan air hangat di sepanjang khatulistiwa berakibat melemahnya Letupan Angin Barat dan akhirnya memicu awal berakhirnya El Nino. Efek ini diperkuat oleh tibanya musim tenggara yang mulai membentuk Empohan Air Hangatyang baru dan mendorongnya kembali ke utara. Keadaan normal terjadi ketika angin pasat tenggara dan timur laut di khatulistiwa pasifik kembali bertiup secara penuh dan memulai daur El Nino berikutnya. ( suplee,1999 )

KERAGAMAN HUJAN DI INDONESIA

Pola hujan di daerah tropis sangat dipengaruhi oleh pergerakan angin yang ditentukan oleh posisi bumi terhadap matahari. Wilayah di khatulistiwa dipengaruhi oleh konvergensi antar tropis , memiliki hujan yang sangat tinggi dengan dua puncak musim hujan। Semakin jauh dari khatulistiwa semakin jelas pola hujan musiman yang disebut Monsoon.

Selain beragam anatar wilayah dan musim, pola dan jumlah hujan juga beragam antar tahun. Fenomena La nina dan El nino yang merupakan fenomena global yang dikendalikan oleh arus laut di Samudera Pasifik adalah faktor yang mempengaruhi keragaman pola dan jumlah hujan tahunan. Faktor lain adalah suhu muka laut di Samudera Hindia yang dingin di sebelah timur dan panas di bagian barat yang disebut Indian Ocean Dipole Mode (IODM).

Keberagaman curah hujan dalam musim juga terjadi. Salah satu factor yang mempengaruhinya adalah Madden Julian Oscilation(MJO). MJO dicirikan oleh pergeseran ke arah timur dari peningkatan atau penurunan curah hujan untuk wilayah yang luas yang terjadi di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Perubahan curah hujan oleh MJO terjadi dalam waktu 30 sampai 60 hari dan hanya terjadi pada tahun elnino dan lanina yang lemah

KERAGAMAN HUJAN ANTAR TAHUN

Keragaman hujan antar tahun dikendalikan oleh arus laut yang terus bergerak di daerah pasifik tropis. Secara lebih spesifik hal itu dikendalikan oleh posisi. Dimana di Samudera Pasifik terdapat masa air yang panas elalu di atas 27 derajat yang selalu bergerak ke arah timur. Dalam keaadaan normal warm pool bergerak menurut musim.

Bulan September sampai Februari warm pool berada lebih dekat ke barat, yang membuat Sirkulasi Walker menjadi panjang sampai jauh ke Indonesia, sehingga banyak membawa uap air yang menyebabkan Indonesia mengalami hujan yang sangat besar. Pada bulan Mei-maret warm pool berada bergeser ke arah timur sehingga Sirkulasi Walker menjadi lebih pendek dan tidak memasok uap air untuk Indonesia।

Warm pool bisa bergerak jauh ke timur sampai melewati date line dan bahkan sampai ke pantai pasifik di Peru dan di Equador. Keadaan demikian disebut elnino yang mempunyai implilkasi yang sangat luas pada iklim global. Sebaliknya jika warm pool ini jauh ke barat akan terjadi hujan yang berlebihan di Indonesia keadaan ini disebut lanina. Seberapa jauh warm pool ini bergeser dapat diamati melalui perubahan suhu muka laut yang mengindikasikan seberapa parah keadaan el nino..

Sumber :

  • Jurnal Oseanografi Indonesia dan Perubahan Iklim ( La Nina dan El Nino ) oleh A.G Ilahude dan A.Nontji dari Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia.
  • Ysvina Blog

1 komentar:

Teguh mengatakan...

ada data tentang ekosistem hutan mangrove gak bang, mohon infonya lewat email aziah22@gmail.com ya.

Posting Komentar