EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR KAB. CIREBON

Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Sebagian besar keadaan alam Kabupaten Cirebon merupakan daerah pantai dan perbukitan terutama daerah bagian utara, timur, dan barat, sedangkan daerah bagian selatan merupakan daerah perbukitan yang memiliki ketinggian antara 11-130 m dari permukaan laut. Kabupaten Cirebon terletak di antara 1080 40’-1080 BT dan 60 30’ – 70 00’ LS. Adapun batas wilayah Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut:

v Sebelah utara: Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, dan Laut Jawa

v Sebelah selatan: Kabupaten Kuningan

v Sebelah timur: Kabupaten Brebes

v Sebelah barat: Kabupaten Majalengka

Pengertian Mangrove

Mangrove merupakan bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta yang terletak di daerah tropis dan subtropis. Dengan demikian, mangrove merupakan suatu ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif jika tmbuh pada kondisi lingkungan yang sesuai. Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, atau hutan payau. Hutan mangrove ditemukan tersebar hampir di setiap propinsi di Indonesia, dengan luas yang berbeda-beda.

Saat ini di wilayah Cirebon hutan mangrove hanya ada di Kecamatan Pangenan dan Losari. Luas arealnya hanya sekitar 70 hektare atau hanya 5,4 km garis pantai. Sisanya masih berbentuk tanah kosong bekas tambak, bahkan perumahan penduduk. Berdasarkan pantauan, dari 54 km garis pantai di wilayah Cirebon hanya ada 10% dari yang kondisinya baik dan masih ditumbuhi hutan mangrove. Selebihnya mengalami pendangkalan. yang antara lain disebabkan tumpukan sampah (yang terdiri dari plasik hingga kaleng) serta abrasi. Bahkan tidak hanya di tepi pantai sepanjang pesisir cirebon saja, tumpukan sampah pun ditemukan di hampir semua muara sungai di sepanjang pantai Cirebon, antara lain di muara Sungai Bondet, Kesenden, Cangkol, Mundu hingga Gebang.

Interaksi Di Ekosistem Mangrove

Sumbangan terbesar dari mangrove ialah menyediakan zat hara sehingga bukan hal yang asing lagi jika pada kawasan manggrove terdapat beraneka ragam organisme.

Pada ekosistem mangrove umumnya terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove, rantai makanan untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian (dekomposisi) oleh amphipoda dan kepiting (Head, 1971; Sasekumar, 1984) dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, ular, atau manusia.

Fauna Mangrove

Gambar 4-1. Fauna perairan yang hidup di ekosistem mangrove (Bengen,2002)

Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan, dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove, sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove dan kolom air. Beberapa fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove adalah sebagai berikut:

Reptil

Beberapa spesies reptilia seperti biawak (Varanus salvatoe), ular belang (Boiga dendrophila), dan ular sanca (Phyton reticulates), serta berbagai spesies ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata dan Fordonia leucobalia ditemukan melingkar di batang, cabang, dan akar pohon mangrove.

Ampibia

Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan Rana Limnocharis.

Burung

Saat terjadinya perubahan pasang surut, saat itulah merupakan waktu yang cocok bagi burung untuk bermigrasi. Menurut Saenger et al. (1954), tercatat sejumlah jenis burung yang hidup di hutan mangrove yang mencapai 150-250 jenis, beberapa diantaranya adalah:

v Burung air (Belekok, Ardeola speciosa), Onggok (Butorides striatus), dan kuntul kecil (Egretta garzetta)

v Burung pemakan serangga, seperti kipasan (Rhipidura javanica), cici (Zosterops palpebrosus), dan rametuk laut (Gerygone sulphurea)

Burung-burung tersebut bergantung dari beberapa jenis biji-bijian yang dihasilkan dari hutan bakau.

Ikan

Ikan yang terdapat di hutan mangrove cukup beragam dan dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:

v Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).

v Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove ketika masih berupa benih, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan kuweh (Carangidae), dan ikan kapasan, Lontong (Gerreidae).

v Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan kekemek, gelama, krot (Scianidae), ikan barakuda, alu-alu, tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.

v Ikan pengunjung musiman, yitu ikan-ikan yang menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.

Crustacea dan Moluska

Berbagai jenis fauna yang ukurannya relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (crustacea), gastropoda, dan bivalva (mollusca), cacing (polychaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di dasar perairan hutan mangrove yang bersubstrat lumpur. Dengan cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove.

Konversi Hutan Mangrove

Hutan mangrove yang dulu mendominasi kawasan Pantai Bunga Lor dan berfungsi sebagai penahan angin laut dan gelombang, filter pembersih limbah dari darat dan laut, penahan intrusi air laut, tempat pemijahan ikan, sumber penyediaan pangan aneka biota laut, kini sudah habis dibabat untuk diubah menjadi tambak dan pemukiman penduduk.

Alasan alih fungsi hutan mangrove guna peruntukan ekonomi masyarakat sekitar menjadi faktor yang mendominasi terus berkurangnya luasan hutan mangrove di wilayah pesisir Cirebon ini, dan sebenarnya inisiator untuk alih fungsi lahan ini faktanya bukan berasal masyarakat dari wilayah Cirebon sendiri melainkan pengusaha-pengusaha dari Jakarta misalnya. Alih fungsi kawasan mangrove menjadi lahan tambak telah mengabaikan aspek kelestarian sumberdaya mangrove dan ekosistemnya. Perubahan lahan ini mengakibatkan banyak sekali akibat negatif selain nantinya tidak adanya barrier sebagai penahan erosi pantai, penahan angin laut dan gelombang, dalam hal ekonomi pun nelayan sangat dirugikan, jika mangrove dikonversi maka tempat memijah ikan-ikan hilang akibat konversi ini, akibatnya ikan-ikan sudah jauh dari pantai dan pada saat pantai surut, nelayan harus mendorong perahu ke laut dengan jarak antara 1-2 km. Hilang/berkurangnya tegakan mangrove akan menyebabkan hilang/berkurangnya pula berbagai jenis organisme perairan pantai dan hamparan lumpur, sehingga burung air yang tadinya mencari makan di perairan pantai dan hamparan lumpur kemudian akan mencari makan di lokasi tambak.

Konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak hingga akhirnya menjadi perumahan penduduk atau pemukiman memberikan dampak yang sangat besar. Ada banyak spesies yang kehilangan habitat mereka akibat hal ini, terutama spesies perairan seperti ikan, crustacea, dan mollusca. Hewan-hewan predator tidak dapat lagi mencari makan, sehingga mereka pun pada akhirnya akan kehilangan habitat juga.

DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar